Ijtihad Umar bin Khattab dari Soal Khamar Sampai Urusan Jilbab

Rabu, 10 Juni 2020 - 13:31 WIB
Pengalaman praktis ini jugalah yang menggugah pikirannya mengenai para tawanan Badar, mengenai Abdullah bin Ubai dan mengenai Perjanjian Hudaibiah. Ini juga yang kemudian menggugah pikirannya, yang tidak disertai turunnya wahyu, mengenai persoalan-persoalan umat Islam umumnya, atau yang khusus mengenai Nabi.

Muhammad Husain Haekal dalam “Umar bin Khattab” menjelaskan kegemaran penduduk Makkah terhadap minuman keras, dan Umar pun di masa jahiliah termasuk orang yang sudah sangat kecanduan khamar.

Kala itu, kaum Muslimin juga gemar minum minuman keras selama mereka masih tinggal di Makkah sampai beberapa tahun kemudian setelah hijrah ke Madinah. Umar melihat betapa minuman itu dapat membakar amarah hati orang dan membuat peminumnya saling mengecam dan memaki.

Tidak jarang orang-orang Yahudi dan kaum munafik menggunakan kesempatan minum minuman itu untuk membangkitkan pertentangan lama antara Aus dengan Khazraj. Sehubungan dengan itu Umar menanyakan soal minuman keras ini kepada Rasulullah — ketika itu Qur'an belum menyinggungnya.

Baca Juga: Biografi Umar Bin Khattab, Khalifah Kedua yang Menaklukkan Romawi dan Persia
Nabi SAW berkata: Allahumma ya Allah, jelaskanlah soal ini kepada kami. Setelah itu kemudian turun ayat ini: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, keduanya mengandung dosa hesar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." (Qur'an, 2:219). Karena dalam ayat ini minuman belum merupakan larangan kaum Muslimin tetap saja menghabiskan waktu malam dengan minum minuman khamar sebanyak-banyaknya. Kalau mereka melakukan salat, sudah tidak tahu lagi apa yang mereka baca.

Kembali Umar bertanya. Rasulullah berkata lagi: Allahumma ya Allah, jelaskanlah tentang khamar itu kepada kami. Minuman ini merusak pikiran dan harta! Kemudian turun ayat ini: "Orang-orang beriman! Janganlah kamu mendekati salat dalam keadaan mabuk supaya kamu tahu apa yang kamu ucapkan."

Sejak itu muazin menambahkan seruan “orang yang mabuk jangan mendekati salat”. Kaum Muslimin sudah mulai mengurangi minum khamar kendati belum berhenti sama sekali.

Pengaruh buruk yang ada pada sebagian mereka masih terasa. Ketika sedang minum-minum salah seorang dari Ansar sempat mencederai salah seorang dari Muhajirin dengan tulang unta yang mereka makan akibat perselisihan di antara mereka. Dan ada dua suku yang sedang mabuk bertengkar lalu mereka saling tikam.



Umar kembali berkata setelah melihat semua itu: Ya Allah, jelaskanlah kepada kami tentang hukum khamar ini dengan tegas, sebab ini telah merusak pikiran dan harta. Setelah itu Rasulullah menerima wahyu dari Allah: "Mai orang-orang beriman! Bahwa anggur dan judi, dan (persembahan kepada) batu-batu, atau meramal nasib dengan anak panah, suatu perbuatan keji buatan setan. Jauhilah supaya kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi maksud setan hanya akan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan mengalangi kamu mengingat Allah dan melaksanakan salat. Tidakkah kamu hendak berhenti juga?" (Qur'an, 5:90-91).

Di kalangan Muslimin ada orang yang merasa kurang senang dengan larangan itu, lalu berkata: Mungkinkah khamar itu kotor, keji, padahal sudah bersarang di perut si polan dan si polan yang sudah terbunuh dalam Perang Uhud, di perut si anu dan si anu yang sudah terbunuh dalam Perang Badr?

Maka firman Allah ini turun: "Bagi mereka yang beriman dan berbuat baik tiada berdosa atas apa yang mereka makan (waktu lalu), selama mereka menjaga diri dan beriman dan berbuat segala amal kebaikan, kemudian menjaga diri dan beriman, kemudian sekali lagi menjaga diri dan berbuat baik. Allah mencintai orang yang berbuat amal kebaikan. " (Qur'an, 5:93).

