Kisah Khalifah Muawiyah Mengganti Sistem Demokratis ke Monarki

Selasa, 15 Februari 2022 - 19:15 WIB
Mengkampayekan Yazid

Setelah menyempurnakan niatnya, pada tahun 50 H, Muawiyah mulai melancarkan manuver politik ke segala penjuru. Langkah pertama yang dilakukannya adalah mencetuskan rencana ini ke ruang publik. Ia lalu memerintahkan Dahhak bin Qais – seorang pendukung setia Muawiyah yang sudah mengabdi padanya sejak lama – untuk menyampaikan ini ke publik dengan cara yang sangat halus.

Lalu dalam satu kesempatan, setelah Muawiyah selesai pidato, Dahhak meminta izin pada Muawiyah untuk menyampaikan sesuatu hal yang menurutnya penting kepada hadirin.

Ali Audah dalam bukunya berjudul "Ali bin Abi Thalib; Sampai kepada Hasan dan Husain", memaparkan setelah diizinkan oleh Muawiyah, ia lalu memulai pidatonya dengan memuji Allah dan memohon kebaikan bagi Muawiyah. Lalu ia mulai memuji-muji Muawiyah, dan kemudian menyatakan kecemasannya, bahwa bagaimanapun, Muawiyah adalah manusia biasa. Satu saat ia akan pergi meninggal dunia, oleh karenanya sudah saatnya sekarang masyarakat memikirkan tentang penggantinya.

Dalam hal ini dia mengatakan bahwa hanya Yazid bin Muawiyah yang paling tepat menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah itu pidatonya berisi puji-pujian kepada Yazid. Dan diakhiri dengan permintaan kepada hadirin untuk ikut mendukung pendapatnya.

Hanya saja, Akbar Shah Najeebabadi menyebut deklarasi pertama terhadap Yazid dimulai ketika Muawiyah memanggil semua gubernur di wilayah kekuasaannya.

Menurutnya, sejak memulai pidatonya, Muawiyah sudah terlebih dahulu menyampaikan niatnya secara langsung kepada delegasi yang hadir.

Adapun Dahhak adalah orang pertama yang bangkit dan menguatkan pendapat Muawiyah. Sebagian hadirin pada awalnya ada yang ragu, namun alasan Muawiyah adalah karena kekuasaan Islam membutuhkan sosok pemimpin yang muda. Dengan alasan ini, hampir semua orang yang hadir menyetujui usul dan Muawiyah, kecuali satu orang, yaitu Ahnaf bin Qais yang berasal dari Mesir.



Hasan bin Ali Wafat

Setelah itu, dalam tahun 50 H tersebut, Muawiyah tidak lagi menyatakan niatnya dihadapan publik. Namun secara bertahap mendekati tokoh satu ke tokoh yang lain. Dan tak lama kemudian, di Madinah tersiar kabar bahwa Hasan bin Ali wafat.

Berita yang beredar, beliau diracun oleh istrinya yang bernama Ja’dah putri Asy’ad bin Qais, sosok yang sangat membenci Ali bin Abi Thalib. Kegaduhanpun terjadi. Rumor yang beredar, bahwa ini adalah pembunuhan politik, dan tersangka utamanya tidak lain adalah Muawiyah.

Dalam sejarah, begitu banyak informasi yang simpang siur terkait peristiwa ini. Banyak yang meyakini keterlibatan Muawiyah secara langsung dalam pembunuhan ini, namun tidak sedikit juga yang membantahnya. Bahkan menurut Muhammad Rida, Ibn Khaldun pun meragukan keterlibatan Muawiyah. Karena bagaimanapun tidak ada orang yang sanggup membayangkan seorang khalifah kaum Muslimin dapat melakukan perbuatan sekeji dan sepengecut ini kepada seorang yang sangat mulia seperti Hasan bin Ali.

Sedangkan bagi yang meyakininya, memang sangat sulit untuk membantah keterlibatan Muawiyah dalam peristiwa ini. Data yang mereka sebutkan memang demikian rinci, temasuk berapa jumlah uang yang dijanjikan oleh Muawiyah, hingga kesepakatan untuk meminang Ja’dah bagi Yazid bila Hasan bin Ali terbunuh.

Tapi terlepas dari semua itu, setelah wafatnya Hasan bin Ali, jalan politik Muawiyah semakin terbuka.

Abdullah bin Abbas menceritakan, bahwa ketika berita tentang wafatnya Hasan bin Ali tersiar di Damaskus, ia sedang berada di sana. Ketika ia sedang berada di dalam Masjid, tiba-tiba ia mendengar Muawiyah mengucapkan takbir yang disambut takbir pula oleh para prajuritnya.

Dan orang-orang yang di dalam Masjid-pun lalu bertakbir pula. Melihat peristiwa ini, Abdullah bin Abbas lalu mendatangai Muawiyah, dan Muawiyah berkata, “Ibn Abbas, anda tahu Hasan sudah meninggal?”

Ibn Abbas balik bertanya, “untuk ini anda bertakbir?”

Muawiyah menjawab dengan girang, “Iya”.

Mendengar pernyataan ini, Ibn Abbas lalu mengecam keras sikap Muawiyah tersebut.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam menggandeng tangannya dan berkata: Wahai Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu, aku wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan:  ALLAAHUMMA A'INNII 'ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu (berdzikir kepada-Mu), dan bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu.)

(HR. Sunan Abu Dawud No. 1301)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More