Menjadi Menantu Abu Lahab, Kisah Pilu Ruqayyah Putri Rasulullah

Jum'at, 29 Mei 2020 - 16:00 WIB
Menggambarkan situasi kepulangan Ruqayyah ke tempat tinggal Doktor Aisyah Abdurrahman mengatakan, "Ruqayyah telah kembali ke rumah ayahnya dengan penuh kerinduan dan susah payah. Kedua saudarinya, Ummu Kultsum dan Fathimah, sangat gembira bertemu denganya. Mereka merangkul dan mendekap Ruqayyah dengan air mata yang mengalir meski telah berusaha untuk menahan diri. Ruqayyah melepaskan diri dari rangkulan mereka dan bertanya dengan penuh rasa penasaran: "Di manakah ayahku, di manakah ibuku?"

Mereka pun menjawab: Ayahmu baik-baik saja. Beliau sedang keluar untuk menemui mereka yang baru saja pulang bersamamu dari tanah hijrah di Habasyah.' Namun, bibir mereka bergetar dan menyembunyikan ratapan.

Ruqayyah kembali bertanya dengan hati yang mulai khawatir: 'Ibuku, di manakah ibuku?'

Ummu Kultsum menunduk dan diam tanpa menjawab sepatah kata pun. Adapun Fathimah meninggalkan ruangan sambil menangis. Saat itulah, Ruqayyah berhenti bertanya. la berjalan gontai menuju kamar almarhumah ibunya. la pun terbaring di atas ranjang dengan pandangan kosong dan hampa.

Sampai akhirnya, datanglah sang ayah, Rasulullah SAW, yang segera mencairkan kebekuan jiwa Ruqayyah dengan pertemuan yang hangat. Dengan sangat simpatik, Rasulullah menyingkirkan batu-batu kepedihan yang menyesakkan dada putrinya itu.

Air mata kesedihan dan duka mengalir deras dari kedua matanya lalu ia mendekap dada yang mulia dan lapang itu. Ruqayyah kembali menjadi tenang dan sabar.

Datanglah sang suami, Utsman ibn Affan, mengusap air mata Ruqayyah saat air mata itu membasahi jiwanya yang mengalir dalam hati karena kepergian sang ibu, Khadijah junjungan seluruh wanita Quraisy.

Tak lama kemudian, kaum Muslimin memutuskan hijrah ke Madinah. Ruqayyah juga ikut hijrah bersama suaminya, Utsman, sehingga dia menjadi wanita yang hijrah dua kali.

Rasulullah mengizinkan keluarga dan para sahabatnya untuk hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Salah satu Muhajirin yang paling awal melakukan hijrah adalah Utsman ibn Affan dan istrinya Ruqayyah binti Rasulullah.

Mereka berharap mendapat kehidupan yang lebih baik, bahagia, dan tenang hingga hari-harinya mampu diisi dengan ibadah, baik untuk dunia maupun akhirat.

Hari-hari pertama saat mereka berada di Madinah al-Munawwarah merupakan hari yang penuh kebahagiaan dan ketenangan. Mereka hidup bersama putra tercinta, Abdullah ibn Utsman. Keluarga mereka diselimuti oleh cinta dan kebahagiaan ketika Rasulullah datang sambil menggendong putra mereka dengan penuh kelembutan dan kasih sayang disertai untaian senyum yang menenteramkan hati. Kebahagiaan beliau menimbulkan kebahagiaan bagi seluruh kaum Muhajirin maupun Anshar.

Namur kebahagiaan itu segera sirna saat sang anak tercinta Abdullah ibn Utsman jatuh sakit hingga kemudian meninggal dunia dalam usia enam tahun. Ruqayyah kembali mengalami sedihnya perpisahan sesudah kepergian sang ibu.

la pun menyirami bumi dengan air mata karena merasakan pahitnya duka atas kematian yang begitu menekan jiwanya. Kondisinya itu pada akhirnya menyebabkan Ruqayyah jatuh sakit dan menderita demam yang cukup tinggi.

Perang Badar

Tak berapa lama kemudian bergema seruan Perang Badar. Para sahabat bersiap-siap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun sakit Ruqayyah belum juga sembuh. Rasulullah pun memerintahkan Utsman bin Affan untuk tetap tinggal menemani dan merawat istrinya.

Utsman ibn Affan tetap berada di samping istrinya tercinta yang sakitnya semakin parah dan mulai dibayang-bayangi oleh kematian. Utsman memandangi wajah Ruqayyah yang layu dan pucat.

Ketenangan pun hilang dari hatinya, berganti dengan kesedihan yang menyelimuti segenap jiwanya. Napas terengah yang dihirup oleh Ruqayyah dengan susah payah, meski samar-samar, menunjukkan dengan gamblang akan tanda-tanda kematiannya.

la telah menapaki jalan yang sama dengan jalan yang dilewati oleh sang ibu, Ummul Mukminin Khadijah ra, sebelumnya. Jalan menuju keabadian di dalam kerajaan Allah, Tuhan seluruh alam.

Sang suami tercinta yang setia mendampinginya tidak bisa melihat dengan jelas sang istri karena terhalang oleh air mata. Saat itu Ruqayyah sedang menghadapi sakratulmaul untuk menghadap Tuhan Yang Maha Mulia. Begitu suara kaum Muslimin yang pulang dari Perang Badar terdengar menggema di angkasa mengumandangkan kalimat, "Allahu Akbar", pertanda bahwa kemenangan telah berhasil diraih, nyawa Ruqayyah binti Rasulullah itu telah sampai waktunya untuk mengucapkan salam perpisahan pada dunia yang fana ini, berjalan menuju alam akhirat yang penuh keabadian.

Ruqayyah wafat pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijrah di kala Rasulullah SAW masih berada di medan Badar. Berita wafatnya Ruqayyah ini dikabarkan oleh Zaid bin Haritsah. Pada saat wafatnya Ruqayyah, Rasulullah SAW berkata, "Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz’un."
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
اِنَّمَا التَّوۡبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيۡنَ يَعۡمَلُوۡنَ السُّوۡٓءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوۡبُوۡنَ مِنۡ قَرِيۡبٍ فَاُولٰٓٮِٕكَ يَتُوۡبُ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ‌ؕ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيۡمًا حَكِيۡمًا
Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya pantas bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

(QS. An-Nisa Ayat 17)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More