5 Hal yang Membolehkan Seseorang Menjamak Sholat

Kamis, 17 Februari 2022 - 21:36 WIB
Kaum muslimin perlu mengetahui kapan dibolehkannya menjamak sholat dan meng-qasharnya. Foto/dok saintif
Menjamak sholat artinya mengumpulkan atau menggabung dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu dan dikerjakan secara berturut-turut. Misalnya, sholat Zhuhur dengan Ashar pada waktu sholat Zhuhur. Atau sholat Maghrib dan Isya pada waktu Maghrib atau sebaliknya.

Ada beberapa hal yang membolehkan seseorang menjamak sholat. Artinya, umat muslim tidak boleh sembarangan melaksanakan sholat Jamak kecuali karena alasan syar'i (alasan yang dibolehkan oleh syariat).



Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, dari banyak dalil di dalam Al-Qur'an dan Hadis, para ulama menyusun aturan fiqih terkait sholat jamak. Ketentuan ini disusun untuk memudahkan umat memahami kapan sholat jamak boleh dilakukan atau sebaliknya.

Berikut 5 Hal yang membolehkan sholat Jamak dilansir dari rumahfiqih:



1. Sebab Safar (dalam perjalanan)

Menjamak shalat dibolehkan apabila seseorang dalam keadaan safar (perjalanan). Para ulama menetapkan bahwa safar itu minimal menempuh jarak tertentu dan ke luar kota. Pada masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2 marhalah.

Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.

Ukuran marhalah ini sangat dikenal di masa itu, sehingga dapat dijadikan ukuran jarak suatu perjalanan. Orang Arab biasa melakukan perjalanan siang hari, yaitu dari pagi hingga tengah hari. Setelah itu mereka berhenti atau beristirahat.

Para ulama kemudian mengkonversi jarak tersebut sesuai ukuran jarak di zaman mereka masing-masing. Misalnya, di suatu zaman disebut dengan ukuran burud, sehingga jarak itu menjadi 4 burud. Di tempat lain disebut dengan ukuran farsakh, sehingga jarak itu menjadi 16 farsakh.

Di zaman sekarang jarak itu dikonversi para ulama mendapatkan hasil jarak 2 marhalah itu adalah 89 Km atau tepatnya 88,704 Km.

Maka tidak semua musafir bisa melakukan sholat jamak kecuali jaraknya minimal 88,704 Km, baru sholat Jamak sah dikerjakan. Namun dalam prakteknya, bukan berarti jarak itu adalah jarak minimal yang harus sudah ditempuh, melainkan jarak minimal yang akan ditempuh.

Berarti, siapa pun yang berniat akan melakukan perjalanan yang jaraknya mencapai jarak itu, sudah boleh melakukan sholat jama', asalkan sudah di luar dari kota tempat tinggalnya. Para musafir juga boleh meng-qashar sholat atau meringkas sholat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Inilah salah satu kemudahan (rukhsah) yang diberikan Allah dalam menjalankan syariat-Nya.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

يَاأَهْلَ مَكَّةَ لاَ تَقْصُرُوا فيِ أَقَلِّ مِنْ أَرْبَعَةِ بَرْدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلىَ عُسْفَان

"Wahai penduduk Mekkah, janganlah kalian mengqashar sholat bila kurang dari 4 Burud, dari Mekkah ke Usfan". (HR Ad-Daruquthuny)

2. Hujan

Kita juga menemukan dalil-dalil yang terkait dengan hujan. Di mana turunnya hujan ternyata membolehkan seseorang menjamak sholat. Misalnya menjamak Mahgrib dan Isya' di waktu Isya, namun tidak untuk jamak antara Zhuhur dan Ashar. Dengan dalil: "Sesungguhnya merupakan sunnah bila hari hujan untuk menjamak antara shalat Maghrib dengan Isya'." (HR Atsram).

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW sholat di Madinah tujuh atau delapan; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya". Ayyub berkata, "Barangkali pada malam turun hujan?" Jabir berkata: "Mungkin". (HR Al-Bukhari 543 dan Muslim 705).

Dari Nafi' maula Ibnu Umar berkata: "Abdullah bin Umar bila para umaro menjama antara Maghrib dan Isya karena hujan, beliau ikut menjamak bersama mereka". (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih)

Hal seperti juga dilakukan oleh para salafus shalih seperti Umar bin Abdul Aziz, Said bin Al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman dan para masyaikh lainnya di masa itu. Demikian ditulis oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha' jilid 3 halaman 40.

Selain itu ada juga hadits menerangkan bahwa hujan adalah salah satu sebab dibolehkannya jama' Qashar. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW menjamak Zhuhur, danAshar, Maghrib dan Isya di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan." (HR Muslim 705).

3. Sebab Sakit

Keadaan sakit menurut Imam Ahmad bisa membolehkan seseorang menjamak sholat. Dalilnya adalah hadits Nabawi berikut: "Bahwa Rasulullah SAW menjamak sholat bukan karena takut juga bukan karena hujan."

4. Sebab Haji

Para jamaah haji disyariatkan untuk menjamak dan mengqashar shalat Zhuhur dan Ashar ketika berada di Arafah dan Muzdalifah. Dalilnya adalah: "Dari Abi Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah SAW menjamak Maghrib dan Isya di Muzdalifah pada Haji wada'. (HR Al-Bukhari 1674)

5. Sebab Keperluan Mendesak

Bila seseorang terjebak dengan kondisi di mana dia tidak punya alternatif lain selain menjamak, maka sebagian ulama membolehkannya. Namun hal itu tidak boleh dilakukan sebagai kebiasaan atau rutinitas.

Dalil yang digunakan adalah dalil umum seperti yang sudah disebutkan di atas. Allah berfirman:"Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan". (QS. Al-Hajj: 78)

Dari Ibnu Abbas: "Beliau tidak ingin memberatkan ummatnya". (HR Muslim 705)

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW menjamak Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
cover top ayah
وَقُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ اَبۡصَارِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوۡجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِيۡنَ زِيۡنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَا‌ وَلۡيَـضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوۡبِهِنَّ‌ۖ وَلَا يُبۡدِيۡنَ زِيۡنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اٰبَآٮِٕهِنَّ اَوۡ اٰبَآءِ بُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اَبۡنَآٮِٕهِنَّ اَوۡ اَبۡنَآءِ بُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اِخۡوَانِهِنَّ اَوۡ بَنِىۡۤ اِخۡوَانِهِنَّ اَوۡ بَنِىۡۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوۡ نِسَآٮِٕهِنَّ اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيۡنَ غَيۡرِ اُولِى الۡاِرۡبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفۡلِ الَّذِيۡنَ لَمۡ يَظۡهَرُوۡا عَلٰى عَوۡرٰتِ النِّسَآءِ‌ۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِاَرۡجُلِهِنَّ لِيُـعۡلَمَ مَا يُخۡفِيۡنَ مِنۡ زِيۡنَتِهِنَّ‌ ؕ وَتُوۡبُوۡۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيۡعًا اَيُّهَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

(QS. An-Nur Ayat 31)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More