Ayah Bisa Mewariskan Istri kepada Anak Sulung di Zaman Arab Jahiliyah

Jum'at, 03 Maret 2023 - 15:24 WIB
loading...
A A A
Abdul Aziz mengatakan, bagaimanapun, menikahi budak rampasan tetap sangat diminati, karena tak perlu maskawin, cukup dengan pedang. Hal ini terkait dengan salah satu tujuan utama perang atau penyerangan, yaitu harta rampasan, termasuk wanita rampasan yang disebut nazf'ah, yang perolehannya selalu jadi kebanggaan tentara Arab penunggang kuda (fursan al-Arab).



Proses Pinangan

Pernikahan biasa dilangsungkan melalui proses pinangan kepada tetua keluarga atau orangtuanya. Perihal pinangan kepada seorang wanita oleh lebih dari satu pria, si wanita diberikan kebebasan memilih oleh orangtuanya, sebagaimana Hindun binti Utbah bin Rabiah yang menerima dua pinangan, yaitu dari Suhail bin Amr dan Abu Sufyan bin Harb, dan kemudian memilih Abu Sufyan.

Setelah pinangan diterima, lalu ditentukanlah maskawin (mahar, al-mahr) yang sepenuhnya jadi hak orangtua atau wali. Bagi orang Arab sebelum Islam, mahar wajib ditanggung oleh si pria—jika tidak dibayar dianggap sebagai tindakan pembangkangan dan penghinaan.

Mahar paling berharga adalah logam emas yang tercetak bagus, atau unta betina yang tengah hamil, sesuai kadar kesanggupan masing-masing. Tercatat, mahar Abdul Muthalib bin Hasyim untuk Fathimah binti Amr sebesar 100 unta betina dan 100 pon emas.

Sesudah mahar disepakati, si pria peminang mengatakan “khatab” lalu dijawab dengan ucapan “nakah”, kemudian si pria berdiri dan pada saat bersamaan terdengar nyanyian dari para wanita, disertai penyembelihan hewan dan hidangan makanan. Saat seperti ini disebut Yawm al-Naqfah atau Yawm al-Amlak, yaitu hari kesepakatan, penyerahan mahar, dan akad pernikahan.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2543 seconds (0.1#10.140)