Saat Sakaratul Maut Tak Mampu Ucapkan Syahadat, Rasulullah SAW akan Bakar Al-Qamah?
Minggu, 14 Agustus 2022 - 09:32 WIB
Rasulullah SAW akan membakar Al-Qamah karena pada saat sakaratul maut ia tak mampu mengucapkan laa ilaaha illallah. Hanya saja, sejumlah ahli hadis menyebut kisah al-Qamah tersebut adalah kisah batil yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Buku Kisah Tsa’labah dan Al-Qamah karya Abdul Hakim bin Amir Abdat mengangkat kisah ini untuk memberi contoh dua kisah bohong. Kisah ini disebutnya dari Abdullah bin Abi Aufa. Berikut kisahnya:
Kami pernah berada di sisi Nabi SAW lalu datanglah seseorang, ia berkata, “Ada seorang pemuda yang napasnya hampir putus, lalu dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, akan tetapi ia tidak sanggup mengucapkannya.”
Beliau bertanya kepada orang itu,” Apakah anak muda itu sholat?”
Jawab orang itu, ”Ya.”
Lalu Rasulullah SAW bangkit berdiri dan kami pun berdiri besama beliau, kemudian beliau masuk menemui anak muda itu, beliau bersabda kepadanya, ”Ucapkan Laa ilaaha illallah.”
Anak muda itu menjawab, “Saya tidak sanggup.”
Beliau bertanya, “Kenapa?”
Dijawab oleh orang lain, “Dia telah durhaka kepada ibunya.”
Lalu Nabi SAW bertanya, “Apakah ibunya masih hidup?”
Mereka menjawab, “Ya”.
Beliau bersabda, “Panggillah ibunya kemari!”
Lalu datanglah ibunya, maka beliau bersabda, “Ini anakmu?”
Jawabnya, “Ya.”
Beliau bersabda lagi kepadanya, “Bagaimana pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu dikatakan kepadamu: Jika engkau memberikan syafa’atmu (pertolonganmu -yakni maafmu-) kepadanya niscaya akan kami lepaskan dia, dan jika tidak pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau akan memberikan syafa’at kepadanya?”
Perempuan itu menjawab, “Kalau begitu, aku akan memberikan syafa’at kepadanya.”
Beliau bersabda, ”Maka Jadikanlah Allah sebagai saksinya dan jadikanlah aku sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah meridai anakmu.”
Perempuan itu berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku menjadikan Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan Rasul-Mu sebagai saksi sesungguhnya aku telah meridai anakku”.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada anak muda itu, “Wahai anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu.”
Lalu anak muda itupun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah SAW, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dengan sebab aku dari api neraka.”
Kisah ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Al Mu’jam Kabir dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan ringkas. Demikian keterangan Al Imam Mundzir di kitabnya At Targhib wat Tarhib.
Abdul Hakim bin Amir Abdat mengatakan Imam Ahmad telah meriwayatkan di Musnad-nya juz 4 hal. 382 dari jalan Faa-id bin Abdurrahman dari Abdullah bin Aufa dengan ringkas.
Sedangkan Imam Ibnul Jauzi telah meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya Al-Maudlu’aat juz 3 hal.87 dari jalan Faa-id seperti di atas.
Abdullah bin Ahmad --putra Imam Ahmad bin Hanbal--setelah meriwayatkan hadis tersebut yang ia dapati di kitab sang ayah bahwa ayahnya tidak rida terhadap hadis Faa-id bin Abdurrahman atau menurut beliau bahwa Faa-id bin Abdurrahman itu matrukul hadist.
Imam Ibnul Jauzi setelah meriwayatkan hadis tersebut mengatakan, “Hadis ini tidak sah datangnya dari Rasulullah SAW. Dan di dalam sanadnya terdapat Faa-id, telah berkata Ahmad bin Hambal: Faa-id matrukul hadist.
Dan telah berkata Yahya (bin Ma’in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban: Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al ‘Uqailiy: Tidak ada mutabi’nya (pembantunya) di dalam hadis ini dari rawi yang seperti dia.”
Abdul Hakim bin Amir Abdat mengatakan hadis Alqamah batil bila ditinjau dari matannya. Karena tidak ada seorang pun sahabat yang datang dari hadis-hadis yang sah yang durhaka kepada orangtuanya istimewa kepada ibunya. Bahkan ada sebaliknya, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi kepada ibu mereka.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya berjudul "Waspada Terhadap Kisah-Kisah Tak Nyata" juga mengatakan derajat kisah ini adalah maudhu' alias bohong.
Kisah ini juga dilemahkan oleh para ulama lainnya seperti al Uqaili, al-Baihaqi, al-Mundziri, adz-Dzahabi, Ibnu Arraq, asy-Syaukani dan sebagainya.
Kesimpulanya, hadis ini adalah maudhu’, tidak sahih. Nama Al-Qamah dalam kisah ini tidak jelas dan tersembunyi. Tampaknya, nama Al-Qamah hanyalah dibuat-buat oleh para pemalsu hadis. Sebab, sahabat Nabi yang bernama Al-Qamah sangat jauh dari kisah batil ini.
Hal tersebut sangat jelas bagi mereka yang membaca sejarah sahabat yang bernama Al-Qamah seperti dalam kitab Al-Ishobah oleh Ibnu Hajar dan Usdul Ghabah oleh Ibnu Atsir. Oleh karena itu, ujar Abu Ubaidah, dalam kisah ini kita tidak mendapati secara jelas namanya, baik ayah, kakek, nama kabilah, kunyahnya dan lain sebagainya.
