Golongan Misionaris dan Persepsinya Terhadap Islam Menurut Montgomery Watt
loading...
A
A
A
Orientalis yang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, William Montgomery Watt (1909-2006), mengungkap sejak awal mula agama Kristen menjadi agama misioner. Hal ini dalam artian bahwa umat Kristen menyaksikan keajaiban kebenaran-kebenaran baru yang telah berkomunikasi dengan mereka dan telah mengubah tempat tinggal mereka, serta kemudian mengajak umat yang beragama non-Kristen agar beriman kepada agama dan kepercayaannya masing-masing.
Menurutnya, interes pada karya misioner khusus tentu bervariasi dari abad ke abad. Di antara golongan misionar untuk umat Islam telah diberi tempat terhormat kepada Ramon Lull (1232-1316).
"Di sini, walaupun demikian, akan cukup untuk memperhatikan meningkatnya kegiatan misioner yang dimulai sekitar akhir abad delapan belas dan yang pada tempat pertama urusan agama Protestan," ujar William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama Jakarta, 1996).
Agaknya, ungkap Montgomery Watt, memungkinkan kalau hal itu berlangsung sebab kesadaran umat Kristen yang makin meningkat terhadap dunia non-Kristen yang dihasilkan dari kolonialisme. Segeralah ada bentuk organisasi-organisasi yang mengirim kelompok-kelompok misioner ke negeri-negeri non-Kristen, namun tidak ditujukan untuk menyatukan gerakan.
Menurut Montgomery Watt, sebagian besar umat Islam marah dengan orang-orang yang pindah ke agama Kristen dan menuduh gerakan misioner menjadi antek kolonialisme.
"Kebanyakan tuduhan ini hanya merupakan kebenaran yang parsial. Kemungkinan tuduhan itu berlaku segera untuk misi-misi Portugis di negeri-negeri itu setelah Vasco da Gama dan kemudian misi-misi Belanda di Indonesia dan Jerman serta misi-misi Belgia di Afrika," ujarnya.
Di pihak lain, administrator-administrator Inggris di India dan Malaysia kebanyakan hampir menghangat ke arah misioner-misioner Kristen dan di Nigeria Utara mereka rupanya mengakui Islam.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut tulisan lengkap Montgomery Watt tersebut.
Di wilayah-wilayah India yang warga pribuminya beragama Islam di bawah pekerjaan misioner Inggris tidak diizinkan. Namun demikian, di beberapa koloni Inggris administrator-administrator diizinkan menguasai pendidikan dan pekerjaan medis terhadap misi-misi.
Jadi di koloni-koloni Inggris secara keseluruhan, sungguhpun ada kerjasama dalam berbagai tingkatan antara para administrator kolonial dan golongan misioner, yang belakangan jauh dari agen-agen sebelumnya.
Lebih dari itu, pekerjaan misioner yang penting adalah juga dilakukan oleh misi-misi bangsa Amerika, Skandinavia dan Swiss, yang tidak mempunyai koloni-koloni, namun diatur untuk boleh beroperasi di tempat-tempat seperti Kerajaan Ottoman.
Para misioner itu cenderung berbagi tugas kepada sikap superioritas barat dan Eropa terhadap rakyat yang mereka kunjungi. Dalam hal kepercayaan mereka kepada ajaran Kristen ini dipersatukan, apabila tidak dibingungkan, dengan kepercayaan kepada superioritas Eropa atau peradaban barat.
Mereka berharap bahwa banyak rakyat yang mereka kunjungi itu akan menjadi Kristen, namun mereka rupanya tidak membayangkan untuk mampu menawarkan kepada mereka sebagai sama pada hari depan yang dapat diperkirakan.
Lebih lanjut mereka berasumsi bahwa intelektualnya sendiri dan bentuk keimanan Kristen yang mempribadi akan cocok bagi setiap orang dan mereka tidak serius mempelajari Islam dan masyarakat Islam dalam rangka menemukan hal-hal yang kurang dalam Islam yang dapat dipenuhi oleh Kristen.
Dalam hal ini mereka seharusnya sadar bahwa masyarakat dan umat Islam benci terhadap orang- orang yang murtad (pindah agama), namun hal ini agaknya tidak menolong mereka untuk menyatakan bahwa persaudaraan dan solidaritas umat Islam adalah suatu nilai yang positif.
