Begini Hukum Menggugurkan Janin Hasil Pemerkosaan

Selasa, 06 Oktober 2020 - 05:00 WIB
yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran setelah terjadinya kehamilan.




Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang ketat yang melarangnya.

Anak Muslim

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan) dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.

Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang telah diterapkan hukum padanya.

Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar (dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.




Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut--sebab menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana saya sebutkan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi saw.:

"Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah." (HR Bukhari dalam "al-Jana'iz," juz 3, hlm. 245, hadits nomor 1385).

Yang dimaksud dengan fitrah ialah tauhid, yaitu Islam.

Menurut ketetapan fiqhiyah, bahwa seorang anak apabila kedua orang tuanya berbeda agama, maka dia mengikuti orang tua yang terbaik agamanya. Ini bagi orang (anak) yang diketahui ayahnya, maka bagaimana dengan anak yang tidak ada bapaknya? Sesungguhnya dia adalah anak muslim, tanpa diragukan lagi.




Dalam hal ini, bagi masyarakat muslim sudah seharusnya mengurus pemeliharaan dan nafkah anak itu serta memberinya pendidikan yang baik, jangan menyerahkan beban itu kepada ibunya yang miskin dan yang telah terkena cobaan. Demikian pula pemerintah dalam Islam, seharusnya bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ini melalui departemen atau badan sosial tertentu. Dalam hadits sahih muttafaq 'alaih, Rasulullah SAW bersabda: "Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawabannya." (HR Bukhari dalam "al-'Itq," juz 5, hlm. 181, hadits nomor 2558, dan dalam "an-Nikah," juz 9, hlm. 299, hadits nomor 5200).
(mhy)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَمَا مَنَعَهُمۡ اَنۡ تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقٰتُهُمۡ اِلَّاۤ اَنَّهُمۡ كَفَرُوۡا بِاللّٰهِ وَبِرَسُوۡلِهٖ وَلَا يَاۡتُوۡنَ الصَّلٰوةَ اِلَّا وَهُمۡ كُسَالٰى وَلَا يُنۡفِقُوۡنَ اِلَّا وَهُمۡ كٰرِهُوۡنَ
Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menginfakkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan (terpaksa).

(QS. At-Taubah Ayat 54)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Terpopuler
Artikel Terkini More