Kisah Urwah bin Zubair dan Doa 4 Remaja di Kaki Kakbah yang Terkabul

Minggu, 10 April 2022 - 19:52 WIB
Mereka yang berdoa di kaki Kakbah dan terkabul doanya adalah Abdullah bin Zubair dan saudaranya yang bernama Mus’ab bin Zubair, saudaranya lagi bernama Urwah bin Zubair dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan. Foto/Ilustrasi: Ist
Pagi itu, mentari memancarkan benang-benang cahaya keemasan di atas Baitul Haram , menyapa ramah pelatarannya yang suci. Di Baitullah , sekelompok sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup dan tokoh-tokoh tabi’in tengah mengharumkan suasana dengan lantunan tahlil dan takbir, menyejukkan sudut-sudutnya dengan do’a-do’a yang salih.

Mereka membentuk halaqah-halaqah, berkelompok-kelompok di sekeliling Kakbah agung yang tegak berdiri di tengah Baitul Haram dengan kemegahan dan keagungannya. Mereka memanjakan pandangan matanya dengan keindahannya yang menakjubkan dan berbagi cerita di antara mereka, tanpa senda gurau yang mengandung dosa.



Dr Abdurrahman Ra'fat Basya dalam bukunya berjudul "Shuwaru min Hayati At-Tabi'in" dan diterjemahkan oleh Abu Umar Abdillah menjadi "Mereka adalah Para Tabiin" menceritakan di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupawan, berasal dari keluarga yang mulia. Seakan-akan mereka bagian dari perhiasan masjid, bersih pakaiannya dan menyatu hatinya.

Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair dan saudaranya yang bernama Mus’ab bin Zubair, saudaranya lagi bernama Urwah bin Zubair dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan .



Pembicaraan mereka semakin serius. Kemudian seorang di antara mereka mengusulkan agar masing-masing mengemukakan cita-cita yang didambakannya. Maka khayalan-khayalan mereka melambung tinggi ke alam luas dan cita-cita mereka berputar-putar mengitari taman hasrat mereka yang subur.

Mulailah Abdullah bin Zubair angkat bicara, “Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya.”

Saudaranya Mush’ab menyusulnya, “Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku.”

Giliran Abdul Malik bin Marwan berkata, “Bila kalian berdua sudah merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”

Sementara itu, Urwah terdiam seribu bahasa, tak berkata sepatah pun. Semua mendekati dan bertanya, “Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?”

Ia berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi seorang alim (orang berilmu yang beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang Rabb-nya, sunnah nabinya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.”



Hari-hari berganti begitu cepat. Kini Abdullah bin Zubair dibai’at menjadi khalifah menggantikan khalifah Yazid bin Mu’awiyah yang telah meninggal. Dia menjadi hakim atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di Kakbah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu.

Sedangkan Mus’ab bin Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Adapun Abdul Malik bin Marwan, menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan bersatulah suara kaum muslimin pasca-terbunuhnya Abdullah bin Zubair dan saudaranya Mus’ab, setelah keduanya gugur di tangan pasukannya. Akhirnya, ia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya.

Urwah bin Zubair

Ia lahir satu tahun sebelum berakhirnya masa khalifah al-Faruq Umar bin Khattab. Dalam sebuah rumah yang paling mulia di kalangan kaum muslimin dan paling luhur martabatnya.

Ayahnya bernama Zubair bin Awwam, “Hawariy” (pembela) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang pertama yang menghunus pedangnya dalam Islam serta termasuk salah satu di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Sedangkan ibunya bernama Asma’ binti Abu Bakar ash-Shidiq yang dijuluki dzatun nithaqain (pemilik dua ikat pinggang).

Kakeknya dari jalur ibu adalah Abu Bakar Shidiq, khalifah Rasulullah SAW. Sedangkan nenek dari jalur ayahnya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib yang juga bibi Rasulullah SAW.

Bibinya adalah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, bahkan dengan tangan Urwah bin Zubair sendirilah yang turun ke liang lahat untuk meletakkan jenazah Ummul Mukminin.

Maka siapa lagi yang kiranya lebih unggul nasabnya dari Urwah? Adakah kemuliaan di atasnya selain kemuliaan iman dan kewibawaan Islam?



Semangat Mencari Ilmu

Demi merealisasikan cita-cita yang didambakan dan harapan kepada Allah yang diutarakan di Kakbah yang agung tersebut, ia amat gigih dalam usahanya mencari ilmu. Maka ia mendatangi dan menimbanya dari sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup.

Urwah mendatangi rumah demi rumah mereka, sholat di belakang mereka, menghadiri majelis-majelis mereka. Ia juga meriwayatkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Nu’man bin Basyir dan banyak pula mengambil dari bibinya Aisyah Ummul Mukminin.

