Kisah Sultan Utsmaniyah Selim I Taklukkan Yerusalem dan Jamin Kebebasan Beragama
loading...
A
A
A
Sebelum dikuasai Utsmaniyah atau Ottoman , Yerusalem berada di bawah Kekhalifahan Mamluk di Mesir. Pada tahun 1517, Sultan Selim I mengakhiri pemerintahan Mamluk sehingga otomatis Yerusalem pun di bawah kekuasaan Ottoman.
As-Safsafi Ahmad al-Qaturi dalam artikelnya berjudul "The Aqsa Mosque wa the First of the Two Qiblahts to Which Muslims Directed Themselves in Prayer" yang dipublikasikan laman Fountain Magazine menyebut kala itu, Sultan Selim I menguasai 3 Masjid Suci: Masjidilharam di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsa di Yerusalem.
Setelah Sultan Selim I mendirikan otoritas atas Suriah, Mesir, termasuk Makkah dan Madinah, dia memutuskan tidak boleh ada lagi gereja atau tempat ibadah baru yang dibangun di wilayah tersebut.
Hanya saja, tempat ibadah yang sudah dibangun harus tetap dipertahankan agar dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya semula.
Bangunan-bangunan tua hanya dapat dihancurkan jika dibangun kembali di tempat yang sama dan dengan gaya konstruksi yang sama.
Dengan membuat keputusan seperti itu, Sultan Selim I mengikuti teladan Amirul Mukminin, Khalifah Umar ibn al-Khattab , yang pada tahun 15 H (637). Beliau mengakui hak semua sekte non-Muslim secara tertulis.
Kebijaksanaan serupa juga diulangi oleh Sultan Selim I ketika menaklukkan Yerusalem. Dia mengumumkan sebuah keputusan tertulis yang menyatakan bahwa umat Kristen dan Yahudi berhak menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Keputusan ini, yang ditulis oleh hakim Yerusalem saat itu, disalin oleh Sarkiz Karako dari Armenia, dari salinan aslinya, yang ditemukan di Arsip Negara Patriarki Armenia di Yerusalem.
Hal yang sama juga ditemukan dalam Buku Gereja di Arsip Perdana Menteri Ottoman di Ankara.
Dalam ketetapan tersebut di atas, Sultan Selim I mendefinisikan hak-hak non-Muslim dan melarang segala bentuk pelanggaran atas hak-hak tersebut.
Berikut ini adalah terjemahan teks bahasa Arab dari dekrit tersebut, yang pada gilirannya telah diterjemahkan dari dokumen versi Turki.
Teks Dekrit Yerusalem
Biarlah keputusan ini dipatuhi dengan baik.
Keputusan terhormat ini, yang ditetapkan oleh Yang Mulia, bertuliskan monogram Sultan, dengan pertolongan Tuhan, menyatakan bahwa:
Dengan pertolongan Tuhan, kami telah tiba di Yerusalem pada tanggal 25 Safar (bulan kedua penanggalan bulan Arab) 923 H (1517). Ditemani oleh pendeta lain, Patriark Armenia, Sarkiz, yang datang meminta kami untuk memberikan bantuan kepada para pengikutnya, dalam hal ini mereka meminta kami untuk membiarkan mereka mengendalikan gereja dan tempat ibadah lainnya yang sejak zaman kuno telah ada di bawah administrasi mereka, serta untuk memperbaharui perjanjian yang diberikan kepada mereka oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab dan Salahuddin al-Ayyubi.
Setelah itu, telah diputuskan bahwa para pendeta Armenia akan terus diberi wewenang untuk memegang di bawah kendali mereka—seperti yang telah mereka lakukan—Gereja Qiyamah, Gua Bethlehem, tempat kelahiran Yesus Kristus, kunci pintu gerbang ke utara, dua tempat lilin di gerbang Qiyamah, gereja-gereja besar, Mar Yaqub, Gereja Dayr Az-Zaytun, Habs al-Masih dan Nablus, termasuk gereja-gereja Abyssinians, Copts, dan Assyria.
Keputusan terhormat ini menyatakan bahwa tidak seorang pun dari agama lain akan mengganggu mereka. Saya telah mengeluarkan keputusan ini memerintahkan ini: biarkan sepatutnya dipatuhi.
