Zakat Tak Ada Kaitannya dengan Pemerataan, Begini Penjelasan Kiai Masdar Masudi

Senin, 19 Desember 2022 - 05:15 WIB
Mengingkari lembaga negara untuk semangat (ruh) kolektivitas manusia hukumnya sama belaka dengan mengingkari badan bagi ruh individualitas manusia. Seperti halnya badan (kecil), negara sebagai badan besar pun mengidap nafsu-nafsu (interests) negatif duniawi yang selalu cenderung memperalat dirinya.

Tapi dengan bercokolnya nafsu-nafsu itu pada badan, tak seorang pun--kecuali langka, kalau pun ada-- yang pernah menyarankan jalan keluar agar badan itu dimusnahkan saja daripada diperalat oleh nafsu-nafsu negatif yang melekat padanya Yang paling sehat dan fitri (Islami) tentulah pendirian yang mengatakan, "Biarlah badan itu tetap ada dan tumbuh dengan kewajarannya. Tapi dengan pengawasan atau kontrol yang terus menerus jangan sampai jatuh dan diperalat oleh nafsu-nafsu jahat yang mengitarinya."

Demikianlah, kata Kiai Masdar, Muhammad Rasulullah sebagai teladan umat manusia tak perlu menyatakan penolakan terhadap keberadaan lembaga negara. Bahkan beliau sendiri dengan komunitasnya, dengan sadar telah membangun lembaga itu.

Tapi inilah kuncinya, lembaga kenegaraan itu beliau bangun dengan kewaspadaan penuh, dengan meyakinkan masyarakat akan pentingnya kontrol sosial (amar ma'ruf nahi munkar) secara terus menerus, agar keberadaan lembaga negara itu tetap sebagai alat, bukan bagi kepentingan penguasa atau kalangan kaya, melainkan bagi kepentingan seluruh rakyat yang ada dalam otoritasnya.

Dari sudut konsepsi zakat, kedudukan negara atau kekuasaan pemerintahan adalah amil yang harus melayani kepentingan segenap rakyat, dengan membebaskan kemaslahatan (keadilan dan kesejahteraan) bagi semuanya.

Memang untuk menegakkan keadilan sosial dalam semangat dan kerangka zakat, ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan lebih dahulu.

Konsepsi tentang ajaran zakat (dan pada akhirnya tentang bangunan fiqh secara keseluruhan) yang sudah terlanjur mendogma di kalangan umat selama lebih dari sepuluh abad, harus ditransformasikan terlebih dahulu.

"Pekerjaan ini berat dan memakan waktu. Sebagian orang mungkin merasa lebih aman dalam dekapan dogma lama ketimbang harus berspekulasi dengan pamahaman ajaran yang "baru." Tapi tanpa keberanian moral dan intelektual untuk melakukan perubahan itu, maka pengkaitan ajaran zakat dengan cita pemerataan, apalagi keadilan, tak lebih hanyalah mitos belaka," demikian Kiai Haji Masdar Farid Masudi.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Apabila seseorang berkata kepada saudaranya 'Wahai kafir', maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.

(HR. Bukhari No. 5638)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More