Dalil-Dalil Mereka yang Mengharamkan Musik dan Lagu, Begini Jawaban Syaikh Al-Qardhawi

Jum'at, 28 Juli 2023 - 05:45 WIB
loading...
Dalil-Dalil Mereka yang...
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi (Foto/Ilustrasi : new arab)
A A A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan mereka yang mengharamkan lagu dan musik mendasarkan pada firman Allah SWT dalam memuji orang-orang yang beriman. Allah berfirman: "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling dari padanya." ( QS Al Qashash : 55)

Menurut mereka, nyanyian termasuk "Al laghwu" (perkataan yang tidak berguna), maka wajib bagi kita untuk menghindarinya. Pendapat ini dijawab, bahwa secara zahir dari ayat ini "Al laghwu" adalah perkataan kotor seperti mencaci maki, perkataan yang menyakitkan dan sebagainya. Karena kesempurnaan ayat membuktikan hal itu.

Dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal-mu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." ( QS Al-Qashash : 55)



Ini mirip dengan firman Allah SWT yang menjelaskan sifat-sifat 'Ibadur Rahman: "Dan apabila orang-orang jahil itu mengejek mereka, mereka (balas) mengatakan dengan ucapan selamat ." ( QS Al-Furqan : 63)

"Kalau kita pasrah bahwa sesungguhnya Al laghwu dalam ayat tersebut meliputi nyanyian, pasti kita mendapatkan ayat itu mendorong kita untuk berpaling dari mendengarkan dan memujinya, padahal tidak demikian," ," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)

Kata "Al Laghwu" seperti kata "Al Baathil" yang berarti tidak berguna. "Dan mendengarkan apa-apa yang tidak berguna itu tidak haram selama tidak menelantarkan hak atau melalaikan yang wajib," ujar Al-Qardhawi.

Diriwayatkan dari Ibnu Juraij, bahwa ia memberi keringanan dalam masalah mendengarkan lagu, maka ia ditanya, "Apakah hal itu kelak di hari kiamat akan dimasukkan sebagai kebaikanmu atau keburukanmu?" Beliau menjawab, "Tidak termasuk hasanaat dan tidak termasuk sayyiaat, karena itu mirip dengan Al laghwu."

Allah SWT berfirman: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang main-main (yang tidak dimaksud untuk bersumpah)." ( QS Al Baqarah : 225)



Imam Al Ghazali mengatakan, "Apabila menyebut Asma Allah Ta'ala atas sesuatu dengan cara bersumpah, dengan tanpa aqad dan tidak bersungguh-sungguh saja tidak dikenakan sanksi, apa lagi dengan syair dan lagu-lagu.

Menurut al-Qardhawi, selain itu kita katakan bahwa tidak semua nyanyian itu termasuk "Al laghwu." Sesungguhnya itu tergantung pada niat orangnya, karena niat yang baik itu bisa mengubah suatu permainan menjadi suatu ibadah, dan bergurau menjadi suatu ketaatan sementara niat yang kotor itu bisa menghapus amal kita yang zahirnya beribadah sementara batinnya riya.

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat pada hati dan amalmu ." (HR Muslim )

Di sini kita bisa mengutip kata-kata Ibnu Hazm yang baik di dalam kitabnya "Al Muhalla" sebagai sanggahan terhadap orang-orang yang melarang lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mereka yang mengharamkan menyanyi itu berhujjah dan mengatakan, 'Apakah menyanyi itu barang yang haq atau tidak', tidak perlu pendapat yang ketiga, yang jelas Allah SWT sendiri mengatakan, "Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan" ( QS Yunus : 32)

Maka jawaban kita, Wabillahit Taufiq, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diterimanya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap (amal) seseorang tergantung pada niatnya ..." (H Muttafaqun 'Alaih).



Ibnu Hazm mengatakan maka barang siapa yang mendengarkan lagu-lagu untuk membantu dia bermaksiat kepada Allah, maka dia fasiq. Demikian juga terjadi pada selain lagu-lagu. Tetapi barangsiapa yang dengan lagu itu dia berniat untuk menghibur dirinya dan untuk memperkuat taatnya kepada Allah dan dengan lagu-lagu itu ia bersemangat untuk berbuat kebajikan maka ia termasuk berbuat ketaatan dan kebaikan, dan perbuatannya termasuk barang haq.

"Barangsiapa tidak berniat taat atau maksiat maka itu termasuk laghwun yang dimaafkan, seperti orang yang keluar ke kebunnya dan duduk di pintu rumahnya untuk bersenang hati dan mewarnai bajunya dengan warna keemasan atau hijau atau yang lainnya serta memanjangkan betisnya atau menekuknya serta seluruh aktivitasnya," ujar Ibnu Hazm.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3192 seconds (0.1#10.140)