Muhammad bin Ali, Arsitek Dinasti Abbasiyah yang Kampanyekan Ahlul Bait

Rabu, 09 Februari 2022 - 18:15 WIB
Adapula kaum Syiah yang mengangkat putra Al-Husain bernama Ali yang lebih dikenal dengan nama Ali Zainal Abidin.

Ali Zainal Abidin ini termasuk orang yang membaiat Yazid bin Muawiyah dan Abdul Malik bin Marwan, dan tiada sumber sejarah yang menyatakan bahwa ia menuntut kekhalifahan untuk dirinya sendiri.

Mereka ini berkeyakinan, “Sesungguhnya kekhalifahan itu terbatas pada anak-cucu Ali bin Abi Thalib dari Fathimah RA".

Ketika Al-Husain merupakan orang yang terbunuh sebelum menjabat sebagai khalifah secara resmi, maka kekhalifahan itu pun menjadi hak keturunannya.



Sedangkan Ali Zainal Abidin adalah keturunan yang tersisa dari Al-Husain setelah peristiwa Karbala. Mereka berkata, “Sesungguhnya Ali merupakan orang yang mendapatkan wasiat, di mana Rasulullah mewasiatkan kepadanya sebagai khalifah dan kemudan dilanjutkan dengan Al-Hasan sesudahnya, lalu Al-Husain dan Ali. Dan, beginilah seharusnya kepemimpinan umat ini mendapatkan legitimasi.” Mereka ini dikenal sebagai Syiah Imamiyah.

Ali bin Abdullah bin Abbas

Anak sulung Al-Abbas ketika itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, di mana darinyalah tersebar para pemimpin Bani Abbasiyah yang tersohor. Ia meninggalkan Hijaz dan menetap di Hamimah. Di sini Bani Umayyah memberikannya tempat berdasarkan instruksi dari Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik.

Ide dan pemikiran tentang pemindahan kekhalifahan kepada putra-putra Al-Abbas terbersit sejak masa Ali bin Abdullah bin Abbas ini.

Dikatakan, pada dasarnya faktor dari terbentuknya ide dan pemikiran tersebut adalah, Abu Hasyim bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib ketika menjelang meninggalnya berada di Hamimah, di kediaman sepupunya. Ia melepaskan haknya sebagai khalifah kepada Ali bin Abdullah ini dan putra-putranya dan ia juga menyampaikan pesan kepada para pendukungnya tentang hal itu.

Oleh karena itu, kaum Syiah Kisaniyah mendukung Ali bin Abdullah bin Abbas.

Sedangkan kaum Syiah yang lain, setelah Ali Zainal Abidin wafat, menjadi tercerai-berai. Ada di antara mereka yang mengangkat Muhammad Al-Baqir sesudahnya karena meyakini bahwa dialah pemimpin setelah ayahnya.

Adapula yang berkeyakinan bahwa, “Sesungguhnya kekhalifahan adalah hak bagi semua keturunan Fathimah yang berilmu pengetahuan, pemberani, dan dermawan.”

Di antara mereka ini ada yang membantu Zaid bin Ali bin Al-Husain, dan mereka inilah yang kemudian dikenal dengan Syiah Zaidiyyah.

Mereka yang berupaya menggapai kekhalifahan dan merebutnya dari Bani Umayyah adalah Syiah Kisaniyah, yang membantu Ali bin Abdullah. Sedangkan Syiah Zaidiyyah adalah kaum Syiah yang membantu Zaid dan putranya, Yahya.

Sikap Kaum Syiah

Syaikh Muhammad Al-Khudari menjelaskan, sepeninggal Ali bin Abdullah dan Muhammad Al-Baqir yang wafat dalam waktu yang berdekatan di Hamimah, maka loyalitas Syiah Kisaniyah dialihkan kepada Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas karena ayahnya telah mewasiatkannya demikian.

Sedangkan loyalitas Syiah Imamiyah dialihkan kepada Jafar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir. Para pendukung pemimpin tersebut tidak melakukan suatu tindakan apapun agar kekhalifahan dilimpahkan dan dikembalikan kepada orang yang berhak menerimanya berdasarkan pandangan mereka.

Sedangkan Syiah Zaidiyyah, mereka menyerukan dakwah dan dukungan kepada Zaid bin Ali, yang melancarkan pemberontakan di Kufah dan menuntut kekhalifahan.

Hanya saja, Bani Umayyah belum tampak kesalahannya di hadapan mereka yang di kemudian hari juga mengakhiri hidup mereka. Akibatnya, mudah bagi Bani Umayyah untuk mengalahkan dan menumpas pemberontakan kaum Syiah Zaidiyah. Mereka pun membunuh dan menyalibnya.

Pemberontakan dilanjutkan putranya bernama Yahya dan juga berakhir seperti ayahnya.