Khususnya di negeri-negeri Islam pekerjaan paling baik yang dilakukan oleh para misioner adalah mungkin di bidang pendidikan. Pendidikan ala barat yang mereka tawarkan adalah yang diinginkan oleh rakyat dan secara umum mempunyai kualitas yang tinggi dan merupakan usaha-usaha indoktrinasi anak-anak yang bebas dari kesalahan, walaupun terjadi kasus-kasus penekanan kecil bagi diterimanya Kristen.
Sekarang Universitas Amerika di Beirut aslinya adalah yayasan misioner dan telah mempertahankan standar-standar akademik yang tinggi.
Di negeri-negeri yang tidak ada tradisi literasi umum -- barangkali terutama di wilayah-wilayah yang lebih primitif di Afrika -- satu alasan bagi pendirian sekolah-sekolah misioner dalam rangka menjamin umat Kristen lokal mampu membaca dan mempelajari kitab Bible.
Rumah-rumah sakit dan klinik-klinik medis dibangun oleh para misioner yang terutama sekali merupakan ekspresi perhatian perawatan bagi penduduk tanpa akses keuntungan-keuntungan kedokteran Eropa. Memang benar juga harus dinyatakan bahwa pekerjaan medis yang efisien dapat meredusir rasa permusuhan dan kecurigaan terhadap misioner-misioner Kristen yang ada di berbagai kawasan.
Kita mendengar tempat-tempat di mana dibuat kondisi perawatan hingga pasien-pasien memperoleh pelayanan atau mendengarkan khutbah-khutbah, akan tetapi hal ini tidak disukai oleh kebanyakan misioner.
Persepsi Bangsa Eropa
Persepsi Islam terhadap yang dimungkinkan oleh para misioner adalah persepsi bangsa Eropa tentang waktu, yakni, penyimpangan-penyimpangan abad pertengahan yang masih tetap memainkan peranan secara luas.
Kemungkinan ini tidak wajar diambil sebagai persepsi misioner terhadap Islam dari pamflet yang diterbitkan oleh Masyarakat Buku Agama di London kira-kira tahun 1887.
Pamflet ini berjudul The Rise and Decline of Islam (Berkembang dan Mundurnya Islam: Islam bukannya Muhammadanisme!) dan yang ditulis oleh pendukung misi terpelajar yang antusias, Sir William Muir (yang akan dinyatakan kemudian).
Presentasi Islam ini mengulang kembali semua gambaran yang dinyatakan terdahulu sebagai yang memberi ciri khas bayangan abad pertengahan yang menyimpang, yakni, banyak kesalahan dalam pengajarannya, dikembangkannya dengan pedang dan kekerasan, dorongan untuk mengikuti nafsu seksual dan karakter Muhammad sendiri yang tidak memuaskan.
Memang benar para misioner hidup di tengah umat Islam lebih lanjut diuntungkan dengan wawasan pada kehidupan sehari-hari bagi rakyat yang mengitarinya, namun rupanya masih banyak yang mempunyai pemikiran tentang Islam terutama Islam sebagai suatu sistem ajaran yang salah.
Di abad sembilan belas di negeri-negeri Islam yang memungkinkan, seperti India yang dikuasai Inggris dan di suatu saat Iran yang ada perdebatan umum antara umat Islam dan Kristen. Memang para pelaku utama itu telah mempunyai pengetahuan tentang argumen-argumen yang dipakai oleh lawan-lawan mereka, namun sebagian mereka yang mengambil bagian jauh dari pengetahuan ilmiah bahkan dalam agamanya sendiri .
Salah satu partisipan yang memimpin dalam hal ini di pihak Kristen adalah Carl Gottlieb Pfander, yang secara umum diperdebatkan di Iran dan di India, yang kemudian juga diakui. Banyak buku-bukunya yang diterbitkan, pertama dalam bahasa Persia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Yang paling terkenal adalah buku yang berjudul Mizan ul Haqq atau Timbangan Kebenaran.
Dalam tiga bab dia memberi keterangan simpel yang positif tentang keimanan Kristiani, yang merupakan tema utama adalah makhluk yang bernama manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan spiritual dan karenanya umat Kristen menemukan yang lebih baik ketimbang Islam. Bab keempatnya memberikan kritik terhadap Islam, terutama sesuai dengan persepsi yang belakangan ini disimpangkan.