Buku Kisah Tsa’labah dan Al-Qamah karya Abdul Hakim bin Amir Abdat mengangkat kisah ini untuk memberi contoh dua kisah bohong. Kisah ini disebutnya dari Abdullah bin Abi Aufa. Berikut kisahnya:
Kami pernah berada di sisi Nabi SAW lalu datanglah seseorang, ia berkata, “Ada seorang pemuda yang napasnya hampir putus, lalu dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, akan tetapi ia tidak sanggup mengucapkannya.”
Beliau bertanya kepada orang itu,” Apakah anak muda itu sholat?”
Jawab orang itu, ”Ya.”
Lalu Rasulullah SAW bangkit berdiri dan kami pun berdiri besama beliau, kemudian beliau masuk menemui anak muda itu, beliau bersabda kepadanya, ”Ucapkan Laa ilaaha illallah.”
Anak muda itu menjawab, “Saya tidak sanggup.”
Beliau bertanya, “Kenapa?”
Dijawab oleh orang lain, “Dia telah durhaka kepada ibunya.”
Lalu Nabi SAW bertanya, “Apakah ibunya masih hidup?”
Mereka menjawab, “Ya”.
Beliau bersabda, “Panggillah ibunya kemari!”
Lalu datanglah ibunya, maka beliau bersabda, “Ini anakmu?”
Jawabnya, “Ya.”
Beliau bersabda lagi kepadanya, “Bagaimana pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu dikatakan kepadamu: Jika engkau memberikan syafa’atmu (pertolonganmu -yakni maafmu-) kepadanya niscaya akan kami lepaskan dia, dan jika tidak pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau akan memberikan syafa’at kepadanya?”
Perempuan itu menjawab, “Kalau begitu, aku akan memberikan syafa’at kepadanya.”
Beliau bersabda, ”Maka Jadikanlah Allah sebagai saksinya dan jadikanlah aku sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah meridai anakmu.”
Perempuan itu berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku menjadikan Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan Rasul-Mu sebagai saksi sesungguhnya aku telah meridai anakku”.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada anak muda itu, “Wahai anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu.”
Lalu anak muda itupun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah SAW, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dengan sebab aku dari api neraka.”
Kisah ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Al Mu’jam Kabir dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan ringkas. Demikian keterangan Al Imam Mundzir di kitabnya At Targhib wat Tarhib.
Abdul Hakim bin Amir Abdat mengatakan Imam Ahmad telah meriwayatkan di Musnad-nya juz 4 hal. 382 dari jalan Faa-id bin Abdurrahman dari Abdullah bin Aufa dengan ringkas.
Sedangkan Imam Ibnul Jauzi telah meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya Al-Maudlu’aat juz 3 hal.87 dari jalan Faa-id seperti di atas.
Abdullah bin Ahmad --putra Imam Ahmad bin Hanbal--setelah meriwayatkan hadis tersebut yang ia dapati di kitab sang ayah bahwa ayahnya tidak rida terhadap hadis Faa-id bin Abdurrahman atau menurut beliau bahwa Faa-id bin Abdurrahman itu matrukul hadist.
Imam Ibnul Jauzi setelah meriwayatkan hadis tersebut mengatakan, “Hadis ini tidak sah datangnya dari Rasulullah SAW. Dan di dalam sanadnya terdapat Faa-id, telah berkata Ahmad bin Hambal: Faa-id matrukul hadist.
Dan telah berkata Yahya (bin Ma’in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban: Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al ‘Uqailiy: Tidak ada mutabi’nya (pembantunya) di dalam hadis ini dari rawi yang seperti dia.”
Abdul Hakim bin Amir Abdat mengatakan hadis Alqamah batil bila ditinjau dari matannya. Karena tidak ada seorang pun sahabat yang datang dari hadis-hadis yang sah yang durhaka kepada orangtuanya istimewa kepada ibunya. Bahkan ada sebaliknya, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi kepada ibu mereka.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam bukunya berjudul "Waspada Terhadap Kisah-Kisah Tak Nyata" juga mengatakan derajat kisah ini adalah maudhu' alias bohong.
Kisah ini juga dilemahkan oleh para ulama lainnya seperti al Uqaili, al-Baihaqi, al-Mundziri, adz-Dzahabi, Ibnu Arraq, asy-Syaukani dan sebagainya.
Kesimpulanya, hadis ini adalah maudhu’, tidak sahih. Nama Al-Qamah dalam kisah ini tidak jelas dan tersembunyi. Tampaknya, nama Al-Qamah hanyalah dibuat-buat oleh para pemalsu hadis. Sebab, sahabat Nabi yang bernama Al-Qamah sangat jauh dari kisah batil ini.
Hal tersebut sangat jelas bagi mereka yang membaca sejarah sahabat yang bernama Al-Qamah seperti dalam kitab Al-Ishobah oleh Ibnu Hajar dan Usdul Ghabah oleh Ibnu Atsir. Oleh karena itu, ujar Abu Ubaidah, dalam kisah ini kita tidak mendapati secara jelas namanya, baik ayah, kakek, nama kabilah, kunyahnya dan lain sebagainya.
(mhy)