Kisah Yazid bin Muawiyah, Putra Mahkota Pertama dalam Sejarah Kaum Muslimin

Kamis, 17 Februari 2022 - 18:40 WIB
Al Walid memerintahkan pada pasukannya untuk mengejar mereka, namun mereka sudah jauh dan tidak mungkin lagi dikejar. Sejak keluarnya surat perintah dari Yazid, mendadak kedua orang ini (Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair) menjadi buronan kelas satu di dunia Islam.

Reaksi Pendukung Ali bin Abu Thalib

Di Kufah, sisa-sisa pendukung Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Ali bersuka cita ketika mendengar kabar kematian Muawiyah. Kepercayaan diri mereka bangkit seketika. Mereka menolak berbai’at kepada Yazid dan memilih berbai’at kepada Husein bin Ali.

Mereka lalu menulis surat kepada Husein untuk segera datang ke Kufah dan menjadi pemimpin mereka. Surat-surat yang terkumpulpun kian hari kian banyak, dan akhirnya dikirimlah surat tersebut kepada Husein bin Ali yang saat itu sudah ada di Mekkah. Mendapat undangan ini, Husein bin Ali mengutus sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil untuk terlebih dahulu melihat komitmen masyarakat Kufah.

Di Damaskus, ketika Yazid mendengar kabar tentang kebangkitan masyarakat Kufah, ia langsung meradang. Seketika ia memerintahkan al-Nu’man bin Bashir al-Ansari dicopot dari jabatannya karena dinilai tidak becus menjaga situsi.



Yazid lalu memerintahkan Ubaydallah bin Ziyad yang ketika itu sedang menjabat sebagai gubernur Basrah untuk mengendalikan situasi di sana. Tanpa ampun, Ibn Ziyad langsung bertindak memadamkan rencana subversif para pendukung Husein bin Ali. Semua yang melawan ataupun dianggap menentang perintahnya langsung dieksekusi dan dibunuh.

Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menjelaskan, hanya sebentar saja Muslim bin Aqil, utusan Husein bin Ali mendapat sambutan meriah di Kufah, tak lama setelah Ibn Ziyad memerintah Kufah, semua pendukungnya langsung menyusut drastis. Satu per satu pendukungnya dibunuh dengan kejam oleh Ibn Ziyad. Tiba-tiba Muslim bin Aqil menjadi terasing dan diburu di wilayah yang sebelumnya sangat meriah menyambutnya. Hingga akhirnya iapun tewas dibunuh oleh Ibn Ziyad.

Di Mekkah Husein bin Ali semakin terdesak. Beliau terus dimata-matai oleh anak buah Yazid, hingga akhirnya beliau memutuskan bertolak ke Kufah bersama seluruh keluarganya dan sedikit orang yang mengikutinya.

Ia diburu dan semakin terancam di mana-mana. Kesalahannya hanya satu, Beliau tidak bersedia membai’at Yazid sebagai khalifah karena memang Yazid tidak layak, dan ini sebenarnya juga diakui oleh semua orang yang “berpikir” pada masa itu. Tapi kebanyakan mereka diam, dan tidak berani angkat suara apalagi melawan.

Tiba-tiba dunia menjadi sepi bagi Husein bin Ali dan keluarganya. Mereka berjalan sekeluarga meniti gurun pasir panas Arabia. Hingga akhirnya mereka tiba di satu tepat di tepi sungai Eufrat, yang bernama Karbala.

Ketika sampai di Karbala, dan keluarga Husein bin Ali mendirikan tenda di sana, datanglah ribuan pasukan Kufah yang dipimpin oleh Umar putra Saad bin Abi Waqash. Ia dijanjikan oleh Ubaidillah bin Ziyad (Ibn Ziyad) jabatan di daerah Rayy, Iran sekarang. Tugasnya hanya dua, mengambil bai’at dari Husein bin Ali atau membunuhnya.

Pembantaian Keluarga Husein

Selanjutnya sebagaimana sejarah mencatat, drama paling menyayat digelar. Husein bin Ali beserta seluruh keluarga dan pengikutnya dikepung berhari-hari. Mereka tidak diizinkan kembali, tidak juga dibiarkan meneruskan perjalanan sampai Husein bin Ali bersedia memberikan bai’at untuk Yazid. Satu hal yang mustahil dilakukan oleh orang semulia Al Husein.

Sejarawan mencatat Husein bin Ali tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharam dan akhirnya gugur di tempat ini pada 10 Muharam. Artinya selama 8 hari beliau menghabiskan sisa perbekalan, selebihnya beliau dan keluarganya menahan rasa haus dan lapar di tengah gurun yang panas menyengat.

Ali Audah mengatakan bahwa sejak tanggal 7 Muharam itu, atau selama 3 hari, Husein bin Ali dan keluarganya sudah tidak lagi menenggak minuman. Satu-satunya akses air minum hanya sungat Eufrat, dan ini ditutup oleh pasukan Umar bin Sa’ad. Setiap kali pengikutnya ingin mengambil air, maka nyawa mereka taruhannya.



Demi menjaga kehormatannya, satu per satu pengikut dan keluarga Husein bin Ali melawan kezhaliman ini, dan gugur satu persatu, mulai dari para budak, hingga keluarga dekat seperti putra-putra Hasan bin Ali, dan juga putra-putra Husein sendiri. Mereka semua adalah kerabat dekat Nabi Muhammad SAW. Hingga akhirnya yang tersisa tinggal Husein bin Ali dengan para wanita dari keluarga Nabi SAW yang berdiam di dalam tenda.

Husein bin Ali berdiri tegar menghadapi ribuan pasukan Umar bin Sa’ad dengan mengenakan baju zirah kakeknya, pakaian yang semestinya dikenali oleh umat Nabi Muhammad SAW. Di tangannya, Al Husein menggenggam pedang Zulfiqar, pedang Ali yang pernah diberikan Nabi SAW.

Tapi tanpa ampun, pasukan Umar bin Saad menggempur satu orang yang tersisa ini dengan sebuah formasi perang. Anak panah, tombak, hingga pedang berhamburan ke arah Al Husein, demi mendapatkan bai’at dari beliau. Namun upaya Umar bin Sa’ad tidak berlangsung mudah. Putra Ali bin Abi Thalib ini memiliki kemampuan tempur setara ayahnya. Puluhan nyawa pasukan Umar bin Sa’ad tumpas diujung pedang Zurfiqar. Hingga akhirnya, setelah puluhan anak panah dan tebasan pedang merobek tubuh beliau, cucu kinasih Nabi ini mereguk kesyahidan dengan tetap memegang teguh prinsipnya.
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Aisyah radliallahu 'anha berkata, Janganlah kamu meninggalkan shalat malam (qiyamul lail), karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya, bahkan apabila beliau sedang sakit atau kepayahan, beliau shalat dengan duduk.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 1112)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More