Bukan Sekadar Diucapkan, Keikhlasan Diuji dengan Amalan Tertentu
Sabtu, 03 Oktober 2020 - 23:20 WIB
Salah satu ciri hamba saleh adalah ikhlas dalam beramal. Tidak hanya sekadar ucapan lisan, keikhlasan diuji dengan aktivitas dan amalan tertentu. Dalam satu Hadis Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan hakikat ikhlas ketika sahabat bertanya kepada beliau.
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةَ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ - رواه البخاري
Dari Abu Musa radhiallahu 'anhu bahwasanya seorang pemuda datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah , seseorang berperang karena kekesatriaannya, seseorang berperang karena keberaniannya, dan seseorang berperang karena ingin mendapatkan pujian (riya)? Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab: "Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka dia fi sabilillah." (HR. Al-Bukhari)
Menurut Ustaz Rikza Maulan, Dai yang juga Dewan Pengawas Syariah Rumah Zakat menjelaskan makna hadis di atas bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم meluruskan persepsi pemuda itu dengan jawaban beliau: "Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka ia fi sabilillah." Ini menunjukkan bahwa di medan pertempuran niatan pun diuji. (Baca Juga: Kisah Rasulullah dan Jeruk Asam yang Patut Diteladani)
Untuk diketahui, di medan pertempuran, banyak hal yang menyebabkan keikhlasan menjadi luntur seperti munculnya emosi ketika melihat tingkah musuh yang provokatif atau adanya ghanimah (harta rampasan perang) yang menggiurkan dan lainnya. Namun ternyata hanya orang-orang yang istiqamah dan ikhlas yang mampu menegakkan kalimatullah itu. Merekalah yang disebut orang yang jihad fi sabilillah dan akan mendapatkan ridha dari Allah Ta'ala.
( )
Belajar Ikhlas dari Umar bin Abdul Aziz
Keikhlasan menuntut adanya sikap profesionalisme baik dalam beribadah maupun urusan kerja dan muamalah. Lihatlah sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz , yang ikhlas ketika bekerja di pucuk tertinggi di kekhilafahan Umat Islam (Khilafah Umawiyah). Semua gaji dan bahkan harta kekayaannya diinfakkannya untuk fi sabilillah. Dia hidup secukupnya, namun sangat profesional dalam memimpin umat Islam.
Hingga hanya 2,5 tahun saja beliau menjadi Amirul Mukminin (Tahun 99-101 Hijriyah), dan hasilnya pada waktu itu tidak didapati seorang miskin pun berada di negeri kaum muslimin. Semua orang menjadi makmur dan hidupnya damai, berkat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz . ( )
Lawan dari Ikhlas Adalah Riya
Riya adalah mengerjakan sesuatu mengharapkan sesuatu selain dari keridhaan Allah Ta'ala. Apakah mengharapkan pujian, kedudukan yang lebih tinggi, reward yang lebih besar, dikatakan sebagai pahlawan, pemberani, atau tujuan-tujuan lainnya yang bukan karena mengharap keridhaan Allah. Riya akan dapat meluluhlantahkan segala amal dan usaha serta perjuangan yang kita lakukan.
Oleh karenanya, hendaknya kita menciptakan suasana bahwa segala pekerjaan dan aktivitas yang kita lakukan adalah semata-mata mengharap kerdihaan Allah Ta'ala. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Sesungguhnya yang paling Aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil." Sahabat bertanya, 'Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah ?' Beliau menjawab, " Riya ". Allah Ta'ala berfirman pada hari kiamat terhadap mereka-mereka yang riya, "Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riya’ terhadapnya, apakah kalian mendapatkan pahala dari mereka?" (HR. Ahmad)
( )
Wallahu A'lam
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةَ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ - رواه البخاري
Dari Abu Musa radhiallahu 'anhu bahwasanya seorang pemuda datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah , seseorang berperang karena kekesatriaannya, seseorang berperang karena keberaniannya, dan seseorang berperang karena ingin mendapatkan pujian (riya)? Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab: "Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka dia fi sabilillah." (HR. Al-Bukhari)
Menurut Ustaz Rikza Maulan, Dai yang juga Dewan Pengawas Syariah Rumah Zakat menjelaskan makna hadis di atas bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم meluruskan persepsi pemuda itu dengan jawaban beliau: "Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka ia fi sabilillah." Ini menunjukkan bahwa di medan pertempuran niatan pun diuji. (Baca Juga: Kisah Rasulullah dan Jeruk Asam yang Patut Diteladani)
Untuk diketahui, di medan pertempuran, banyak hal yang menyebabkan keikhlasan menjadi luntur seperti munculnya emosi ketika melihat tingkah musuh yang provokatif atau adanya ghanimah (harta rampasan perang) yang menggiurkan dan lainnya. Namun ternyata hanya orang-orang yang istiqamah dan ikhlas yang mampu menegakkan kalimatullah itu. Merekalah yang disebut orang yang jihad fi sabilillah dan akan mendapatkan ridha dari Allah Ta'ala.
( )
Belajar Ikhlas dari Umar bin Abdul Aziz
Keikhlasan menuntut adanya sikap profesionalisme baik dalam beribadah maupun urusan kerja dan muamalah. Lihatlah sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz , yang ikhlas ketika bekerja di pucuk tertinggi di kekhilafahan Umat Islam (Khilafah Umawiyah). Semua gaji dan bahkan harta kekayaannya diinfakkannya untuk fi sabilillah. Dia hidup secukupnya, namun sangat profesional dalam memimpin umat Islam.
Hingga hanya 2,5 tahun saja beliau menjadi Amirul Mukminin (Tahun 99-101 Hijriyah), dan hasilnya pada waktu itu tidak didapati seorang miskin pun berada di negeri kaum muslimin. Semua orang menjadi makmur dan hidupnya damai, berkat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz . ( )
Lawan dari Ikhlas Adalah Riya
Riya adalah mengerjakan sesuatu mengharapkan sesuatu selain dari keridhaan Allah Ta'ala. Apakah mengharapkan pujian, kedudukan yang lebih tinggi, reward yang lebih besar, dikatakan sebagai pahlawan, pemberani, atau tujuan-tujuan lainnya yang bukan karena mengharap keridhaan Allah. Riya akan dapat meluluhlantahkan segala amal dan usaha serta perjuangan yang kita lakukan.
Oleh karenanya, hendaknya kita menciptakan suasana bahwa segala pekerjaan dan aktivitas yang kita lakukan adalah semata-mata mengharap kerdihaan Allah Ta'ala. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Sesungguhnya yang paling Aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil." Sahabat bertanya, 'Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah ?' Beliau menjawab, " Riya ". Allah Ta'ala berfirman pada hari kiamat terhadap mereka-mereka yang riya, "Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riya’ terhadapnya, apakah kalian mendapatkan pahala dari mereka?" (HR. Ahmad)
( )
Wallahu A'lam
(rhs)