Ketika Tumpukan Mayat Muslim Bergelimpangan di Sekitar Kaki Unta Siti Aisyah
Sabtu, 30 Januari 2021 - 10:30 WIB
Sementara pasukan kedua belah pihak sedang bergulat mengadu senjata, banyak kepala dan tangan berjatuhan terpisah dari batang tubuhnya, Sitti Aisyah r.a. turun dari unta. Ia mengambil segenggam kerikil, lalu dicampakkan kepada pengikut-pengikut Ali bin Abu Thalib r.a. seraya berteriak: "Hancurlah muka kalian!"
Hal semacam itu dilakukan Sitti Aisyah r.a., meniru perbuatan Rasulullah SAW dalam perang Hunain. Melihat peperangan semakin dahsyat, bersama regu pasukan yang mengenakan serban hijau, terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar , Ali bin Abu Thalib r.a. maju memimpin serangan. Ia diapit oleh tiga orang putranya: Al Hasan, Al Husein, dan Muhammad Al Hanafiyah .
Sebelum tampil sendiri memimpin serangan, Ali bin Abu Thalib bermaksud hendak menguji ketangguhan puteranya yang bernama Muhammad Al Hanafiyah. Sambil menyerahkan panji pasukan, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata kepada puteranya itu: "Majulah dengan panji ini dan pancangkanlah di depan mata unta itu! Jangan berhenti di tempat lain!"
Baru saja Muhammad mengayunkan kaki beberapa langkah, ia sudah dihujani anak-panah yang beterbangan dari arah lawan. Melihat itu, ia memerintahkan regunya supaya berhenti sejenak: "Tunggu dulu, sampai mereka kehabisan anak-panah!"
Mengetahui hal itu, Ali bin Abu Thalib segera menyuruh orang lain guna mendekati puteranya. Kepada orang yang disuruhnya itu, dipesan agar mendorong Muhammad Al Hanafiyah maju terus melancarkan serangan terbuka dan besar-besaran. Karena gerak Muhammad lamban, Ali bin Abu Thalib menghampirinya sendiri dari belakang. Sambil menepukkan tangan kiri ke bahu puteranya, Ia membentak: "Hayo maju!"
Meskipun sudah dibentak ayahnya agar maju terus, namun Muhammad Al Hanafiyah masih juga lamban bergerak. Sebagai seorang ayah, Ali bin Abu Thalib r.a. merasa kasihan. Kemudian panji yang di tangan puteranya diambil kembali dengan tangan kiri, sedang pedang yang terkenal dengan nama "Dzul Fiqar" terhunus di tangan kanannya.
Tanpa membuang-buang waktu Ali bin Abu Thalib r.a. memimpin serbuan ke tengah pasukan "Jamal". Setelah melakukan serangan beberapa saat lamanya, menangkis dan memukul musuh, Ali bin Abu Thalib kembali ke induk pasukan.
Sahabat-sahabat dan putra-putranya berkerumun. "Ya Amirul Mukminin," desak Al Asytar, "cukuplah kami saja yang melaksanakan tugas itu!"
Desakan Al Asytar itu tak ditanggapi oleh Ali bin Abu Thalib. Menoleh saja pun tidak, darahnya masih mendidih. Sedemikian meluapnya sampai semua orang yang ada di sekitarnya ketakutan. Pandangan matanya yang berapi-api tetap mengarah ke pasukan musuh.
Tak lama kemudian ia menyerahkan kembali panji pasukan kepada putranya, Muhammad Al Hanafiyah. Segera ia maju lagi menyerang musuh untuk kedua kalinya. Dengan gagah berani Ali bin Abu Thalib menerjang pasukan lawan sambil memainkan pedang dengan gesit dan cekatan.
Anggota-anggota pasukan Thalhah yang menjadi sasaran serangannya lari terbirit-birit menyelamatkan diri. Banyak yang mati terbunuh di ujung pedangnya. Tanah menjadi merah dibasahi darah.
Selesai melancarkan serangan kedua, Ali bin Abu Thalib kembali lagi ke induk pasukan. "Kalau anda sampai gugur," puji sahabatnya, setelah Ali bin Abu Thalib r.a. berada di tengah barisannya, "barangkali akan lenyap agama Islam. Berhentilah, cukup kami saja yang menyerang dan bertempur!"
"Demi Allah," jawab Ali bin Abu Thalib r.a. atas pujian sahabat-sahabatnya itu. "Aku sangat tidak setuju dengan pikiran kalian. Yang kuinginkan bukan lain hanyalah keridhoan Allah dan kampung akhirat!"
Selanjutnya kepada Muhammad Al Hanafiyah ia berkata: "Seperti akulah seharusnya engkau berbuat!"
Muhammad Al Hanafiyah tidak menjawab sepatah kata pun ucapan ayahnya itu. Dari orang-orang yang berkerumun di sekitar Ali bin Abu Thalib r.a. terdengar sura bergumam: "Siapa orangnya yang sanggup berbuat seperti Amirul Mukminin!"
Ketika sedang sengit-sengitnya pertempuran, unta yang di kendarai Sitti Aisyah r.a. terputar-putar sedemikian rupa seperti penggilingan gandum. Pasukan kedua belah pihak berjubel dan saling mendesak beradu senjata di sekitarnya. Unta sampai meringkik-ringkik keras sekali karena tali kekangnya ditarik ke sana ke mari.
Pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. makin maju menerjang untuk lebih mendekat kepada unta. Gerakan pasukan Ali bin Abu Thalib terhambat tumpukan manusia yang berada di sekelilingnya. Setiap anggota pasukan yang mati, penggantinya datang berlipat ganda.
Melihat situasi itu Ali bin Abu Thalib berteriak memberi perintah: "Celakalah kalian! Tembak saja unta itu dengan panah! Bantailah unta celaka itu!"
Hal semacam itu dilakukan Sitti Aisyah r.a., meniru perbuatan Rasulullah SAW dalam perang Hunain. Melihat peperangan semakin dahsyat, bersama regu pasukan yang mengenakan serban hijau, terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar , Ali bin Abu Thalib r.a. maju memimpin serangan. Ia diapit oleh tiga orang putranya: Al Hasan, Al Husein, dan Muhammad Al Hanafiyah .
Sebelum tampil sendiri memimpin serangan, Ali bin Abu Thalib bermaksud hendak menguji ketangguhan puteranya yang bernama Muhammad Al Hanafiyah. Sambil menyerahkan panji pasukan, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata kepada puteranya itu: "Majulah dengan panji ini dan pancangkanlah di depan mata unta itu! Jangan berhenti di tempat lain!"
Baru saja Muhammad mengayunkan kaki beberapa langkah, ia sudah dihujani anak-panah yang beterbangan dari arah lawan. Melihat itu, ia memerintahkan regunya supaya berhenti sejenak: "Tunggu dulu, sampai mereka kehabisan anak-panah!"
Mengetahui hal itu, Ali bin Abu Thalib segera menyuruh orang lain guna mendekati puteranya. Kepada orang yang disuruhnya itu, dipesan agar mendorong Muhammad Al Hanafiyah maju terus melancarkan serangan terbuka dan besar-besaran. Karena gerak Muhammad lamban, Ali bin Abu Thalib menghampirinya sendiri dari belakang. Sambil menepukkan tangan kiri ke bahu puteranya, Ia membentak: "Hayo maju!"
Meskipun sudah dibentak ayahnya agar maju terus, namun Muhammad Al Hanafiyah masih juga lamban bergerak. Sebagai seorang ayah, Ali bin Abu Thalib r.a. merasa kasihan. Kemudian panji yang di tangan puteranya diambil kembali dengan tangan kiri, sedang pedang yang terkenal dengan nama "Dzul Fiqar" terhunus di tangan kanannya.
Tanpa membuang-buang waktu Ali bin Abu Thalib r.a. memimpin serbuan ke tengah pasukan "Jamal". Setelah melakukan serangan beberapa saat lamanya, menangkis dan memukul musuh, Ali bin Abu Thalib kembali ke induk pasukan.
Sahabat-sahabat dan putra-putranya berkerumun. "Ya Amirul Mukminin," desak Al Asytar, "cukuplah kami saja yang melaksanakan tugas itu!"
Desakan Al Asytar itu tak ditanggapi oleh Ali bin Abu Thalib. Menoleh saja pun tidak, darahnya masih mendidih. Sedemikian meluapnya sampai semua orang yang ada di sekitarnya ketakutan. Pandangan matanya yang berapi-api tetap mengarah ke pasukan musuh.
Tak lama kemudian ia menyerahkan kembali panji pasukan kepada putranya, Muhammad Al Hanafiyah. Segera ia maju lagi menyerang musuh untuk kedua kalinya. Dengan gagah berani Ali bin Abu Thalib menerjang pasukan lawan sambil memainkan pedang dengan gesit dan cekatan.
Anggota-anggota pasukan Thalhah yang menjadi sasaran serangannya lari terbirit-birit menyelamatkan diri. Banyak yang mati terbunuh di ujung pedangnya. Tanah menjadi merah dibasahi darah.
Selesai melancarkan serangan kedua, Ali bin Abu Thalib kembali lagi ke induk pasukan. "Kalau anda sampai gugur," puji sahabatnya, setelah Ali bin Abu Thalib r.a. berada di tengah barisannya, "barangkali akan lenyap agama Islam. Berhentilah, cukup kami saja yang menyerang dan bertempur!"
"Demi Allah," jawab Ali bin Abu Thalib r.a. atas pujian sahabat-sahabatnya itu. "Aku sangat tidak setuju dengan pikiran kalian. Yang kuinginkan bukan lain hanyalah keridhoan Allah dan kampung akhirat!"
Selanjutnya kepada Muhammad Al Hanafiyah ia berkata: "Seperti akulah seharusnya engkau berbuat!"
Baca Juga
Ketika sedang sengit-sengitnya pertempuran, unta yang di kendarai Sitti Aisyah r.a. terputar-putar sedemikian rupa seperti penggilingan gandum. Pasukan kedua belah pihak berjubel dan saling mendesak beradu senjata di sekitarnya. Unta sampai meringkik-ringkik keras sekali karena tali kekangnya ditarik ke sana ke mari.
Pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. makin maju menerjang untuk lebih mendekat kepada unta. Gerakan pasukan Ali bin Abu Thalib terhambat tumpukan manusia yang berada di sekelilingnya. Setiap anggota pasukan yang mati, penggantinya datang berlipat ganda.
Melihat situasi itu Ali bin Abu Thalib berteriak memberi perintah: "Celakalah kalian! Tembak saja unta itu dengan panah! Bantailah unta celaka itu!"