Kontrol dan pengaturan dari gereja-gereja besar yang disebutkan di atas adalah untuk pemiliknya. Demikian pula, ini berlaku untuk gereja-gereja yang terletak di pinggiran kota dan di dalam perbatasan Patriarkat Armenia di Mar Yaqub.
As-Safsafi Ahmad al-Qaturi dalam artikelnya berjudul "The Aqsa Mosque wa the First of the Two Qiblahts to Which Muslims Directed Themselves in Prayer" yang dipublikasikan laman Fountain Magazine menyebut kala itu, Sultan Selim I menguasai 3 Masjid Suci: Masjidilharam di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsa di Yerusalem.
Setelah Sultan Selim I mendirikan otoritas atas Suriah, Mesir, termasuk Makkah dan Madinah, dia memutuskan tidak boleh ada lagi gereja atau tempat ibadah baru yang dibangun di wilayah tersebut.
Hanya saja, tempat ibadah yang sudah dibangun harus tetap dipertahankan agar dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya semula.
Bangunan-bangunan tua hanya dapat dihancurkan jika dibangun kembali di tempat yang sama dan dengan gaya konstruksi yang sama.
Dengan membuat keputusan seperti itu, Sultan Selim I mengikuti teladan Amirul Mukminin, Khalifah Umar ibn al-Khattab , yang pada tahun 15 H (637). Beliau mengakui hak semua sekte non-Muslim secara tertulis.
Kebijaksanaan serupa juga diulangi oleh Sultan Selim I ketika menaklukkan Yerusalem. Dia mengumumkan sebuah keputusan tertulis yang menyatakan bahwa umat Kristen dan Yahudi berhak menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Keputusan ini, yang ditulis oleh hakim Yerusalem saat itu, disalin oleh Sarkiz Karako dari Armenia, dari salinan aslinya, yang ditemukan di Arsip Negara Patriarki Armenia di Yerusalem.
Hal yang sama juga ditemukan dalam Buku Gereja di Arsip Perdana Menteri Ottoman di Ankara.
Dalam ketetapan tersebut di atas, Sultan Selim I mendefinisikan hak-hak non-Muslim dan melarang segala bentuk pelanggaran atas hak-hak tersebut.
Berikut ini adalah terjemahan teks bahasa Arab dari dekrit tersebut, yang pada gilirannya telah diterjemahkan dari dokumen versi Turki.
Teks Dekrit Yerusalem
Biarlah keputusan ini dipatuhi dengan baik.
Keputusan terhormat ini, yang ditetapkan oleh Yang Mulia, bertuliskan monogram Sultan, dengan pertolongan Tuhan, menyatakan bahwa:
Dengan pertolongan Tuhan, kami telah tiba di Yerusalem pada tanggal 25 Safar (bulan kedua penanggalan bulan Arab) 923 H (1517). Ditemani oleh pendeta lain, Patriark Armenia, Sarkiz, yang datang meminta kami untuk memberikan bantuan kepada para pengikutnya, dalam hal ini mereka meminta kami untuk membiarkan mereka mengendalikan gereja dan tempat ibadah lainnya yang sejak zaman kuno telah ada di bawah administrasi mereka, serta untuk memperbaharui perjanjian yang diberikan kepada mereka oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab dan Salahuddin al-Ayyubi.
Setelah itu, telah diputuskan bahwa para pendeta Armenia akan terus diberi wewenang untuk memegang di bawah kendali mereka—seperti yang telah mereka lakukan—Gereja Qiyamah, Gua Bethlehem, tempat kelahiran Yesus Kristus, kunci pintu gerbang ke utara, dua tempat lilin di gerbang Qiyamah, gereja-gereja besar, Mar Yaqub, Gereja Dayr Az-Zaytun, Habs al-Masih dan Nablus, termasuk gereja-gereja Abyssinians, Copts, dan Assyria.
Keputusan terhormat ini menyatakan bahwa tidak seorang pun dari agama lain akan mengganggu mereka. Saya telah mengeluarkan keputusan ini memerintahkan ini: biarkan sepatutnya dipatuhi.
Kontrol dan pengaturan dari gereja-gereja besar yang disebutkan di atas adalah untuk pemiliknya. Demikian pula, ini berlaku untuk gereja-gereja yang terletak di pinggiran kota dan di dalam perbatasan Patriarkat Armenia di Mar Yaqub.