Saat Bezuk Orang Sakit: Nasihati agar Bertaubat dan Berwasiat
Jum'at, 23 Desember 2022 - 14:31 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengingatkan orang yang menjenguk orang sakit dari kalangan ahli kebaikan dan kebajikan agar mengingatkan si sakit segera bertobat kepada Allah Ta'ala.
Taubat itu berupa agar supaya si sakit menyesali kekurangannya dalam melaksanakan ajaran Allah, bertekad untuk menaati Allah, membersihkan diri dari menganiaya hamba-hamba Allah, dan mengembalikan hak-hak mereka bagaimanapun kecilnya, karena hak-hak Allah itu didasarkan pada toleransi, dan hak-hak hamba itu didasarkan pada kesungguhan.
"Tobat itu dituntut dari seluruh orang mukmin," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kontemporer".
Allah SWT berfirman: "... Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orarg-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." ( QS an-Nur : 31)
Adapun tobat bagi orang sakit lebih wajib lagi hukumnya, di samping ia lebih membutuhkannya karena memang besar keuntungannya, sedangkan bagi orang yang mengabaikannya akan mendapatkan kerugian yang amat besar. Dan orang yang berbahagia adalah orang yang segera bertobat sebelum habis waktunya:
"Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertobat sekarang...'" ( QS an-Nisa' : 18)
Berwasiat
Di samping itu, seyogianya kita ingatkan si sakit agar berwasiat jika ia belum berwasiat. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang pantas diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam, melainkan hendaklah wasiatnya tertulis di sisinya." (Muttafaq 'alaih dari hadits Ibnu Umar. Al-Lu'lu' wal-Marjan fii Maa ittafaqa 'alaihi asy-Syaikhaani, hadits nomor 1052).
Apabila si sakit ditakdirkan Allah sembuh dari sakitnya, kata al-Qardhawi, maka sebaiknya ia dinasihati dan diingatkan agar menunaikan apa yang telah dijanjikannya kepada Allah sewaktu dia sakit sebagai tanda syukur kepada Allah dan untuk memenuhi janjinya.
Sudah seharusnya si sakit menjaga hal itu. Allah berflrman: "... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya." ( QS al-Isra' : 34)
Allah juga telah memuji ahli kebajikan dan ahli takwa dengan firman-Nya: "... dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji..." ( QS al-Baqarah : 177)
Memperbaiki Akhlak
Imam Nawawi dalam Al-Majmu mengatakan seharusnya si sakit mempunyai keinginan keras untuk memperbaiki akhlaknya, menjauhi pertikaian dan pertentangan mengenai urusan dunia, merasa bahwa saat ini merupakan saat terakhirnya di ladang amal sehingga ia harus mengakhirinya dengan kebajikan.
Hendaklah ia meminta kelapangan dan maaf kepada istrinya, anak-anaknya, keluarganya, pembantunya, tetangganya, teman-temannya, dan semua orang yang punya hubungan muamalah, pergaulan, persahabatan, dan sebagainya, serta meminta keridhaan mereka sedapat mungkin.
Selain itu, hendaklah ia menyibukkan dirinya dengan membaca Al-Qur'an, dzikir, kisah-kisah orang saleh dan keadaan mereka ketika menghadapi kematian. Hendaklah ia memelihara sholatnya, menjauhi najis, dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Janganlah ia menghiraukan perkataan orang yang mencela atas apa yang ia lakukan, sebab ini merupakan ujian baginya, dan orang yang mencelanya itu adalah teman yang bodoh dan musuh yang terselubung.
Di samping itu, hendaklah ia berpesan kepada keluarganya agar bersabar jika ia menghadap-Nya dan jangan meratapinya, karena meratap termasuk perbuatan jahiliah, demikian pula memperbanyak menangis.
Taubat itu berupa agar supaya si sakit menyesali kekurangannya dalam melaksanakan ajaran Allah, bertekad untuk menaati Allah, membersihkan diri dari menganiaya hamba-hamba Allah, dan mengembalikan hak-hak mereka bagaimanapun kecilnya, karena hak-hak Allah itu didasarkan pada toleransi, dan hak-hak hamba itu didasarkan pada kesungguhan.
"Tobat itu dituntut dari seluruh orang mukmin," ujar al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-Fatwa Kontemporer".
Allah SWT berfirman: "... Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orarg-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." ( QS an-Nur : 31)
Adapun tobat bagi orang sakit lebih wajib lagi hukumnya, di samping ia lebih membutuhkannya karena memang besar keuntungannya, sedangkan bagi orang yang mengabaikannya akan mendapatkan kerugian yang amat besar. Dan orang yang berbahagia adalah orang yang segera bertobat sebelum habis waktunya:
"Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertobat sekarang...'" ( QS an-Nisa' : 18)
Berwasiat
Di samping itu, seyogianya kita ingatkan si sakit agar berwasiat jika ia belum berwasiat. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang pantas diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam, melainkan hendaklah wasiatnya tertulis di sisinya." (Muttafaq 'alaih dari hadits Ibnu Umar. Al-Lu'lu' wal-Marjan fii Maa ittafaqa 'alaihi asy-Syaikhaani, hadits nomor 1052).
Apabila si sakit ditakdirkan Allah sembuh dari sakitnya, kata al-Qardhawi, maka sebaiknya ia dinasihati dan diingatkan agar menunaikan apa yang telah dijanjikannya kepada Allah sewaktu dia sakit sebagai tanda syukur kepada Allah dan untuk memenuhi janjinya.
Sudah seharusnya si sakit menjaga hal itu. Allah berflrman: "... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya." ( QS al-Isra' : 34)
Allah juga telah memuji ahli kebajikan dan ahli takwa dengan firman-Nya: "... dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji..." ( QS al-Baqarah : 177)
Memperbaiki Akhlak
Imam Nawawi dalam Al-Majmu mengatakan seharusnya si sakit mempunyai keinginan keras untuk memperbaiki akhlaknya, menjauhi pertikaian dan pertentangan mengenai urusan dunia, merasa bahwa saat ini merupakan saat terakhirnya di ladang amal sehingga ia harus mengakhirinya dengan kebajikan.
Hendaklah ia meminta kelapangan dan maaf kepada istrinya, anak-anaknya, keluarganya, pembantunya, tetangganya, teman-temannya, dan semua orang yang punya hubungan muamalah, pergaulan, persahabatan, dan sebagainya, serta meminta keridhaan mereka sedapat mungkin.
Selain itu, hendaklah ia menyibukkan dirinya dengan membaca Al-Qur'an, dzikir, kisah-kisah orang saleh dan keadaan mereka ketika menghadapi kematian. Hendaklah ia memelihara sholatnya, menjauhi najis, dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Janganlah ia menghiraukan perkataan orang yang mencela atas apa yang ia lakukan, sebab ini merupakan ujian baginya, dan orang yang mencelanya itu adalah teman yang bodoh dan musuh yang terselubung.
Di samping itu, hendaklah ia berpesan kepada keluarganya agar bersabar jika ia menghadap-Nya dan jangan meratapinya, karena meratap termasuk perbuatan jahiliah, demikian pula memperbanyak menangis.