Meneladani Ibrahim: Teladan dalam Membangun Komunitas Umat (Bagian 1)

Minggu, 25 Juli 2021 - 09:36 WIB
Dalam proses tumbuh sebagai remaja, akal pikiran Ibrahim juga mengalami tingkatan kuriositas yang sangat tinggi. Keingin tahuan Ibrahim yang tinggi itu mengantarkannya kepada wawasan pemikiran yang tajam tapi terkontrol.

Bagaimana beliau berproses dalam menuju kepada kebenaran mutlak Ilahi. Dari bintang-bintang ke bulan dan matahari, pada akhirnya kepada sebuah kesimpulan bahwa "Sesungguhnya Tuhan itu adalah yang mencipta langit dan bumi yang tiada sekutu baginya". Ibrahim pun membangun kesadaran dan komitmen menghadapkan wajah hanya padaNya seraya berserah dan tidak akan menyekutukanNya."

Keyakinan yang unshakable (kokoh) ini menjadikannya terdorong untuk menjadi agen perubahan (agent of change) dalam masyarakat. Diapun mulai mengajak masyarakat, bahkan Ayahnya sendiri untuk merubah kesyirikan itu kepada Tauhid.

Pelajaran dari penggalan sejarah ini adalah bahwa proses pembentukan masyarakat atau Umat tidak bisa terlepas dari perjuangan dakwah. Realita ini merupakan sunnatullah yang kita ambil dari sejarah panjang para nabi dan rasul. Bahwa Umat dan peradaban tidak akan terwujud kecuali dengan komitmen perjuangan dalam dakwah. Dakwahlah yang menjadi pintu terbentuknya Umat dan peradaban.

Demikianlah Ibrahim terus melangkah dalam mendakwahkan tauhid di masanya. Dan sebagaimana tabiat Dakwah itu sendiri, resistensi demi resistensi juga semakin menguat. Dari sesama pemuda, masyarakat umum, hingga ke raja bahkan ayahnya sendiri menentang ajakan Ibrahim untuk mengimani "laa ilaaha illa Allah".

Hingga suatu ketika Ibrahim dengan darah mudanya, diam-diam menghancurkan berhala-berhala yang ada di rumah ibadah masyarakatnya. Dan itu dilakukan di saat raja dan sebagian masyarakat sedang keluar daerah untuk pelasiran. Ibrahim menghancurkan semua paying itu kecuali yang terbesar. Kampak yang dipakai pun digantungkan ke pundak patung besar itu.

Sekembali dari pelasiran sang raja bergegas ke rumah ibadah untuk melakukan ritual ibadah. Ternyata patung-patung mereka telah hancur kecuali patung terbesar. Sang raja marah besar dan meminta agar yang melakukan pengrusakan itu ditangkap.

Singkat cerita Ibrahim pun ditangkap dan dihadirkan ke hadapan sang raja. Di sìnilah terjadi dialog yang menegangkan, tapi sangat menarik untuk disimak:

Raja: "Wahai Ibrahim, kamukah yang merusak tuhan-tuhan kami"? Ibrahim: "Justru yang besar ini telah melakukannya maka tanya dia kalau dia bisa berbicara."

Di saat itulah sang raja dan pengikutnya tersadarkan. Sadar akan kezaliman (kesyirikan) yang mereka lakukan itu salah. Seburuk apapun manusia nurani atau sinar fitrahnya akan memancar. Di saat itulah manusia sadar akan kezholiman yang dilakukannya.

Di sisi lain Ibrahim menemukan pintu masuk untuk berdakwah. Dia berkata kepada sang raja dan rakyatnya: “kenapa kalian menyembah sesuatu yang tidak paham dan tidak berbicara”?

Pelajaran penting dari penggalan sejarah ini adalah bahwa Dakwah itu memerlukan intelijensia yang tinggi. Selain intelijensia Dakwah juga memerlukan kemampuan komunikasi (commmunication skill) yang handal. Dan Ibrahim adalah sosok yang pintar dan memiliki kemampuan komunikasi yang luar biasa.

Wawasan dan pemikiran yang luas dalam dakwah, didukung oleh skill komunikasi yang handal menjadikan pesan-pesan keislaman akan lebih efektif dan bermakna. Sayang memang seringkali Dakwah yang kita lakukan berwawasan sempit. Apalagi Dakwah itu memakai “komunikasi bolduzer” yang menyeramkan. Dakwah jadinya bukan ajakan. Justeru berbalik menjadi pengusiran.

Lalu apa yang terjadi kepada Ibrahim selanjutnya?

(Bersambung)!

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
Halaman :
cover top ayah
وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

(QS. Al-A'raf Ayat 96)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More