Rupanya hal itu tidak seperti perselisihan-perselisihan umum yang banyak dilakukan untuk mempromosikan tujuan-tujuan golongan misioner. Secara umum ada sebagian kecil orang Islam yang pindah ke agama Kristen, bertentangan dengan jumlah relatif bangsa primitif di Afrika.
Temple Gairdner
Sikap-sikap misioner selanjutnya dapat diilustrasikan dari kehidupan WH Temple Gairdner (1873-1928).
Setelah pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam di masa kuliahnya dia memutuskan untuk meminta menjadi seorang misioner di luar negeri.
Pada akhirnya pilihannya adalah ke Mesir sebagai bagian yang benar-benar berbeda karena nyatanya Jenderal Charles Gordon telah menjadi pahlawannya yang besar dan kematian Gordon adalah di tangan golongan Mahdi Sudan di tahun 1885 yang menjadikannya shock.
Hal ini agaknya yang menjadikan pemikirannya tentang Islam sebagai tantangan besar terhadap Kristen dan "bidang" ini yang dia geluti terus dalam pekerjaannya.
Barangkali dia juga secara tidak sadar digerakkan oleh berbagai kenyataan dari masa lalu, misalnya penempatan kembali Islam bagi Kristiani di negeri-negeri asalnya terkemudian.
Pada suatu saat teman-temannya dan dia sendiri berpikir bahwa dia dapat menjadi seorang sarjana-misioner, dan dia mulai dengan pemikiran ini; namun pada akhirnya memperkenankan dirinya terlibat dalam pekerjaan hari-demi-hari pada masyarakat misionernya di Kairo.
Satu keajaiban yang dapat dia rasakan bahwa ada semacam jalan buntu yang diperoleh dalam presentasi Kristiani terhadap umat Islam dan bahkan dia tidak melihat adanya jalan keluar yang memungkinkan.
Walaupun para misioner tidak membuka hubungannya dengan komunitas-komunitas muslim, pekerjaan mereka agaknya tidak memberi pengaruh perubahan besar dalam persepsi Kristen terhadap Islam.
Barangkali mereka terlalu tertutup untuk beberapa aspek tentang Islam yang memampukan melihatnya dari perspektif yang lebih luas. Administrasi Gairdner bagi Gordon dapat mempengaruhi sedikit warna sikap kolonialis, namun dalam waktu yang lama pekerjaannya di Kairo (1900-1928) tidak menunjukkan bukti keterlibatan politik.
Menurutnya, interes pada karya misioner khusus tentu bervariasi dari abad ke abad. Di antara golongan misionar untuk umat Islam telah diberi tempat terhormat kepada Ramon Lull (1232-1316).
"Di sini, walaupun demikian, akan cukup untuk memperhatikan meningkatnya kegiatan misioner yang dimulai sekitar akhir abad delapan belas dan yang pada tempat pertama urusan agama Protestan," ujar William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama Jakarta, 1996).
Agaknya, ungkap Montgomery Watt, memungkinkan kalau hal itu berlangsung sebab kesadaran umat Kristen yang makin meningkat terhadap dunia non-Kristen yang dihasilkan dari kolonialisme. Segeralah ada bentuk organisasi-organisasi yang mengirim kelompok-kelompok misioner ke negeri-negeri non-Kristen, namun tidak ditujukan untuk menyatukan gerakan.
Menurut Montgomery Watt, sebagian besar umat Islam marah dengan orang-orang yang pindah ke agama Kristen dan menuduh gerakan misioner menjadi antek kolonialisme.
"Kebanyakan tuduhan ini hanya merupakan kebenaran yang parsial. Kemungkinan tuduhan itu berlaku segera untuk misi-misi Portugis di negeri-negeri itu setelah Vasco da Gama dan kemudian misi-misi Belanda di Indonesia dan Jerman serta misi-misi Belgia di Afrika," ujarnya.
Di pihak lain, administrator-administrator Inggris di India dan Malaysia kebanyakan hampir menghangat ke arah misioner-misioner Kristen dan di Nigeria Utara mereka rupanya mengakui Islam.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut tulisan lengkap Montgomery Watt tersebut.
Di wilayah-wilayah India yang warga pribuminya beragama Islam di bawah pekerjaan misioner Inggris tidak diizinkan. Namun demikian, di beberapa koloni Inggris administrator-administrator diizinkan menguasai pendidikan dan pekerjaan medis terhadap misi-misi.
