Membangun Kota Basrah dan Kebijakan Umar bin Khattab Terhadap Petani
Rabu, 11 November 2020 - 08:36 WIB
Adapun tanah-tanah milik para kisra (raja-raja), anggota keluarganya, kaum ningrat dan para pejabat yang ikut berperang, menjadi milik negara, tak boleh diperjualbelikan, sementara petani-petani Irak boleh menggarapnya atas dasar sewa yang dibayar untuk perbendaharaan negara.
Kas Negara
Undang-undang itu berlaku atas tanah-tanah yang sudah dikuasai untuk rumah-rumah ibadah kaum Majusi. Mengenai segala kemudahan untuk kepentingan umum seperti saluran air dan segala sarana penghubung sudah dijadikan milik umum. Larangan diperjualbelikan tetap berlaku atas kemanfaatan yang sudah ditentukan untuk itu. ( )
Ketentuan ini telah menyebabkan melimpahnya pemasukan ke dalam kas negara dari berbagai sumber — dari kharaj, jizyah dan sewa tanah milik negara. Dari sumber inilah segala anggaran dikeluarkan untuk pasukan dan keluarganya di Kufah, Basrah serta keperluan persenjataan lainnya.
Anggotapasukan itu sebenarnya mengharapkan sekiranya tanah di Sawad itu dibagikan kepada mereka dan menjadi milik pribadi dan ahli warisnya di kemudian hari. Pemberian yang sudah begitu melimpah diberikan kepada mereka itu tidak membuat mereka enggan untuk menyampaikan keinginannya kepada kalangan eksekutif. Tetapi permintaan mereka oleh Umar ditolak dengan mengatakan: "Kalau kalian tidak akan saling tinju tentu saya berikan."
Sejak semula Umar memang sudah menolak memberikan pembagian tanah kepada anggota pasukan, supaya mereka tidak mendiami daerah pertanian dan membiasakan diri hidup menetap dan akan membuat mereka bermalas-malas jika ada mobilisasi, sementara negara masih memerlukan tenaga dan semangat mereka, dan memerlukan angkatan bersenjata yang sepenuhnya harus selalu siap.
Bagaimana Amirulmukminin akan merasa tenang melihat anggota pasukannya mau hidup menetap padahal pihak Persia besok akan kembali datang untuk membalas dendam, dan mereka sudah menghasut Irak seperti yang mereka lakukan dulu! Biarlah tanah Kisra itu menjadi milik negara yang akan digarap oleh para petani penduduk Irak. Biarlah pasukan Muslimin itu tinggal di barak-barak siap memenuhi setiap panggilan untuk menghadapi perang.
Pemberian kepada penduduk Kufah dan Basrah jumlahnya sama seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit. Bahkan pemberian ini telah menambah banyaknya para penetap di kedua kota itu sehingga penduduk di sana hidup nyaman dan berkecukupan.
Sungguhpun begitu penduduk Basrah masih merasa iri terhadap penduduk Kufah karena letak kota mereka serta rezeki yang melimpah kepada mereka.
Pasir Tandus
Umar bin Khattab bertanya kepada sebuah delegasi yang datang menemuinya dari Basrah sehubungan dengan keperluan mereka. Ahnaf bin Qais yang datang bersama mereka berkata: "Amirulmukminin, rezeki memang di tangan Allah. Saudara-saudara kami yang tinggal di kota-kota menempati rumah-rumah orang dahulu, yang letaknya di sekitar air tawar dan kebun-kebun rimbun, sedang kami tinggal di tanah rawa yang asin dan lembab, rumput pun tak dapat tumbuh. Dari arah timur, laut asin dan dari arah barat padang pasir tandus.
Pertanian dan peternakan tak ada di tempat kami. Segala keperluan dan makanan kami seperti keluar dari kerongkongan burung unta. Laki-laki yang lemah mencari air tawar dari jarak dua farsakh, dan untuk keperluan yang sama seorang perempuan pergi dengan mengikat anaknya dengan tambang seperti mengikat kambing, karena khawatir diserang musuh atau dimakan binatang buas. Kalau keadaan kami tidak diangkat dari kesengsaraan dan kemiskinan kami, kami akan seperti mereka yang sudah punah."
Setelah itu pemberian kepada mereka oleh Umar ditambah, dan dengan memerintahkan wakilnya di Kufah — ketika itu Abu Musa al-Asy'ari — untuk dibuatkan sungai yang airnya disalurkan dari Sungai Tigris sejauh tiga farsakh di sebelah utara.
