Kisah Sayyidina Husein Tidur di Punggung Kuda, Bermimpi Dirinya dan Pengikutnya Terbunuh
Rabu, 10 Agustus 2022 - 13:15 WIB
Kisah Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib ra cucu Rasulullah SAW tidur di punggung kuda, bermimpi dirinya dan pengikutnya terbunuh terjadi dalam perjalanan malam hari saat bergerak menuju Nainawa dari Qashr Bani Muqatil. Ini adalah bagian dari perjalanan Sayyidina Husein dari Madinah ke Kufah.
Pada hari Rabu, 1 Muharam 61 Hijriah rombongan Husein sampai ke persinggahan Qashr Bani Muqatil. Ibnu al-Faqih dan Ahmad bin Muhammad bin Ishaq al-Hamdzani dalam "Al-Buldān" menyebutkan di tempat persinggahan ini dahulu terdapat istana (Qashr) milik Muqatil bin Hassan bin Tsa'labah. Tempat ini terletak di antara 'Ain al-Tamr dan Syam di dekat Qatqathanah.
Di persinggan ini, sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah. Husein bertanya kepada mereka. "Apakah kalian siap membantu kami?"
Sebagian menjawab, "Hati kami tidak rela untuk mati." Sebagian yang lain menjawab, "Kami memiliki banyak istri dan anak. Kami banyak menerima titipan harta masyarakat dan kami tidak bisa yakin terhadap nasib perang ini. Oleh karena itu, kami tidak siap membantumu."
Ahmad bin Yahya Al-Baladzuri dalam "Ansāb al-Asyrāf" meriwayatkan bahwa Imam Husein mengutus seseorang bernama Hajjaj bin Masruq al-Ju'fi ke kemah Ubaidillah bin Hur al-Ju'fi dan meminta dia supaya menemuinya.
Ubaidillah menolak dan meminta maaf tidak bisa datang, dan setelah membaca ayat Istirja (Innā Lillahi wa Innā' ilaihi Rājiun) ia berkata: "Aku tidak bisa menolong dia dan aku tidak suka dia melihatku atau aku melihatnya.
Akhirnya, Sayyidina Husein datang sendiri ke kemah dan menyeru dia untuk menolong, namun sekali lagi Ubaidillah menolak. Ia meminta maaf dan hanya memberikan kudanya kepada Husein.
Sayyidina Husein pun berkata kepada Ubaidullah Ju'fi. "Jika engkau enggan membantu kami, maka janganlah masuk ke dalam golongan yang memerangi kami. Demi Allah! Barang siapa mendengar jeritan kami dan enggan menolong kami, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dengan muka di bawah."
Dalam sebagian sumber disebutkan bahwa perjumpaan Amr bin Qais al-Masyriqi bersama putra pamannya dengan Imam Husein juga terjadi di tempat ini. Mereka menolak membantu dan meminta maaf pada saat Sayyidina Husein meminta tolong. Beliau lalu menyuruh mereka agar supaya menjauh dari sana sehingga mereka tidak mendengar suara permintaan tolong Sayyidina Husein.
Kematian Menanti
Sayyidina Husein memerintahkan para pemuda untuk mengambil air dan bergerak di malam hari. Beliau tertidur sejenak di atas kuda tunggangan. Setelah terbangun, beliau berkali-kali mengulangi ucapan "inna lillah wa innailaihi raji'un".
Ali al-Akbar putra Husein maju ke depan dan menanyakan alasan beliau mengucapkan kalimat itu. Sayyidina Husein menjawab, "Seorang penunggang kuda hadir di hadapanku seraya berkata, 'Kaum ini bergerak di malam hari, sedangkan kematian sedang menunggu mereka.'"
"Ayahku! Bukankah kita berada dalam kebenaran?" tanya Ali Akbar.
"Demi Allah! Kita berada dalam kebenaran," jawab Imam Husein menimpali.
"Jika begitu, kita tidak akan pernah takut terhadap kematian," jawab Ali Akbar tegas.
"Semoga Allah menganugerahkan kebaikan kepadamu," harap Imam Husein.
Kisah Ali al-Akbar
Pada hari Rabu, 1 Muharam 61 Hijriah rombongan Husein sampai ke persinggahan Qashr Bani Muqatil. Ibnu al-Faqih dan Ahmad bin Muhammad bin Ishaq al-Hamdzani dalam "Al-Buldān" menyebutkan di tempat persinggahan ini dahulu terdapat istana (Qashr) milik Muqatil bin Hassan bin Tsa'labah. Tempat ini terletak di antara 'Ain al-Tamr dan Syam di dekat Qatqathanah.
Di persinggan ini, sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah. Husein bertanya kepada mereka. "Apakah kalian siap membantu kami?"
Sebagian menjawab, "Hati kami tidak rela untuk mati." Sebagian yang lain menjawab, "Kami memiliki banyak istri dan anak. Kami banyak menerima titipan harta masyarakat dan kami tidak bisa yakin terhadap nasib perang ini. Oleh karena itu, kami tidak siap membantumu."
Ahmad bin Yahya Al-Baladzuri dalam "Ansāb al-Asyrāf" meriwayatkan bahwa Imam Husein mengutus seseorang bernama Hajjaj bin Masruq al-Ju'fi ke kemah Ubaidillah bin Hur al-Ju'fi dan meminta dia supaya menemuinya.
Ubaidillah menolak dan meminta maaf tidak bisa datang, dan setelah membaca ayat Istirja (Innā Lillahi wa Innā' ilaihi Rājiun) ia berkata: "Aku tidak bisa menolong dia dan aku tidak suka dia melihatku atau aku melihatnya.
Akhirnya, Sayyidina Husein datang sendiri ke kemah dan menyeru dia untuk menolong, namun sekali lagi Ubaidillah menolak. Ia meminta maaf dan hanya memberikan kudanya kepada Husein.
Sayyidina Husein pun berkata kepada Ubaidullah Ju'fi. "Jika engkau enggan membantu kami, maka janganlah masuk ke dalam golongan yang memerangi kami. Demi Allah! Barang siapa mendengar jeritan kami dan enggan menolong kami, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dengan muka di bawah."
Dalam sebagian sumber disebutkan bahwa perjumpaan Amr bin Qais al-Masyriqi bersama putra pamannya dengan Imam Husein juga terjadi di tempat ini. Mereka menolak membantu dan meminta maaf pada saat Sayyidina Husein meminta tolong. Beliau lalu menyuruh mereka agar supaya menjauh dari sana sehingga mereka tidak mendengar suara permintaan tolong Sayyidina Husein.
Baca Juga
Kematian Menanti
Sayyidina Husein memerintahkan para pemuda untuk mengambil air dan bergerak di malam hari. Beliau tertidur sejenak di atas kuda tunggangan. Setelah terbangun, beliau berkali-kali mengulangi ucapan "inna lillah wa innailaihi raji'un".
Ali al-Akbar putra Husein maju ke depan dan menanyakan alasan beliau mengucapkan kalimat itu. Sayyidina Husein menjawab, "Seorang penunggang kuda hadir di hadapanku seraya berkata, 'Kaum ini bergerak di malam hari, sedangkan kematian sedang menunggu mereka.'"
"Ayahku! Bukankah kita berada dalam kebenaran?" tanya Ali Akbar.
"Demi Allah! Kita berada dalam kebenaran," jawab Imam Husein menimpali.
"Jika begitu, kita tidak akan pernah takut terhadap kematian," jawab Ali Akbar tegas.
"Semoga Allah menganugerahkan kebaikan kepadamu," harap Imam Husein.
Baca Juga
Kisah Ali al-Akbar