Fatwa Muhammadiyah Tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan Dalam Kondisi Darurat Covid-19
Senin, 29 Maret 2021 - 08:34 WIB
Para kritikus hadis berbeda pendapat tentang kualitas hadis tersebut, ada yang menilai daif namun ada juga yang menganggap hasan. Larangan menutup sebagian wajah dalam hadis tersebut tidak sampai pada hukum haram. Hal ini ditunjukkan oleh Ibnu Majah sendiri yang meletakkan hadis tersebut pada bab Mā Yukrahu fī aṣ-Ṣalāh (hal-hal yang tidak disukai [makruh] dalam salat).
Selain itu, larangan dalam hadis ini pun tidak berlaku umum karena memiliki sebab yang khusus, yaitu agar tidak menyerupai kaum Majusi (Syarḥ Sunan Abī Dāwūd karya Badr ad-Dīn al-‘Aini).
Oleh karena itu, menutup sebagian wajah dengan masker ketika salat berjamaah di masjid atau musala dalam keadaan belum bebas dari pandemi Covid-19 seperti sekarang ini tidak termasuk dalam larangan di atas dan tidak merusak keabsahan salat.
Apalagi pada masa ancaman wabah seperti sekarang ini, masker merupakan salah satu alat pelindung diri yang sangat dianjurkan dipakai ketika berada di luar rumah, termasuk ketika harus ke masjid atau musala untuk salat berjamaah. Dengan demikian, masker telah menjadi suatu kebutuhan (al-ḥājah) mendasar yang mendesak untuk dipenuhi. Hal ini selaras dengan kaidah fikih, adanya suatu kebutuhan menempati kondisi kedaruratan secara umum maupun khusus.
c. Jamaah salat terbatas hanya bagi masyarakat di sekitar masjid, musala atau langgar dengan pembatasan kuantitas/jumlah jamaah maksimal 30% dari kapasitas tempat atau sesuai arahan dari pihak yang berwenang. Hal ini dalam rangka kewaspadaan dan menghindari mudarat yang mungkin timbul, sesuai dengan petunjuk ayat dan hadis yang yang dikutip pada angka 2 di atas.
d. Anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit dan orang yang memiliki penyakit comorbid tidak dianjurkan mengikuti kegiatan berjamaah di masjid, musala atau langgar. Hal ini dalam rangka kewaspadaan dan berhati-hati guna menghindari tertular Covid-19 serta sejalan dengan ayat dan hadis yang dikutip pada angka 2 di atas serta memperhatikan pula semangat pada hadis Nabi saw berikut,
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Jangan orang sakit dicampurbaurkan dengan yang orang sehat [H.R. Muslim].
Dari ‘Abdullāh Ibn ‘Āmir (diriwayatkan) bahwa ‘Umar pergi menuju Syam. Ketika sampai di wilayah Sargh, ia mendapatkan kabar tentang wabah yang sedang terjadi di Syam. ‘Abd ar-Raḥmān Ibn ‘Auf lalu menginformasikan kepada ‘Umar bahwa Nabi suatu ketika pernah bersabda: Apabila kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika wabah itu terjadi di tempat kamu berada, maka jangan keluar (pergi) dari tempat itu [H.R. al-Bukhārī].
Dari ‘Amr bin asy-Syarid, dari ayahnya (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah ada di dalam rombongan utusan Bani Ṡaqīf seorang lelaki yang mengidap sakit kusta (penyakit menular) ingin berbaiat kepada Nabi. Ketika mengetahui hal tersebut, Rasulullah lalu mengirimkan seorang utusan yang menyampaikan pesan kepadanya bahwa: Sesungguhnya kami (Rasulullah) telah menerima baiatmu, maka pulanglah sekarang [H.R. Muslim].
e. Menerapkan protokol kesehatan lainnya seperti mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk masjid, memakai perlengkapan salat seperti sarung, peci, mukena dan sajadah milik sendiri (membawa dari rumah) dan lain-lain, dalam rangka melakukan pencegahan penularan Covid-19. Hal ini sebagaimana prinsip dalam kaidah fikihiah berikut, Menutup jalan kerusakan.
f. Takmir hendaknya menjaga kebersihan masjid/musala setiap hari sebelum dan sesudah digunakan untuk ibadah. Takmir hendaknya pula menyiapkan segala perlengkapan pelindung diri untuk mendukung pelaksanaan ibadah secara bersih dan aman di masjid/musala, seperti penyediaan masker dan sabun cuci tangan atau hand sanitizer. Takmir hendaknya juga memastikan kualitas ventilasi (adanya aliran udara luar dan dari dalam masjid/musala) yang baik di ruangan masjid/musala. Hal ini sebagaimana prinsip dalam kaidah fikihiah di atas.