Pada gilirannya nanti, ia berhasil menjadi satu di antara fuqaha sa’bah (tujuh ahli fikih) Madinah yang menjadi sandaran kaum muslimin dalam urusan agama.

Para pemimpin yang salih banyak meminta pertimbangan kepadanya baik tentang urusan ibadah maupun negara karena kelebihan yang Allah berikan kepadanya. Sebagai contoh adalah Umar bin Abdul Aziz. Ketika ia diangkat menjadi gubernur di Madinah pada masa Al-Walid bin Abdul Malik, orang-orang pun berdatangan untuk memberikan selamat kepadanya.

Usai sholat zuhur, Umar bin Abdul Aziz memanggil sepuluh fuqaha Madinah yang dipimpin oleh Urwah bin Zubair. Ketika sepuluh fuqaha itu telah berada di sisinya, maka Umar melapangkan majelis bagi mereka serta memuliakannya.

Setelah bertahmid kepada yang berhak dipuji ia berkata, “Saya mengundang Anda semua untuk suatu amal yang banyak pahalanya, yang mana saya mengharapkan Anda semua agar sudi membantu dalam kebenaran. Saya tidak ingin memutuskan suatu masalah kecuali setelah mendengarkan pendapat Anda semua atau seorang yang hadir di antara kalian. Bila kalian melihat seseorang mengganggu orang lain atau pejabat yang melakukan kezaliman, maka saya mohon dengan tulus agar Anda sudi melaporkannya kepada saya.”

Kemudian Urwah mendo’akan baginya keberuntungan dan memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar senantiasa menjadikan beliau tetap lurus dan tidak menyimpang.



Ahli Ilmu dan Amal

Sungguh telah terkumpul pada diri Urwah bin Zubair antara ilmu dan amal. Beliau membiasakan berpuasa di musim panas dan salat di waktu malam yang sangat dingin. Lidahnya senantiasa basah dengan zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, senantiasa bersanding dengan Kitabullah dan tekun membacanya.

Urwah menghatamkan seperempat Al-Qur’an setiap siang dengan membuka mushaf, lalu salat malam membacanya ayat-ayat Al-Qur’an dengan hafalan. Tak pernah ia meninggalkan hal itu sejak menginjak remaja hingga wafatnya melainkan sekali saja. Yaitu ketika peristiwa mengharukan terjadi.

Dengan menunaikan salat, Urwah memperoleh ketenangan jiwa, kesejukan pandangan dan surga di dunia. Ia tunaikan sebagus mungkin, ia tekuni rukun-rukunnya secara sempurna dan panjangkan salatnya sedapat mungkin.

Telah diriwayatkan bahwa ia pernah melihat seseorang menunaikan salat secepat kilat. Setelah selesai, dipanggilnya orang tersebut dan ditanya, “Wahai anak saudaraku, apakah engkau tidak memerlukan apa-apa dari Rabb-mu Yang Maha Suci? Demi Allah aku memohon kepada Rabb-ku segala sesuatu sampai dalam urusan garam.”

Urwah bin Zubair r.a adalah seorang yang ringan tangan, longgar dan dermawan. Di antara bukti kedermawanannya adalah manakala beliau memiliki sebidang kebun yang luas di Madinah dengan air sumurnya yang tawar, pepohonan yang rindang serta buahnya yang lebat. Ia pasang pagar yang mengelilinginya untuk menjaga kerusakannya dari binatang-binatang dan anak-anak yang usil. Hingga tatkala buah telah masak dan membangkitkan selera bagi yang memandangnya, dibukalah beberapa pintu sebagai jalan masuk bagi siapapun yang menghendakinya.

Begitulah orang-orang keluar masuk kebun Urwah sambil merasakan lezatnya buah-buahan yang masak sepuas-puasnya dan membawa sesuai keinginannya. Setiap kali memasuki kebun, ia mengulang-ulangi firman Allah yang artinya, “Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Masya Allah, laa quwwata illa billah” (sesunggunnya atas kehendak Allah semua itu terwujud. Tiada kekuatan kecuali degan pertolongan Allah)…” (Qs. Al-Kahfi: 39).



Ujian Berat

Suatu masa di masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, Allah berkendak menguji Urwah dengan suatu cobaan yang tak seorang pun mampu bertahan dan tegar selain orang yang hatinya subur keimanan dan penuh dengan kayakinan.
Halaman :
Follow
cover top ayah
وَمَنۡ نُّعَمِّرۡهُ نُـنَكِّسۡهُ فِى الۡخَـلۡقِ‌ؕ اَفَلَا يَعۡقِلُوۡنَ
Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadiannya. Maka mengapa mereka tidak mengerti?

(QS. Yasin Ayat 68)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More