Dengan demikian kaum Muslimin di Irak hidup makmur yang tak ada taranya di Semenanjung itu. Di samping kemakmurannya itu mereka hidup terhormat sebagai pihak pembebas yang telah membawa kemenangan. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama beberapa tahun. Mereka tidak lagi memikirkan akan menaklukkan Persia atau berusaha mengadakan pembebasan baru. Cukup dengan menangkis Hormuzan jika ia mencoba menyerang bagian tenggara dari arah Basrah. (
)
Soalnya, karena Umar tetap dengan pendapatnya, bahwa cukup sampai Irak saja dan perbatasannya harus dipertahankan. Itu sebabnya ia menolak keinginan pasukannya yang sudah memukul mundur Hormuzan untuk mengejar terus sampai ke dalam negerinya. Ia memerintahkan mereka untuk mengadakan gencatan senjata dengan syarat-syarat yang sudah berulang kali dilanggar oleh Hormuzan. (Bersambung)
Kas Negara
Undang-undang itu berlaku atas tanah-tanah yang sudah dikuasai untuk rumah-rumah ibadah kaum Majusi. Mengenai segala kemudahan untuk kepentingan umum seperti saluran air dan segala sarana penghubung sudah dijadikan milik umum. Larangan diperjualbelikan tetap berlaku atas kemanfaatan yang sudah ditentukan untuk itu. ( )
Ketentuan ini telah menyebabkan melimpahnya pemasukan ke dalam kas negara dari berbagai sumber — dari kharaj, jizyah dan sewa tanah milik negara. Dari sumber inilah segala anggaran dikeluarkan untuk pasukan dan keluarganya di Kufah, Basrah serta keperluan persenjataan lainnya.
Anggotapasukan itu sebenarnya mengharapkan sekiranya tanah di Sawad itu dibagikan kepada mereka dan menjadi milik pribadi dan ahli warisnya di kemudian hari. Pemberian yang sudah begitu melimpah diberikan kepada mereka itu tidak membuat mereka enggan untuk menyampaikan keinginannya kepada kalangan eksekutif. Tetapi permintaan mereka oleh Umar ditolak dengan mengatakan: "Kalau kalian tidak akan saling tinju tentu saya berikan."
Sejak semula Umar memang sudah menolak memberikan pembagian tanah kepada anggota pasukan, supaya mereka tidak mendiami daerah pertanian dan membiasakan diri hidup menetap dan akan membuat mereka bermalas-malas jika ada mobilisasi, sementara negara masih memerlukan tenaga dan semangat mereka, dan memerlukan angkatan bersenjata yang sepenuhnya harus selalu siap.
Bagaimana Amirulmukminin akan merasa tenang melihat anggota pasukannya mau hidup menetap padahal pihak Persia besok akan kembali datang untuk membalas dendam, dan mereka sudah menghasut Irak seperti yang mereka lakukan dulu! Biarlah tanah Kisra itu menjadi milik negara yang akan digarap oleh para petani penduduk Irak. Biarlah pasukan Muslimin itu tinggal di barak-barak siap memenuhi setiap panggilan untuk menghadapi perang.
Pemberian kepada penduduk Kufah dan Basrah jumlahnya sama seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit. Bahkan pemberian ini telah menambah banyaknya para penetap di kedua kota itu sehingga penduduk di sana hidup nyaman dan berkecukupan.
Sungguhpun begitu penduduk Basrah masih merasa iri terhadap penduduk Kufah karena letak kota mereka serta rezeki yang melimpah kepada mereka.
Pasir Tandus
Umar bin Khattab bertanya kepada sebuah delegasi yang datang menemuinya dari Basrah sehubungan dengan keperluan mereka. Ahnaf bin Qais yang datang bersama mereka berkata: "Amirulmukminin, rezeki memang di tangan Allah. Saudara-saudara kami yang tinggal di kota-kota menempati rumah-rumah orang dahulu, yang letaknya di sekitar air tawar dan kebun-kebun rimbun, sedang kami tinggal di tanah rawa yang asin dan lembab, rumput pun tak dapat tumbuh. Dari arah timur, laut asin dan dari arah barat padang pasir tandus.
Pertanian dan peternakan tak ada di tempat kami. Segala keperluan dan makanan kami seperti keluar dari kerongkongan burung unta. Laki-laki yang lemah mencari air tawar dari jarak dua farsakh, dan untuk keperluan yang sama seorang perempuan pergi dengan mengikat anaknya dengan tambang seperti mengikat kambing, karena khawatir diserang musuh atau dimakan binatang buas. Kalau keadaan kami tidak diangkat dari kesengsaraan dan kemiskinan kami, kami akan seperti mereka yang sudah punah."
Setelah itu pemberian kepada mereka oleh Umar ditambah, dan dengan memerintahkan wakilnya di Kufah — ketika itu Abu Musa al-Asy'ari — untuk dibuatkan sungai yang airnya disalurkan dari Sungai Tigris sejauh tiga farsakh di sebelah utara.
Dengan demikian kaum Muslimin di Irak hidup makmur yang tak ada taranya di Semenanjung itu. Di samping kemakmurannya itu mereka hidup terhormat sebagai pihak pembebas yang telah membawa kemenangan. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama beberapa tahun. Mereka tidak lagi memikirkan akan menaklukkan Persia atau berusaha mengadakan pembebasan baru. Cukup dengan menangkis Hormuzan jika ia mencoba menyerang bagian tenggara dari arah Basrah. (
Baca Juga
Soalnya, karena Umar tetap dengan pendapatnya, bahwa cukup sampai Irak saja dan perbatasannya harus dipertahankan. Itu sebabnya ia menolak keinginan pasukannya yang sudah memukul mundur Hormuzan untuk mengejar terus sampai ke dalam negerinya. Ia memerintahkan mereka untuk mengadakan gencatan senjata dengan syarat-syarat yang sudah berulang kali dilanggar oleh Hormuzan. (Bersambung)
(mhy)