Ketika Tumpukan Mayat Muslim Bergelimpangan di Sekitar Kaki Unta Siti Aisyah
Sabtu, 30 Januari 2021 - 10:30 WIB
Unta yang dikendarai Sitti Aisyah r.a. itu segera dihujani anak-panah. Tetapi tak sebuah pun anak-panah yang menembus, karena di sekujur badannya dipasang tijfaf. Semua anak panah menancap pada tijfaf sampai unta itu kelihatan seperti seekor landak raksasa.
Terdengar lagi suara orang berteriak: "Hai penuntut balas darah Utsman!" Yang berteriak ialah Al Azd dan Dhabbah. Kalimat itu diulang-ulang dan akhirnya menjadi semboyan yang diteriakkan pasukan Thalhah.
Semboyan pasukan Thalhah itu dijawab Ali bin Abu Thalib r.a. dengan semboyan: "Hai Muhammad!" Nama putera Ali bin Abu Thalib r.a. yang memegang panji pasukan.
Pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. segera mengikuti semboyan yang diserukan Ali bin Abu Thalib r.a.
Pasukan kedua belah pihak semakin tambah bergumul mengadu senjata. Peristiwa tersebut terjadi pada hari kedua perang Unta. Semboyan yang diserukan Ali bin Abu Thalib ternyata besar sekali pengaruhnya di kalangan pasukannya, sehingga mereka berhasil menggoyahkan sendi-sendi kekuatan lawan.
Pasukan Thalhah makin payah menghadapi tekanan-tekanan berat yang terus-menerus dilancarkan pasukan Ali bin Abu Thalib. Namun demikian mereka sama sekali tidak berusaha melarikan diri atau meletakkan senjata.
Pasukan yang makin lama makin mengecil itu kemudian bergerak memusat di sekitar unta yang ditunggangi Sitti Aisyah. Mereka telah bertekad, pasukan Ali bin Abu Thalib baru akan berhasil merebut Sitti Aisyah sesudah melewati mayat-mayat mereka.
Perlawanan yang diberikan oleh pasukan Makkah dan Bashrah itu sungguh dahsyat sekali. Nyawa, sudah tidak mereka pedulikan. Dengan semangat berkobar-kobar penuh fanatisme mereka rela menghadapi maut. Demikian banyaknya korban sehingga di sekitar unta yang besar itu bergelimpangan tumpuk-menumpuk manusia yang luka dan mati.
Padang pasir yang kering menjadi basah oleh darah dan bau anyir menyengat hidung. Melihat keadaan yang mengerikan itu, Ali bin Abu Thalib mengambil suatu keputusan cepat untuk merobohkan unta tersebut. Pelaksanaan keputusan dipercayakan kepada Al Asytar dan Ammar. Kepada kedua orang sahabatnya itu, Ali bin Abu Thalib memerintahkan: "Cepat bantai unta itu! Peperangan belum selesai, apinya masih berkobar. Unta itulah yang dijadikan semacam kiblat oleh mereka!"
Dua orang yang diperintah itu segera maju bersama beberapa orang lainnya dari Bani Murad. Seorang di antaranya bernama Umar bin Abdullah. Bersama Umar bin Abdullah Al Muradiy mereka mendekati unta, lalu ponok dekat lehernya dipukul dengan pedang oleh Al Muradiy. Unta itu meronta-ronta, meringkik keras-keras, dan akhirnya rebah.
Pendukung-pendukung Sitti Aisyah melihat gelagat itu cepat lari menjauhkan diri. Ali bin Abu Thalib berteriak memberi perintah: "Potong tali pengikat Haudaj!"
Setelah itu Ali bin Abu Thalib menyuruh Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq (saudara Sitti Aisyah r.a.): "Ambillah saudara perempuanmu!"