Demikian salah satu peranan Umar sehubungan dengan beberapa persoalan umat Islam secara umum sebelum ada ketentuan wahyu. Menurut Haekal, mengenai hubungan dengan Rasulullah secara pribadi dalam pandangan Umar bukan tidak sama dengan segala urusan Muslimin yang lain. Oleh karenanya tidak segan-segan ia membicarakannya dengan Nabi. (Baca juga : Perang Badar (1): Menguji Kesetiaan Kaum Anshar )



Hijab

Al-Bukhari menyebutkan dengan mengacu kepada Aisyah yang mengatakan: Umar berkata kepada Rasulullah Sallalldhu 'alaihi wa sallam: "Pasangkan hijablah untuk istri-istrimu. Tetapi Nabi tidak melakukannya. Ketika itu istri-istri Nabi malam-malam pergi ke tempat-tempat orang buang air. Suatu ketika Umar bin Khattab melihat Saudah binti Zam'ah — sosok perempuan ini tinggi — maka kata Umar: saya mengenal Anda, Saudah. Harapannya supaya memakai hijab, maka Allah menurunkan ayat hijab."

Baca Juga: :Perang Badar (2): Bukti Dahsyatnya Kekuatan Doa dan Keyakinan



Disebutkan bahwa Umar berkata: "Rasulullah, yang datang kepada Anda ada orang yang baik, ada yang jahat. Sebaiknya para Ummul-mu'minin ('Ibu orang-orang beriman') suruh memakai hijab."

Ayat hijab seperti firman Allah ini: "Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan lain mana pun; jika kamu bertakwa, janganlah terlalu lunak bicara, supaya orang yang ada penyakit di dalam hatinya, tidak bangkit nafsunya; tapi bicaralah dengan kata-kata yang baik. Dan tinggallah di rumah kamu dengan tenang, dan janganlah memamerkan diri seperti orang jahiliah dulu; dirikanlah salat dan keluarkanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; Allah hanya hendak menghilangkan segala yang nista dari kamu, ahli bait, dan membuat kamu benar-benar suci dan bersih. " (Qur'an, 33:32-33).

Baca Juga: :Pesan Nabi, Teladanilah Dua Orang Ini Sepeninggalku



Allah berfirman:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا (59)

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin ; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Hal itu agar mereka lebih mudah dikenal dan karena itu mereka tidak diganggu”.(al Ahzab, [33]:59).

(Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat )



Ada sejumlah riwayat yang disampaikan para ahli tafsir mengenai latarbelakang turunnya ayat ini. Satu di antaranya disampaikan oleh Ibnu Sa’d dalam bukunya al Thabaqat dari Abu Malik. Katanya : “para isteri nabi saw pada suatu malam keluar rumah untuk memenuhi keperluannya. Pada saat itu kaum munafiq menggoda dan mengganggu mereka. Mereka kemudian mengadukan peristiwa itu kepada nabi. Sesudah nabi menegur mereka, kaum munafiq itu mengatakan :”kami kira mereka perempuan-perempuan budak. Lalu turunlah ayat 59 al-Ahzab ini.(Lihat , Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, XXII/107).

Ibnu Jarir at-Thabari, guru para ahli tafsir menyimpulkan ayat ini sebagai larangan terhadap perempuan-perempuan merdeka untuk menyerupai cara berpakaian perempuan-perempuan budak. Umar pernah memukul seorang perempuan budak yang memakai jilbab, sambil menghardik :”apakah kamu mau menyerupai perempuan merdeka, hai budak perempuan?”.(Ibnu al Arabi, Ahkam al Qur-an,III/1587). ( Baca Juga: :Dua Versi Tentang Kisah Masuknya Islam Umar Bin Khattab )



Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Seorang tidak disebut mukmin saat berzina, seorang tidak disebut mukmin saat mencuri, seorang tidak disebut mukmin saat minum khamer (mabuk), dan pintu taubat akan selalu dibuka setelahnya.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 4069)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More