Muhammad bin Ali, Arsitek Dinasti Abbasiyah yang Kampanyekan Ahlul Bait
Rabu, 09 Februari 2022 - 18:15 WIB
Hanya saja, Bani Umayyah belum tampak kesalahannya di hadapan mereka yang di kemudian hari juga mengakhiri hidup mereka. Akibatnya, mudah bagi Bani Umayyah untuk mengalahkan dan menumpas pemberontakan kaum Syiah Zaidiyah. Mereka pun membunuh dan menyalibnya.
Pemberontakan dilanjutkan putranya bernama Yahya dan juga berakhir seperti ayahnya.
Perekrutan Juru Kampanye
Syaikh Muhammad Al-Khudari melanjutkan, adapun Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, maka ia merupakan pemimpin dan tokoh utama kaumnya. Ia berpandangan bahwa pemindahan kekuasaan dari suatu dinasti kepada dinasti lain haruslah didahului dengan kesiapan mental dan pemikiran umat yang matang sebagai persiapan awal pemindahan tersebut.
Semua upaya pemindahan yang sifatnya mendadak tanpa konsep yang memadai, pastilah berakibat pada kegagalan. Ia berpandangan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan dengan berhati-hati dan tekad yang kuat. Karena itu, ia menganjurkan dan menyerukan kepada para pendukungnya agar membentuk dan merekrut juru dakwah atau kampanye.
Tugas para jurkam ini adalah menyerukan kepada masyarakat untuk loyal kepada Ahlul Bait tanpa menyebutkan seseorang sebagai yang diutamakan (pemimpin tertinggi). Hal ini dilakukan demi menghindari kecurigaan dan pengawasan dari Bani Umayyah.
Mereka berkeyakinan, wilayah yang paling subur dan kondusif untuk menyebarkan dakwah tersebut adalah Kufah dan Khurasan. Adapun Kufah, maka pusat aktivitas pendukung Ahlul Bait terutama Ali bin Abi Thalib, sejak lama mereka dapat mengumpulkan mereka di sana dan menjadikannya sebagai pusat aktivitas dan kontrol mereka.
Sedangkan Khurasan, maka ladang dakwah di daerah tersebut terfokus pada dua persoalan pokok:
Pertama: Ide kaum Syiah mudah dipahami penduduk Khurasan, yang bermuara pada pemindahan kekhalifahan kepada Ahlul Bait Rasulullah, yang merupakan pembawa risalah dan pemimpin umat.
Ide dan pemikiran semacam ini sangat dekat dengan kekuasaan yang mereka wariskan secara turun temurun di kalangan keluarga kerajaan, dan kekuasaan tersebut tidak boleh berpindah kepada selain keluarga kerajaan. Kecuali jika dilakukan melalui tipu muslihat.
Kedua: Wilayah Persia memiliki sejarah dan penguasa klasik. Karena itu, situasi dan kondisi yang mereka alami itu memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa mereka.
Bani Umayyah memperlakukan mereka layaknya majikan kepada hamba sahayanya. Etnik Arab yang hidup di antara mereka adalah orang-orang yang memiliki suara yang harus didengar dan pengaruh yang kuat.
Tiada seorang pun dari selain orang Arab yang berhak menduduki salah satu jabatan dalam pemerintahan sipil. Penduduk Persia sangat siap untuk mengubah pemerintahan yang seperti itu dan mengeluarkan kekhalifahan kepada pemerintahan yang akan datang dengan harapan agar mereka mendapat keberuntungan yang lebih baik dan kesempatan lebih besar dibandingkan keberuntungan mereka dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Pemetaan Wilayah
Mengenai hal ini, Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad Al-Hamdani, yang lebih dikenal dengan Ibnul Faqih dalam Al-Buldan mengatakan Muhammad bin Ali bin Abdullah memberikan nasihat kepada para juru dakwahnya ketika akan memberangkatkan mereka ke berbagai kota. Adapun Kufah dan daerah sekitarnya, maka itu merupakan wilayah pendukung Ali dan putra-putranya.
Sedangkan Bashrah dan sekitarnya, maka itu wilayah pendukung Utsman dan loyal kepadanya, dan yang menyatakan, "Jadilah hamba Allah yang terbunuh dan jangan menjadi hamba Allah yang membunuh".
Adapun Al-Jazirah, maka Haruriyah (Kaum Khawarij) yang memberontak dan orang-orang badui, bagaikan orang-orang kafir dan mereka orang-orang Islam yang berperilaku seperti orang-orang Kristen.
