Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur: Dikenal Sangat Kikir, Bergelar Abu Dawaniq

Kamis, 31 Maret 2022 - 17:42 WIB
Buku The History of al-Tabari berkisah, dalam satu kesempatan, Al-Manshur berkunjung ke Khurasan. Ketika itu posisinya sudah menjadi seorang putra mahkota. Tujuan Al-Manshur ke Khurasan tidak lain untuk memastikan kesetiaan Abu Muslim kepada Bani Abbas, dan Abu Muslim pun dengan senang hati mengukuhkan kesetiaannya pada As-Saffah dan Dinasti Abbasiyah.

Hanya saja, dalam proses kunjungan tersebut, Abu Muslim justru memperlakukan Al-Manshur setara, layaknya koleganya. Bukan sosok penting yang dihormati layaknya seorang putra mahkota.



Hal ini kemudian menyebabkan Al-Manshur tersinggung luar biasa. Sampai-sampai ketika dia kembali dari Khurasan, dia memohon pada As-Saffah agar diizinkan untuk membunuhnya. Tapi hal ini mampu dicegah oleh As-Saffah.

Di samping karena mengingat jasa Abu Muslim dalam revolusi Abbasiyah, As-Saffah juga mempertimbangkan pengaruh Abu Muslim yang luar biasa di tengah masyarakat. Meski begitu, kecurigaan Bani Abbas terhadap popularitas Abu Muslim kian hari kian besar.

Pada musim haji tahun 136 H, Abu Ja’far diperintahkan untuk memimpin jamaah haji. Pada saat bersamaan, Abu Muslim bertemu dengan As-Saffah dan memohon izin agar diperbolehkan memimpin jamaah haji.

Dia membawa sekitar 8000 pasukan bersama. Tapi ketika permohonan itu sampai, As-Safah sudah terlanjur menjatuhkan pilihannya pada Al-Manshur. Hal ini membuat kecewa Abu Muslim. Karena bagi Abu Muslim, musim haji adalah momentum yang tepat untuk meningkatkan popularitasnya di tengah kaum Muslim. Dan kedudukan sebagai pemimpin jamaah haji, adalah kedudukan paling strategis.

Ketika pada akhir tahun 136 H, berita kematian As-Saffah datang Al-Anbar. Dalam wasiatnya, As-Saffah meminta semua orang segera memberikan baiat kepada Al-Manshur. Abu Muslim yang mendengar berita ini, dengan setengah hati memberikan baiatnya pada Al-Manshur.

Sebaliknya, Al-Manshur pun merasa tidak yakin dengan kesetiaan Abu Muslim kepadanya. Maka demikianlah, sejak saat itu, hubungan kedua orang terpenting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah itu bak api dalam sekam.



Pemberontakan Abdullah Ali

Al-Manshur merasa kursi kekuasaannya tidak akan pernah tenang selama Abu Muslim masih eksis dengan pengaruh dan kekuatannya yang demikian besar di kalangan pendukung Bani Abbas. Dengan kata lain, Abu Muslim untuk saat ini adalah satu-satunya orang yang paling berpotensi mendelegitimasi posisinya sebagai khalifah. Dan ini tidak bisa dibiarkan.

Pada awal tahun 137 H, sebuah pemberontakan pecah di Damaskus. Pemberontakan ini dipimpin oleh paman Al-Manshur bernama Abdullah bin Ali.

Abdullah Ali adalah sosok yang sebelumnya berhasil menaklukkan kekuatan terakhir Bani Umayyah dalam pertempuran Zab. Atas keberhasilan ini, dia merasa berhak atas jabatan tinggi, termasuk jabatan khalifah. Dan ketika Abdullah bin Ali mendengar kabar wafatnya As-Saffah, dia langsung mendeklarasikan diri sebagai khalifah kaum Muslimin.

Sayangnya, ketika wafatnya As-Saffah, Al-Manshur sedang tidak ada di tempat, karena dia sedang memimpin jamaah haji. Sepulangnya dari haji, Al-Manshur membawa setumpuk kegelisahan, khususnya tentang bagaimana mengukuhkan legitimasi Dinasti Abbasiyah di tengah kaum Muslimin.

Begitu mendengar pamannya melakukan pemberontakan, dia langsung melihat kesempatan di sini. Segera dia mengeluarkan perintah untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Dan orang yang dipilih untuk melaksanakan tugas tersebut tidak lain adalah Abu Muslim al Khurasani.

Menariknya, Abu Muslim pun mematuhi perintah tersebut. Beberapa pengamat mengatakan bahwa kepatuan Abu Muslim pada perintah Al-Manshur adalah upayanya menunjukkan kesetiannya pada Bani Abbas. Meski demikian, menurut riwayat Tabari, Abu Muslim agak ragu berangkat berperang menghadapi Abdullah bin Ali. Ketika pasukannya sudah melaju hingga ke daerah Harran, dia sempat menghentikan langkahnya.

Namun kemudian Al-Manshur yang mengetahui hal ini segera mengirim lagi perintah, dan mengatakan, “Kamu atau aku yang akan pergi (menghadapi Abdullah)?" kemudian Abu Muslim kembali bergerak melanjutkan langkahnya.



Bila sedikit dicermati, keputusan Al-Manshur mengirim Abu Muslim untuk memadamkan pemberontakan Abdullah, bisa dikatakan langkah yang sangat cerdik. Dengan begitu, Al-Manshur ingin membidik dua sasaran dengan satu peluru.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِيۡنَ يَفۡرَحُوۡنَ بِمَاۤ اَتَوْا وَّيُحِبُّوۡنَ اَنۡ يُّحۡمَدُوۡا بِمَا لَمۡ يَفۡعَلُوۡا فَلَا تَحۡسَبَنَّهُمۡ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الۡعَذَابِ‌ۚ وَلَهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ
Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang pedih.

(QS. Ali 'Imran Ayat 188)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More