6. Kajian atau pengajian yang beriringan dengan kegiatan salat berjamaah seperti kuliah subuh atau ceramah tarawih dapat dilakukan dengan mengurangi durasi waktu agar tidak terlalu panjang dan tetap menerapkam protokol kesehatan lainnya secara disiplin.
Namun demikian, jika ditemukan kasus positif Covid-19 di sekitar masjid/musala terkait, kajian atau pengajian hendaknya dilaksanakan secara daring atau dengan membagikan materi/makalah kepada jamaah di rumah atau melalui media daring.
Sedangkan pengajian akbar yang mendatangkan banyak jamaah dan berpotensi menimbulkan konsentrasi orang banyak tidak dianjurkan.
7. Buka Bersama (Takjilan), sahur bersama, tadarus berjamaah, iktikaf dan kegiatan lainnya di masjid/musala dan sejenisnya yang melibatkan banyak orang dan di dalamnya terdapat perilaku yang berpotensi menjadi sebab penyebaran virus Covid 19 seperti makan bersama, tidak dianjurkan.
8. Takbir Idulfitri diutamakan dilakukan di rumah masing-masing. Takbir Idulfitri boleh dilakukan di masjid, musala atau langgar dengan syarat tidak ada jamaah di sekitarnya yang terindikasi positif Covid-19, dilakukan pembatasan jumlah orang dan tetap menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19 secara disiplin.
9. Kegiatan syiar anak-anak seperti tarawih berjamaah, takjilan, maupun takbiran keliling tidak dianjurkan. Pengajian atau kegiatan syiar lainnya seperti lomba keagamaan untuk anak-anak dapat dilakukan secara daring.
10. Salat Idulfitri bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya ada penularan Covid-19 dapat dilakukan di rumah dan bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada penularan Covid-19, salat Idulfitri dapat dilaksanakan di lapangan kecil atau tempat terbuka di sekitar tempat tinggal dalam jumlah jamaah yang tidak membawa kerumunan besar, dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan, yaitu:
a. salat dengan saf berjarak;
b. salat menggunakan masker;
Selain itu, larangan dalam hadis ini pun tidak berlaku umum karena memiliki sebab yang khusus, yaitu agar tidak menyerupai kaum Majusi (Syarḥ Sunan Abī Dāwūd karya Badr ad-Dīn al-‘Aini).
Oleh karena itu, menutup sebagian wajah dengan masker ketika salat berjamaah di masjid atau musala dalam keadaan belum bebas dari pandemi Covid-19 seperti sekarang ini tidak termasuk dalam larangan di atas dan tidak merusak keabsahan salat.
Apalagi pada masa ancaman wabah seperti sekarang ini, masker merupakan salah satu alat pelindung diri yang sangat dianjurkan dipakai ketika berada di luar rumah, termasuk ketika harus ke masjid atau musala untuk salat berjamaah. Dengan demikian, masker telah menjadi suatu kebutuhan (al-ḥājah) mendasar yang mendesak untuk dipenuhi. Hal ini selaras dengan kaidah fikih, adanya suatu kebutuhan menempati kondisi kedaruratan secara umum maupun khusus.
c. Jamaah salat terbatas hanya bagi masyarakat di sekitar masjid, musala atau langgar dengan pembatasan kuantitas/jumlah jamaah maksimal 30% dari kapasitas tempat atau sesuai arahan dari pihak yang berwenang. Hal ini dalam rangka kewaspadaan dan menghindari mudarat yang mungkin timbul, sesuai dengan petunjuk ayat dan hadis yang yang dikutip pada angka 2 di atas.
d. Anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit dan orang yang memiliki penyakit comorbid tidak dianjurkan mengikuti kegiatan berjamaah di masjid, musala atau langgar. Hal ini dalam rangka kewaspadaan dan berhati-hati guna menghindari tertular Covid-19 serta sejalan dengan ayat dan hadis yang dikutip pada angka 2 di atas serta memperhatikan pula semangat pada hadis Nabi saw berikut,
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Jangan orang sakit dicampurbaurkan dengan yang orang sehat [H.R. Muslim].
