Masih Sering Diperdebatkan, Ini Hukum Cadar dalam 4 Mazhab
Senin, 08 Maret 2021 - 18:21 WIB
Pembahasan hukum cadar tertera dengan jelas dalam kitab-kitab fikih empat mazhab. Keempat ulama mazhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal bahkan menganjurkan muslimah untuk mengenakan cadar. Hanya saja, ada perbedaan tentang kewajibannya.
Pamakaian cadar di kalangan muslimah sudah semakin populer . Pemandangan perempuan bercadar, sepertinya bukan hal yang aneh lagi di Indonesia. Cadar sudah menjadi tren dan fashion kekinian untuk para muslimah, apalagi saat pandemi covid seperti sekarang ini.
Disarikan dari berbagai sumber, berikut pandangan para ulama empat mazhab tentang pemakaian cadar untuk muslimah ini.
1. Mazhab Hanafi
Cadar dalam mazhab Hanafi dihukumi sunah yang dianjurkan. Sunah tersebut menjadi wajib jika membuka wajah dapat menimbulkan fitnah. Ulama mazhab Hanafi, Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata, “Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam.
Dalam suatu riwayat (hadis), juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika di hadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki.”
2. Mazhab Maliki
Terdapat dua pendapat di kalangan ulama mazhab Maliki. Sebagian mewajibkan cadar bagi muslimah kecuali dalam kondisi darurat, dan sebagian lain hanya menganjurkan atau hukumnya sunah, namun menjadi wajib jika sang wanita memiliki paras yang cantik.
Yang menghukumi wajib di antaranya ulama besar mazhab Maliki, Ibnul Arabi. Beliau menjelaskan, “Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan).”
Adapun yang menghukumi sunah, diterangkan oleh ulama besar Maliki pula, yakni Al Qurthubi. Beliau menerangkan, “Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya.”
3. Mazhab Syafi’i
Yang rajih dari pendapat mazhab syafi’i ialah mewajibkan muslimah mengenakan cadar di depan pria non mahram. Mazhab yang banyak dianut muslimin Indonesia ini justru membagi dan merinci batasan aurat wanita menjadi tiga. Hal ini sebagaimana penjelasan ulama besar mazhab Syafi’i, Asy Syarwani.
Beliau berkata,
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam sholat yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi (laki-laki asing atau non mahram-pen), yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad (pendapat yang disepakati, rajih atau kuat dari Imam Syafi’i-pen), (3) aurat ketika bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha.”
Pamakaian cadar di kalangan muslimah sudah semakin populer . Pemandangan perempuan bercadar, sepertinya bukan hal yang aneh lagi di Indonesia. Cadar sudah menjadi tren dan fashion kekinian untuk para muslimah, apalagi saat pandemi covid seperti sekarang ini.
Disarikan dari berbagai sumber, berikut pandangan para ulama empat mazhab tentang pemakaian cadar untuk muslimah ini.
1. Mazhab Hanafi
Cadar dalam mazhab Hanafi dihukumi sunah yang dianjurkan. Sunah tersebut menjadi wajib jika membuka wajah dapat menimbulkan fitnah. Ulama mazhab Hanafi, Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata, “Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam.
Dalam suatu riwayat (hadis), juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika di hadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki.”
2. Mazhab Maliki
Terdapat dua pendapat di kalangan ulama mazhab Maliki. Sebagian mewajibkan cadar bagi muslimah kecuali dalam kondisi darurat, dan sebagian lain hanya menganjurkan atau hukumnya sunah, namun menjadi wajib jika sang wanita memiliki paras yang cantik.
Yang menghukumi wajib di antaranya ulama besar mazhab Maliki, Ibnul Arabi. Beliau menjelaskan, “Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan).”
Adapun yang menghukumi sunah, diterangkan oleh ulama besar Maliki pula, yakni Al Qurthubi. Beliau menerangkan, “Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya.”
3. Mazhab Syafi’i
Yang rajih dari pendapat mazhab syafi’i ialah mewajibkan muslimah mengenakan cadar di depan pria non mahram. Mazhab yang banyak dianut muslimin Indonesia ini justru membagi dan merinci batasan aurat wanita menjadi tiga. Hal ini sebagaimana penjelasan ulama besar mazhab Syafi’i, Asy Syarwani.
Beliau berkata,
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam sholat yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi (laki-laki asing atau non mahram-pen), yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad (pendapat yang disepakati, rajih atau kuat dari Imam Syafi’i-pen), (3) aurat ketika bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha.”