Perekrutan Juru Kampanye

Syaikh Muhammad Al-Khudari melanjutkan, adapun Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, maka ia merupakan pemimpin dan tokoh utama kaumnya. Ia berpandangan bahwa pemindahan kekuasaan dari suatu dinasti kepada dinasti lain haruslah didahului dengan kesiapan mental dan pemikiran umat yang matang sebagai persiapan awal pemindahan tersebut.

Semua upaya pemindahan yang sifatnya mendadak tanpa konsep yang memadai, pastilah berakibat pada kegagalan. Ia berpandangan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan dengan berhati-hati dan tekad yang kuat. Karena itu, ia menganjurkan dan menyerukan kepada para pendukungnya agar membentuk dan merekrut juru dakwah atau kampanye.

Tugas para jurkam ini adalah menyerukan kepada masyarakat untuk loyal kepada Ahlul Bait tanpa menyebutkan seseorang sebagai yang diutamakan (pemimpin tertinggi). Hal ini dilakukan demi menghindari kecurigaan dan pengawasan dari Bani Umayyah.

Mereka berkeyakinan, wilayah yang paling subur dan kondusif untuk menyebarkan dakwah tersebut adalah Kufah dan Khurasan. Adapun Kufah, maka pusat aktivitas pendukung Ahlul Bait terutama Ali bin Abi Thalib, sejak lama mereka dapat mengumpulkan mereka di sana dan menjadikannya sebagai pusat aktivitas dan kontrol mereka.

Sedangkan Khurasan, maka ladang dakwah di daerah tersebut terfokus pada dua persoalan pokok:

Pertama: Ide kaum Syiah mudah dipahami penduduk Khurasan, yang bermuara pada pemindahan kekhalifahan kepada Ahlul Bait Rasulullah, yang merupakan pembawa risalah dan pemimpin umat.

Ide dan pemikiran semacam ini sangat dekat dengan kekuasaan yang mereka wariskan secara turun temurun di kalangan keluarga kerajaan, dan kekuasaan tersebut tidak boleh berpindah kepada selain keluarga kerajaan. Kecuali jika dilakukan melalui tipu muslihat.

Kedua: Wilayah Persia memiliki sejarah dan penguasa klasik. Karena itu, situasi dan kondisi yang mereka alami itu memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa mereka.

Bani Umayyah memperlakukan mereka layaknya majikan kepada hamba sahayanya. Etnik Arab yang hidup di antara mereka adalah orang-orang yang memiliki suara yang harus didengar dan pengaruh yang kuat.

Tiada seorang pun dari selain orang Arab yang berhak menduduki salah satu jabatan dalam pemerintahan sipil. Penduduk Persia sangat siap untuk mengubah pemerintahan yang seperti itu dan mengeluarkan kekhalifahan kepada pemerintahan yang akan datang dengan harapan agar mereka mendapat keberuntungan yang lebih baik dan kesempatan lebih besar dibandingkan keberuntungan mereka dalam pemerintahan Bani Umayyah.



Pemetaan Wilayah

Mengenai hal ini, Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad Al-Hamdani, yang lebih dikenal dengan Ibnul Faqih dalam Al-Buldan mengatakan Muhammad bin Ali bin Abdullah memberikan nasihat kepada para juru dakwahnya ketika akan memberangkatkan mereka ke berbagai kota. Adapun Kufah dan daerah sekitarnya, maka itu merupakan wilayah pendukung Ali dan putra-putranya.

Sedangkan Bashrah dan sekitarnya, maka itu wilayah pendukung Utsman dan loyal kepadanya, dan yang menyatakan, "Jadilah hamba Allah yang terbunuh dan jangan menjadi hamba Allah yang membunuh".

Adapun Al-Jazirah, maka Haruriyah (Kaum Khawarij) yang memberontak dan orang-orang badui, bagaikan orang-orang kafir dan mereka orang-orang Islam yang berperilaku seperti orang-orang Kristen.

Adapun penduduk Syam, maka tiada yang mereka ketahui kecuali Dinasti Abu Sufyan dan loyal kepada Bani Marwan, yang menyatakan permusuhannya secara terbuka sejak lama.

Sedangkan Mekkah dan Madinah, maka lebih dikuasai para pendukung Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Akan tetapi hendaklah kalian memusatkan aktivitas dakwah di Khurasan. Karena di sana terdapat pendukung yang banyak dan ketabahan yang nyata.

Di sana terdapat jiwa-jiwa dan hati yang sehat, tidak terbagi oleh hawa nafsu dan tidak pula mengalami kerusakan. Mereka adalah tentara yang memiliki postur tubuh (yang besar), orang-orang dewasa, tokoh-tokoh terkemuka, berjambang dan berkumis, dan suara yang lantang, serta bahasa yang baik, yang keluar dari rongga tubuh bagian dalam. Dan, sesungguhnya aku sangat berharap dan optimistis akan kemunculan lampu dunia dan penerang bagi makhluk ini di bagian timur.

Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Ajarkanlah aku suatu do'a yang bisa aku panjatkan saat shalat!. Maka Beliau pun berkata: Bacalah! ALLAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN 'INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)

(HR. Bukhari No. 790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More