Dari ‘Abdullāh Ibn ‘Āmir (diriwayatkan) bahwa ‘Umar pergi menuju Syam. Ketika sampai di wilayah Sargh, ia mendapatkan kabar tentang wabah yang sedang terjadi di Syam. ‘Abd ar-Raḥmān Ibn ‘Auf lalu menginformasikan kepada ‘Umar bahwa Nabi suatu ketika pernah bersabda: Apabila kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika wabah itu terjadi di tempat kamu berada, maka jangan keluar (pergi) dari tempat itu [H.R. al-Bukhārī].
Dari ‘Amr bin asy-Syarid, dari ayahnya (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah ada di dalam rombongan utusan Bani Ṡaqīf seorang lelaki yang mengidap sakit kusta (penyakit menular) ingin berbaiat kepada Nabi. Ketika mengetahui hal tersebut, Rasulullah lalu mengirimkan seorang utusan yang menyampaikan pesan kepadanya bahwa: Sesungguhnya kami (Rasulullah) telah menerima baiatmu, maka pulanglah sekarang [H.R. Muslim].
e. Menerapkan protokol kesehatan lainnya seperti mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk masjid, memakai perlengkapan salat seperti sarung, peci, mukena dan sajadah milik sendiri (membawa dari rumah) dan lain-lain, dalam rangka melakukan pencegahan penularan Covid-19. Hal ini sebagaimana prinsip dalam kaidah fikihiah berikut, Menutup jalan kerusakan.
f. Takmir hendaknya menjaga kebersihan masjid/musala setiap hari sebelum dan sesudah digunakan untuk ibadah. Takmir hendaknya pula menyiapkan segala perlengkapan pelindung diri untuk mendukung pelaksanaan ibadah secara bersih dan aman di masjid/musala, seperti penyediaan masker dan sabun cuci tangan atau hand sanitizer. Takmir hendaknya juga memastikan kualitas ventilasi (adanya aliran udara luar dan dari dalam masjid/musala) yang baik di ruangan masjid/musala. Hal ini sebagaimana prinsip dalam kaidah fikihiah di atas.
6. Kajian atau pengajian yang beriringan dengan kegiatan salat berjamaah seperti kuliah subuh atau ceramah tarawih dapat dilakukan dengan mengurangi durasi waktu agar tidak terlalu panjang dan tetap menerapkam protokol kesehatan lainnya secara disiplin.
Namun demikian, jika ditemukan kasus positif Covid-19 di sekitar masjid/musala terkait, kajian atau pengajian hendaknya dilaksanakan secara daring atau dengan membagikan materi/makalah kepada jamaah di rumah atau melalui media daring.
Sedangkan pengajian akbar yang mendatangkan banyak jamaah dan berpotensi menimbulkan konsentrasi orang banyak tidak dianjurkan.
7. Buka Bersama (Takjilan), sahur bersama, tadarus berjamaah, iktikaf dan kegiatan lainnya di masjid/musala dan sejenisnya yang melibatkan banyak orang dan di dalamnya terdapat perilaku yang berpotensi menjadi sebab penyebaran virus Covid 19 seperti makan bersama, tidak dianjurkan.
8. Takbir Idulfitri diutamakan dilakukan di rumah masing-masing. Takbir Idulfitri boleh dilakukan di masjid, musala atau langgar dengan syarat tidak ada jamaah di sekitarnya yang terindikasi positif Covid-19, dilakukan pembatasan jumlah orang dan tetap menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19 secara disiplin.
9. Kegiatan syiar anak-anak seperti tarawih berjamaah, takjilan, maupun takbiran keliling tidak dianjurkan. Pengajian atau kegiatan syiar lainnya seperti lomba keagamaan untuk anak-anak dapat dilakukan secara daring.
10. Salat Idulfitri bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya ada penularan Covid-19 dapat dilakukan di rumah dan bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada penularan Covid-19, salat Idulfitri dapat dilaksanakan di lapangan kecil atau tempat terbuka di sekitar tempat tinggal dalam jumlah jamaah yang tidak membawa kerumunan besar, dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan, yaitu:
a. salat dengan saf berjarak;
b. salat menggunakan masker;