Hukum Hewan Kurban Dipotong sebelum Sholat Idul Adha
Rabu, 13 Juli 2022 - 16:33 WIB
Hukum hewan kurban dipotong sebelum sholat Idul Adha adalah tidak sah dan dinilai sebagai sembelihan bukan kurban. Jadi tidak memiliki nilai pahala ibadah kurban .
Hal ini disebutkan dalam kitab "Almufashshal fi Ahkamil Udhiyah" dengan dalil sejumlah hadis.
عَنْ جُنْدَب أَنَّهُ شَهِدَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ النَّحْرِ صَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى ، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ
Dari Jundab, ia menyaksikan Nabi SAW pada hari Idul Adha melaksanakan sholat, lalu beliau berkhutbah dan bersabda: "Barangsiapa yang menyembelih sebelum melaksanakan sholat Idul Adha, maka hendaklah dia mengulanginya. Dan yang belum menyembelih, maka hendaklah dia menyembelih dengan menyebut ‘bismillah’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain disebutkan, sembelihan hewan kurban hendaknya dilakukan setelah sholat Idul Adha dilaksanakan. Jika disembelih sebelum itu, maka hukumnya tidak sah dan dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban lain. Hadis tersebut diriwayatkan Imam Bukhari dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda;
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ.
“Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum sholat Idul Adha, maka dia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah sholat Idul Adha, maka dia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunah kaum muslimin.”
Juga disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, Nabi SAW bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ
“Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum sholat Idul Adha, maka hendaknya dia mengulanginya kembali.”
Melalui beberapa hadis di atas, para ulama sepakat bahwa hewan kurban yang disembelih sebelum salat Idul Adha dilaksanakan, maka hukumnya tidak sah dan dianjurkan menyembelih hewan kurban yang lain jika kurbannya adalah kurban tathawwu’ atau sunah. Namun jika kurbannya adalah kurban wajib, maka wajib berkurban kembali dengan hewan kurban yang berbeda.
Syarat Sah
Syarat-syarat sahnya hewan kurban yang disembelih selain harus sempurna dan lengkap sifat-sifatnya dan sehat, juga hewan tersebut harus disembelih pada waktu-waktu tertentu.
Menurut Hanafiyah , penyembelihan hewan kurban dilakukan pada malam hari (selama dua malam), yaitu malam tanggal 11 (malam kedua) dan 12 Zulhijah (malam ketiga), tidak boleh pada malam Hari Raya Idul Adha dan malam ke-14.
Malikiyah menambahkan dua syarat lagi, yaitu yang sembelih haruslah muslim, dan harga 1 hewan sembelihan itu bukanlah harga patungan.
Syarat-syarat bagi orang yang diperintahkan untuk berkurban adalah muslim (bukan kafir). Kedua, orang merdeka (bukan budak). Ketiga, balig (bukan di bawah umur). Keempat, berakal (waras). Kelima, muqim (tinggal, bukan musafir), dan keenam, mampu.
Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai sembelihan kurban bagi seseorang yang belum baligh. Abu Hanifah berpendapat, wajib hukumnya berkurban. Malikiyah, sunat berkurban, sedangkan Syafi’iyyah dan Hanbali, tidak sunat.
Hal ini disebutkan dalam kitab "Almufashshal fi Ahkamil Udhiyah" dengan dalil sejumlah hadis.
عَنْ جُنْدَب أَنَّهُ شَهِدَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ النَّحْرِ صَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى ، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ
Dari Jundab, ia menyaksikan Nabi SAW pada hari Idul Adha melaksanakan sholat, lalu beliau berkhutbah dan bersabda: "Barangsiapa yang menyembelih sebelum melaksanakan sholat Idul Adha, maka hendaklah dia mengulanginya. Dan yang belum menyembelih, maka hendaklah dia menyembelih dengan menyebut ‘bismillah’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain disebutkan, sembelihan hewan kurban hendaknya dilakukan setelah sholat Idul Adha dilaksanakan. Jika disembelih sebelum itu, maka hukumnya tidak sah dan dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban lain. Hadis tersebut diriwayatkan Imam Bukhari dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda;
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ.
“Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum sholat Idul Adha, maka dia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah sholat Idul Adha, maka dia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunah kaum muslimin.”
Juga disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, Nabi SAW bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ
“Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum sholat Idul Adha, maka hendaknya dia mengulanginya kembali.”
Melalui beberapa hadis di atas, para ulama sepakat bahwa hewan kurban yang disembelih sebelum salat Idul Adha dilaksanakan, maka hukumnya tidak sah dan dianjurkan menyembelih hewan kurban yang lain jika kurbannya adalah kurban tathawwu’ atau sunah. Namun jika kurbannya adalah kurban wajib, maka wajib berkurban kembali dengan hewan kurban yang berbeda.
Syarat Sah
Syarat-syarat sahnya hewan kurban yang disembelih selain harus sempurna dan lengkap sifat-sifatnya dan sehat, juga hewan tersebut harus disembelih pada waktu-waktu tertentu.
Menurut Hanafiyah , penyembelihan hewan kurban dilakukan pada malam hari (selama dua malam), yaitu malam tanggal 11 (malam kedua) dan 12 Zulhijah (malam ketiga), tidak boleh pada malam Hari Raya Idul Adha dan malam ke-14.
Malikiyah menambahkan dua syarat lagi, yaitu yang sembelih haruslah muslim, dan harga 1 hewan sembelihan itu bukanlah harga patungan.
Syarat-syarat bagi orang yang diperintahkan untuk berkurban adalah muslim (bukan kafir). Kedua, orang merdeka (bukan budak). Ketiga, balig (bukan di bawah umur). Keempat, berakal (waras). Kelima, muqim (tinggal, bukan musafir), dan keenam, mampu.
Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai sembelihan kurban bagi seseorang yang belum baligh. Abu Hanifah berpendapat, wajib hukumnya berkurban. Malikiyah, sunat berkurban, sedangkan Syafi’iyyah dan Hanbali, tidak sunat.
(mhy)