Jadi di koloni-koloni Inggris secara keseluruhan, sungguhpun ada kerjasama dalam berbagai tingkatan antara para administrator kolonial dan golongan misioner, yang belakangan jauh dari agen-agen sebelumnya.
Lebih dari itu, pekerjaan misioner yang penting adalah juga dilakukan oleh misi-misi bangsa Amerika, Skandinavia dan Swiss, yang tidak mempunyai koloni-koloni, namun diatur untuk boleh beroperasi di tempat-tempat seperti Kerajaan Ottoman.
Para misioner itu cenderung berbagi tugas kepada sikap superioritas barat dan Eropa terhadap rakyat yang mereka kunjungi. Dalam hal kepercayaan mereka kepada ajaran Kristen ini dipersatukan, apabila tidak dibingungkan, dengan kepercayaan kepada superioritas Eropa atau peradaban barat.
Mereka berharap bahwa banyak rakyat yang mereka kunjungi itu akan menjadi Kristen, namun mereka rupanya tidak membayangkan untuk mampu menawarkan kepada mereka sebagai sama pada hari depan yang dapat diperkirakan.
Lebih lanjut mereka berasumsi bahwa intelektualnya sendiri dan bentuk keimanan Kristen yang mempribadi akan cocok bagi setiap orang dan mereka tidak serius mempelajari Islam dan masyarakat Islam dalam rangka menemukan hal-hal yang kurang dalam Islam yang dapat dipenuhi oleh Kristen.
Dalam hal ini mereka seharusnya sadar bahwa masyarakat dan umat Islam benci terhadap orang- orang yang murtad (pindah agama), namun hal ini agaknya tidak menolong mereka untuk menyatakan bahwa persaudaraan dan solidaritas umat Islam adalah suatu nilai yang positif.
Khususnya di negeri-negeri Islam pekerjaan paling baik yang dilakukan oleh para misioner adalah mungkin di bidang pendidikan. Pendidikan ala barat yang mereka tawarkan adalah yang diinginkan oleh rakyat dan secara umum mempunyai kualitas yang tinggi dan merupakan usaha-usaha indoktrinasi anak-anak yang bebas dari kesalahan, walaupun terjadi kasus-kasus penekanan kecil bagi diterimanya Kristen.
Sekarang Universitas Amerika di Beirut aslinya adalah yayasan misioner dan telah mempertahankan standar-standar akademik yang tinggi.
Di negeri-negeri yang tidak ada tradisi literasi umum -- barangkali terutama di wilayah-wilayah yang lebih primitif di Afrika -- satu alasan bagi pendirian sekolah-sekolah misioner dalam rangka menjamin umat Kristen lokal mampu membaca dan mempelajari kitab Bible.
Rumah-rumah sakit dan klinik-klinik medis dibangun oleh para misioner yang terutama sekali merupakan ekspresi perhatian perawatan bagi penduduk tanpa akses keuntungan-keuntungan kedokteran Eropa. Memang benar juga harus dinyatakan bahwa pekerjaan medis yang efisien dapat meredusir rasa permusuhan dan kecurigaan terhadap misioner-misioner Kristen yang ada di berbagai kawasan.
Kita mendengar tempat-tempat di mana dibuat kondisi perawatan hingga pasien-pasien memperoleh pelayanan atau mendengarkan khutbah-khutbah, akan tetapi hal ini tidak disukai oleh kebanyakan misioner.
Persepsi Bangsa Eropa
Persepsi Islam terhadap yang dimungkinkan oleh para misioner adalah persepsi bangsa Eropa tentang waktu, yakni, penyimpangan-penyimpangan abad pertengahan yang masih tetap memainkan peranan secara luas.
Kemungkinan ini tidak wajar diambil sebagai persepsi misioner terhadap Islam dari pamflet yang diterbitkan oleh Masyarakat Buku Agama di London kira-kira tahun 1887.
Pamflet ini berjudul The Rise and Decline of Islam (Berkembang dan Mundurnya Islam: Islam bukannya Muhammadanisme!) dan yang ditulis oleh pendukung misi terpelajar yang antusias, Sir William Muir (yang akan dinyatakan kemudian).