Sitti Aisyah kemudian dibawa oleh Muhammad bin Abu Bakar dan dimasukkan ke dalam sebuah rumah milik Abdullah bin Khalaf Al Khuza'iy. (Bersambung)
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Cuit Nasihat Ali bin Abu Thalib: Kalau Ingin Ambil Semua, Kamu Kehilangan Segalanya
Terdengar lagi suara orang berteriak: "Hai penuntut balas darah Utsman!" Yang berteriak ialah Al Azd dan Dhabbah. Kalimat itu diulang-ulang dan akhirnya menjadi semboyan yang diteriakkan pasukan Thalhah.
Semboyan pasukan Thalhah itu dijawab Ali bin Abu Thalib r.a. dengan semboyan: "Hai Muhammad!" Nama putera Ali bin Abu Thalib r.a. yang memegang panji pasukan.
Pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. segera mengikuti semboyan yang diserukan Ali bin Abu Thalib r.a.
Pasukan kedua belah pihak semakin tambah bergumul mengadu senjata. Peristiwa tersebut terjadi pada hari kedua perang Unta. Semboyan yang diserukan Ali bin Abu Thalib ternyata besar sekali pengaruhnya di kalangan pasukannya, sehingga mereka berhasil menggoyahkan sendi-sendi kekuatan lawan.
Pasukan Thalhah makin payah menghadapi tekanan-tekanan berat yang terus-menerus dilancarkan pasukan Ali bin Abu Thalib. Namun demikian mereka sama sekali tidak berusaha melarikan diri atau meletakkan senjata.
Pasukan yang makin lama makin mengecil itu kemudian bergerak memusat di sekitar unta yang ditunggangi Sitti Aisyah. Mereka telah bertekad, pasukan Ali bin Abu Thalib baru akan berhasil merebut Sitti Aisyah sesudah melewati mayat-mayat mereka.
Perlawanan yang diberikan oleh pasukan Makkah dan Bashrah itu sungguh dahsyat sekali. Nyawa, sudah tidak mereka pedulikan. Dengan semangat berkobar-kobar penuh fanatisme mereka rela menghadapi maut. Demikian banyaknya korban sehingga di sekitar unta yang besar itu bergelimpangan tumpuk-menumpuk manusia yang luka dan mati.
Padang pasir yang kering menjadi basah oleh darah dan bau anyir menyengat hidung. Melihat keadaan yang mengerikan itu, Ali bin Abu Thalib mengambil suatu keputusan cepat untuk merobohkan unta tersebut. Pelaksanaan keputusan dipercayakan kepada Al Asytar dan Ammar. Kepada kedua orang sahabatnya itu, Ali bin Abu Thalib memerintahkan: "Cepat bantai unta itu! Peperangan belum selesai, apinya masih berkobar. Unta itulah yang dijadikan semacam kiblat oleh mereka!"
Dua orang yang diperintah itu segera maju bersama beberapa orang lainnya dari Bani Murad. Seorang di antaranya bernama Umar bin Abdullah. Bersama Umar bin Abdullah Al Muradiy mereka mendekati unta, lalu ponok dekat lehernya dipukul dengan pedang oleh Al Muradiy. Unta itu meronta-ronta, meringkik keras-keras, dan akhirnya rebah.
Pendukung-pendukung Sitti Aisyah melihat gelagat itu cepat lari menjauhkan diri. Ali bin Abu Thalib berteriak memberi perintah: "Potong tali pengikat Haudaj!"
Setelah itu Ali bin Abu Thalib menyuruh Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq (saudara Sitti Aisyah r.a.): "Ambillah saudara perempuanmu!"
Sitti Aisyah kemudian dibawa oleh Muhammad bin Abu Bakar dan dimasukkan ke dalam sebuah rumah milik Abdullah bin Khalaf Al Khuza'iy. (Bersambung)
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Cuit Nasihat Ali bin Abu Thalib: Kalau Ingin Ambil Semua, Kamu Kehilangan Segalanya
(mhy)