Renungan: Menagih Janji Tuhan, Apa Itu Harta Segalanya?

Minggu, 18 April 2021 - 04:52 WIB
Puasa adalah perintah. Cara untuk mencapai Tuhannya. Jadi tubuh kita puasa dari makanan dan minuman, sementara batin kita melintasi jarak. "Dan bahwa kepada Tuhanmu, Kami kembali" (Q 53:42).

Pada akhir perjalanan, ketika waktu maghrib tiba, kita berhenti untuk berbuka. Makanan dan minuman untuk berbuka akan menjadi sumber kekuatan. Kesenangan seperti ini melingkupi seluruh jiwa sehingga semua kegembiraan lainnya menjadi kesedihan dan kesulitan.

Lalu bagaimana dengan hal yang menyenangkan kedua; melihat Allah?

Ini jelas tidak akan pernah dapat ditangkap melalui penjelasan dan sebagai sesuatu yang harus dialami: "Siapa yang tidak merasakan sesuatu, dia tidak mengerti apa-apa"

Ada 70.000 tirai hijab Allah. Bahkan jika salah satu dari tirai itu diangkat, sinar wajah-Nya dapat dilihat. Dalam tahap tabir cahaya, semuanya dapat dinikmati, akan tetapi siapa yang bisa menjelaskan semua itu?

Ada satu kisah tentang seorang sufi Khwaja Ma'ruf Karkhi yang asyik dalam kontemplasi. Dia berdiri di bawah tahta ilahi, menyanyi memuji Allah dalam kelimpahan syukur.

Kendati tahu siapa sosok sufi ini, Allah bertanya pada malaikat: "Siapa ini?" Salah satu malaikat menjawab: " Ya Allah, ini adalah hamba yang Engkau bedakan!"

Allah berfirman: "Hamba-Ku Ma'ruf Karkhi mabuk dengan anggur cinta-Ku. Tidak ada yang bisa memulihkan diri dari cinta-Ku kecuali dengan melihat-Ku!"

Ini juga merupakan makna dari apa yang dikatakan Tuhan dalam Taurat: "Buatlah perut kamu lapar, hati dan tubuh kamu haus dan lapar, sehingga memungkinkan kamu melihat Allah di dunia ini".



Dia yang telah melihat, telah tiba. Dan barang siapa yang telah sampai pada Allah telah melampaui tahap kefanaan hal-hal dan bahkan lebih dari itu dari keabadian. Dia telah dikonsumsi dalam adorasi wajah ilahi." Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap" (Q 17:81).

Syaikh Ibn al-'Arabi mendefinisikan 'Melihat Tuhan adalah harta segalanya'. Sebuah stasiun spiritual yang sangat tinggi, yang dicirikan oleh rahasia, manifestasi Ilahi dan wahana spiritual.

Sedangkan kita lebih banyak yang baru pada tahab mendapatkan lapar dan dahaga dari puasa sehinga patut malu menagih janji Tuhan.

.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Aisyah radliallahu 'anha berkata, Janganlah kamu meninggalkan shalat malam (qiyamul lail), karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya, bahkan apabila beliau sedang sakit atau kepayahan, beliau shalat dengan duduk.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 1112)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More