Presentasi Islam ini mengulang kembali semua gambaran yang dinyatakan terdahulu sebagai yang memberi ciri khas bayangan abad pertengahan yang menyimpang, yakni, banyak kesalahan dalam pengajarannya, dikembangkannya dengan pedang dan kekerasan, dorongan untuk mengikuti nafsu seksual dan karakter Muhammad sendiri yang tidak memuaskan.
Memang benar para misioner hidup di tengah umat Islam lebih lanjut diuntungkan dengan wawasan pada kehidupan sehari-hari bagi rakyat yang mengitarinya, namun rupanya masih banyak yang mempunyai pemikiran tentang Islam terutama Islam sebagai suatu sistem ajaran yang salah.
Di abad sembilan belas di negeri-negeri Islam yang memungkinkan, seperti India yang dikuasai Inggris dan di suatu saat Iran yang ada perdebatan umum antara umat Islam dan Kristen. Memang para pelaku utama itu telah mempunyai pengetahuan tentang argumen-argumen yang dipakai oleh lawan-lawan mereka, namun sebagian mereka yang mengambil bagian jauh dari pengetahuan ilmiah bahkan dalam agamanya sendiri .
Salah satu partisipan yang memimpin dalam hal ini di pihak Kristen adalah Carl Gottlieb Pfander, yang secara umum diperdebatkan di Iran dan di India, yang kemudian juga diakui. Banyak buku-bukunya yang diterbitkan, pertama dalam bahasa Persia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Yang paling terkenal adalah buku yang berjudul Mizan ul Haqq atau Timbangan Kebenaran.
Dalam tiga bab dia memberi keterangan simpel yang positif tentang keimanan Kristiani, yang merupakan tema utama adalah makhluk yang bernama manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan spiritual dan karenanya umat Kristen menemukan yang lebih baik ketimbang Islam. Bab keempatnya memberikan kritik terhadap Islam, terutama sesuai dengan persepsi yang belakangan ini disimpangkan.
Rupanya hal itu tidak seperti perselisihan-perselisihan umum yang banyak dilakukan untuk mempromosikan tujuan-tujuan golongan misioner. Secara umum ada sebagian kecil orang Islam yang pindah ke agama Kristen, bertentangan dengan jumlah relatif bangsa primitif di Afrika.
Temple Gairdner
Sikap-sikap misioner selanjutnya dapat diilustrasikan dari kehidupan WH Temple Gairdner (1873-1928).
Setelah pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam di masa kuliahnya dia memutuskan untuk meminta menjadi seorang misioner di luar negeri.
Pada akhirnya pilihannya adalah ke Mesir sebagai bagian yang benar-benar berbeda karena nyatanya Jenderal Charles Gordon telah menjadi pahlawannya yang besar dan kematian Gordon adalah di tangan golongan Mahdi Sudan di tahun 1885 yang menjadikannya shock.
Hal ini agaknya yang menjadikan pemikirannya tentang Islam sebagai tantangan besar terhadap Kristen dan "bidang" ini yang dia geluti terus dalam pekerjaannya.
Barangkali dia juga secara tidak sadar digerakkan oleh berbagai kenyataan dari masa lalu, misalnya penempatan kembali Islam bagi Kristiani di negeri-negeri asalnya terkemudian.
Pada suatu saat teman-temannya dan dia sendiri berpikir bahwa dia dapat menjadi seorang sarjana-misioner, dan dia mulai dengan pemikiran ini; namun pada akhirnya memperkenankan dirinya terlibat dalam pekerjaan hari-demi-hari pada masyarakat misionernya di Kairo.
Satu keajaiban yang dapat dia rasakan bahwa ada semacam jalan buntu yang diperoleh dalam presentasi Kristiani terhadap umat Islam dan bahkan dia tidak melihat adanya jalan keluar yang memungkinkan.
Walaupun para misioner tidak membuka hubungannya dengan komunitas-komunitas muslim, pekerjaan mereka agaknya tidak memberi pengaruh perubahan besar dalam persepsi Kristen terhadap Islam.
Barangkali mereka terlalu tertutup untuk beberapa aspek tentang Islam yang memampukan melihatnya dari perspektif yang lebih luas. Administrasi Gairdner bagi Gordon dapat mempengaruhi sedikit warna sikap kolonialis, namun dalam waktu yang lama pekerjaannya di Kairo (1900-1928) tidak menunjukkan bukti keterlibatan politik.
(mhy)