Riya, Kemaksiatan Hati yang Menghapus Amal Kebaikan

Kamis, 14 Mei 2020 - 03:19 WIB
وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ

dan enggan (memberikan) bantuan. (QS al-Ma'un: 4-7)

Di surat Al-Mauun dijelaskan bahwa ada orang-orang yang celaka yaitu karena mereka lalai dan riya terhadap salatnya. Mereka salat dan melakukan ibadah hanya karena ada orang lain yang melihatnya. Tentu celakalah orang-orang seperti orang tersebut.



Sejumlah hadis menyebutkan bahwa riya' merupakan salah satu bentuk kemusyrikan. Amalan yang dilakukan oleh orang yang riya' tidak ditujukan untuk mencari keridhaan Allah SWT tetapi dilakukan untuk mencari popularitas, pujian, dan sanjungan dari masyarakat.

Oleh sebab itu, di dalam sebuah hadis qudsi disebutkan: "Aku adalah sekutu yang paling kaya. Maka barangsiapa melakukan amalan dengan menyekutukan diri-Ku dengan yang lainnya maka Aku akan meninggalkannya dan sekutunya." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Maka Aku akan berlepas diri darinya, dan Dia akan bersama sekutunya."

Hadis itu, riwayat yang pertama diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab az-Zuhd; sedangkan riwayat lainnya diriwayatkan oleh Ibn Majah (4202). Al-Mundziri berkata. "Para rawinya tsiqah." (Al-Muntaqa, 21); al-Bushiri dalam az-Zawa'id berkata, "Isnad-nya shahih, dan rijal-nya tsiqah."

Ada sebuah hadis yang sangat terkenal, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengenai tiga orang yang pada hari kiamat kelak, digiring ke api neraka; pertama adalah orang yang berperang sampai dia menjadi syahid; kedua adalah orang yang belajar ilmu pengetahuan dan mengajarkannya, dan membaca al-Qur'an; ketiga adalah orang yang menafkahkan hartanya pada kebaikan.



Akan tetapi Allah SWT Maha Mengetahui niat-niat dan rahasia mereka. Allah menyatakan kedustaan mereka dan menunjukkan bukti-buktinya serta berfirman kepada setiap orang di antara mereka, "Sesungguhnya engkau melaksanakan ini dan itu adalah agar supaya orang mengatakan bahwa dirimu begini dan begitu."

Sesungguhnya kepalsuan dan penipuan yang dilakukan oleh manusia seperti itu terhadap sesama manusia merupakan sifat yang sangat buruk.

Lalu bagaimana halnya dengan kepalsuan yang dilakukan oleh makhluk kepada Khaliq-nya. Menurut Syaikh Yusuf Qardhawy dalam buku "Fiqih Prioritas", sesungguhnya perbuatan seperti itu lebih keji dan lebih buruk. Itulah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan riya', yang berbuat untuk memperoleh pujian orang.

Dia melakukan semuanya untuk memperoleh kepuasan orang, yang bohong dan semu. Maka tidak diragukan lagi bahwa Allah SWT akan murka kepadanya dan akan mengungkapkan segala rahasia yang tersimpan di dalam hatinya kelak pada hari kiamat dan akan memasukkannya ke neraka. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah SWT.

Agar kita terhindar dan terjauh dari bahaya riya, maka berikut adalah hal-hal yang harus kita lakukan.

Pertama, bermujahadah atau bersungguh-sungguh dalam badah. Setiap kali ibadah kita akan dihadiri oleh rasa riya, maka segera jauhkan keinginan tersebut dan hadirkanlah motivasi keakhiratan, ketauhidan, agar keinginan tersebut tidak hadir dalam ibadah kita. Jangan sampai riya tersebut hadir saat sebelum, saat ibadah, atau setelahnya. Jauhilah rasa tersebut agar tidak sampai pada kemurkaan Allah.

Kedua, menghilangkan penyebab riya. Yakni menghilangkan akar penyebab riya diantaranya dengan menjauhi segala sanjungan. Kita serahkan dan kembalikan sanjungan tersebut kepada Allah SWT. Jangan biarkan sanjungan tersebut membuat kita sombong dan memamerkannya kepada orang lain. Jangan sampai tertipu dengan sanjungan karena hal itu bisa membakar pahala kita.

Ketiga, memahami tujuan hidup “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzariyat : 56)

Allah sudah menetapkan kita hidup di dunia adalah untuk menyembah dan beribadah kepada Allah. Menjadikan Allah sebagia tempat bergantung dan hanya Allah yang paling berkuasa atas diri manusia. Untuk itu, tidak mungkin kita menyombongkan diri dan melakukan riya karena hal tersebut bertentangan dengan tujuan hidup kita.

Keempat, memahami nilai dunia. Yakni mengingat kembali bahwa dunia ini adalah sementara, maka kebahagiaan kita yang sejati adalah di akhirat. Tentu tidak berguna jika kita mengharapkan pujian, pujaan, dan kebangaan dari orang lain. Sejatinya manusia adalah makhluk lemah, dan tempat kembali kita adalah di akhirat. Maka pikirkanlah ibadah kita untuk akhirat.

Sifat pamer sangatlah tidak disukai oleh Allah SWT. Begitu pula dengan Rasulullah SAW yang amat sangat tidak menganjurkan umatnya untuk tetap bersikap rendah hati terhadap semua makhluk. Sehingga tidak ada timbul perselisihan dan rasa iri yang menyebabkan renggangnya silaturahmi antarumat Rasullullah SAW. Walallahu'alam.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
اَلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰٓى اَفۡوَاهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَاۤ اَيۡدِيۡهِمۡ وَتَشۡهَدُ اَرۡجُلُهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏
Pada hari ini (kiamat) Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

(QS. Yasin Ayat 65)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More