Adapun penduduk Syam, maka tiada yang mereka ketahui kecuali Dinasti Abu Sufyan dan loyal kepada Bani Marwan, yang menyatakan permusuhannya secara terbuka sejak lama.
Pemberontakan dilanjutkan putranya bernama Yahya dan juga berakhir seperti ayahnya.
Perekrutan Juru Kampanye
Syaikh Muhammad Al-Khudari melanjutkan, adapun Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, maka ia merupakan pemimpin dan tokoh utama kaumnya. Ia berpandangan bahwa pemindahan kekuasaan dari suatu dinasti kepada dinasti lain haruslah didahului dengan kesiapan mental dan pemikiran umat yang matang sebagai persiapan awal pemindahan tersebut.
Semua upaya pemindahan yang sifatnya mendadak tanpa konsep yang memadai, pastilah berakibat pada kegagalan. Ia berpandangan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan dengan berhati-hati dan tekad yang kuat. Karena itu, ia menganjurkan dan menyerukan kepada para pendukungnya agar membentuk dan merekrut juru dakwah atau kampanye.
Tugas para jurkam ini adalah menyerukan kepada masyarakat untuk loyal kepada Ahlul Bait tanpa menyebutkan seseorang sebagai yang diutamakan (pemimpin tertinggi). Hal ini dilakukan demi menghindari kecurigaan dan pengawasan dari Bani Umayyah.
Mereka berkeyakinan, wilayah yang paling subur dan kondusif untuk menyebarkan dakwah tersebut adalah Kufah dan Khurasan. Adapun Kufah, maka pusat aktivitas pendukung Ahlul Bait terutama Ali bin Abi Thalib, sejak lama mereka dapat mengumpulkan mereka di sana dan menjadikannya sebagai pusat aktivitas dan kontrol mereka.
Sedangkan Khurasan, maka ladang dakwah di daerah tersebut terfokus pada dua persoalan pokok:
Pertama: Ide kaum Syiah mudah dipahami penduduk Khurasan, yang bermuara pada pemindahan kekhalifahan kepada Ahlul Bait Rasulullah, yang merupakan pembawa risalah dan pemimpin umat.
Ide dan pemikiran semacam ini sangat dekat dengan kekuasaan yang mereka wariskan secara turun temurun di kalangan keluarga kerajaan, dan kekuasaan tersebut tidak boleh berpindah kepada selain keluarga kerajaan. Kecuali jika dilakukan melalui tipu muslihat.
Kedua: Wilayah Persia memiliki sejarah dan penguasa klasik. Karena itu, situasi dan kondisi yang mereka alami itu memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa mereka.
Bani Umayyah memperlakukan mereka layaknya majikan kepada hamba sahayanya. Etnik Arab yang hidup di antara mereka adalah orang-orang yang memiliki suara yang harus didengar dan pengaruh yang kuat.
Tiada seorang pun dari selain orang Arab yang berhak menduduki salah satu jabatan dalam pemerintahan sipil. Penduduk Persia sangat siap untuk mengubah pemerintahan yang seperti itu dan mengeluarkan kekhalifahan kepada pemerintahan yang akan datang dengan harapan agar mereka mendapat keberuntungan yang lebih baik dan kesempatan lebih besar dibandingkan keberuntungan mereka dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Pemetaan Wilayah
Mengenai hal ini, Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad Al-Hamdani, yang lebih dikenal dengan Ibnul Faqih dalam Al-Buldan mengatakan Muhammad bin Ali bin Abdullah memberikan nasihat kepada para juru dakwahnya ketika akan memberangkatkan mereka ke berbagai kota. Adapun Kufah dan daerah sekitarnya, maka itu merupakan wilayah pendukung Ali dan putra-putranya.
Sedangkan Bashrah dan sekitarnya, maka itu wilayah pendukung Utsman dan loyal kepadanya, dan yang menyatakan, "Jadilah hamba Allah yang terbunuh dan jangan menjadi hamba Allah yang membunuh".
Adapun Al-Jazirah, maka Haruriyah (Kaum Khawarij) yang memberontak dan orang-orang badui, bagaikan orang-orang kafir dan mereka orang-orang Islam yang berperilaku seperti orang-orang Kristen.
Adapun penduduk Syam, maka tiada yang mereka ketahui kecuali Dinasti Abu Sufyan dan loyal kepada Bani Marwan, yang menyatakan permusuhannya secara terbuka sejak lama.
Lihat Juga :