Ibadah Kurban Kolektif Boleh Asal Memenuhi Ketentuan Berikut
loading...
A
A
A
MAKSUD dari pelaksanaan ibadah kurban secara kolektif adalah secara bersama atau gabungan. Dalam praktiknya, ada tiga bentuk pelaksanaan ibadah kurban yang dapat dikategorikan sebagai pelaksanaan ibadah kurban secara kolektif:
1. Seekor unta, sapi, atau kerbau sebagai pelaksanaan ibadah kurban untuk tujuh orang.
2. Seekor kambing, domba, atau biri-biri sebagai kurban patungan dari sekian banyak orang tanpa ada batasan jumlah mereka.
3. Arisan kurban; pengumpulan sejumlah uang oleh sekelompok orang setiap jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan penarikan undian untuk menentukan giliran siapa yang berhak melaksanakan ibadah kurban pada tahun itu.
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah orang yang berkurban dalam seekor hewan kurban.
Pertama, mazhab Syafi’iyah dan Abu Hanifah membolehkan menyembelih sapi dan unta untuk kurban tujuh orang. Abu Hanifah membolehkan tujuh orang secara bersama berkurban (sapi atau unta) dengan syarat mereka semuanya haruslah dengan niat yang sama, untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan Syafiiyah, Hanabilah, dan Nawawi membolehkannya sekalipun mereka berbeda dalam niat pelaksanaan penyembelihan hewan tersebut; seperti ibadah kurban “biasa” sedang yang lainnya kurban nazar dan sebagainya.
Hal ini karena masing-masing sama dengan hitungan berkurban dengan seekor kambing yang menjadi bagian dari kurbannya.
Kedua, Malikiyah tidak membolehkan berserikatnya dua orang atau lebih dalam hal nilai atau harga seekor hewan kurban. Sebab perbedaan mereka adalah perbedaan masalah: ashl dan qiyas yang dilakukan atas dalil tentang al-hadyu.
Ashl dalam hal ini adalah seekor hewan kurban itu hanya mencukupi bagi seorang saja, oleh sebab itu disepakati di kalangan ulama akan larangan berkurban biri-biri dan sejenisnya untuk kurban lebih dari satu orang. Karena perintah berkurban tidaklah terbagi-bagi karena orang yang berkurban secara bersama-sama tidak sah kurban yang dilaksanakannya kecuali ada dalil syara yang menjelaskannya.
Adapun dalil masalah al-hadyu yang diqiyaskan kepada masalah ini antara lain: Hadis nabi dari Jabir ia berkata,”kami melaksanakan haji Tamattu’ bersama Nabi saw maka kami menyembelih sapi untuk tujuh orang berkongsi dalam hal ini.” (Nasa’i).
Hadis Jabir yang menceritakan peristiwa Hudaibiyah, di mana Nabi menyatakan unta dan sapi itu memadai untuk tujuh orang. Dari Jabir ia berkata, ”Kami berkurban di Hudaibiyah bersama Nabi SAW, seekor unta itu sebagai kurban untuk tujuh orang dan sapi juga untuk tujuh orang.” (Ibn Majah).
Dan hadis Ibn Abbas yang menerangkan seseorang yang tidak menemukan seekor unta, boleh menggantinya dengan tujuh ekor kambing. Dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi SAW didatangi seorang laki-laki, maka ia berkata, ”Aku hendak berkurban dengan seekor unta, aku adalah seorang yang berada, tapi aku tidak memperolehnya (unta) untuk dibeli, maka ia diperintahkan Nabi SAW membeli tujuh ekor kambing, lalu ia menyembelihnya.” (Ibn Majah)
Jadi pelaksanaan ibadah kurban secara kolektif bentuk yang pertama; yakni seekor unta, sapi, atau kerbau untuk tujuh orang adalah dibolehkan berdasarkan analogi yang dilakukan para ulama terhadap hadis-hadis nabi di atas.
Ada juga yang berpendapat seekor unta untuk 10 orang .Asy Syaukani mengatakan bahwa unta udh-hiyah boleh untuk sepuluh orang dan unta al hadyu untuk tujuh orang. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/370)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk kurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (HR. Tirmidzi no. 905, Ibnu Majah no. 3131. Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih, sebagaimana dalam Misykatul Mashobih 1469 [17].
Begitu pula dari orang yang ikut urunan kurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya.
Kurban Kambing
Seekor kambing hanya untuk kurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142).
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, kurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, Asy Syaukani, 8/125, Mawqi’ Al Islam).
Ijma’ ulama bahwa seekor kambing, domba, atau memadai untuk kurban satu orang. Sehingga tidak memadai berkurban secara kolektif dengannya. Kecuali pendapat Malikiyah. Bahwa menurut Malikiyah memadai seseorang itu berkurban dengan seekor hewan kurban untuknya dan keluarganya.
Pengertian seseorang berkurban untuk diri dan keluarganya menurut Malikiyah adalah tidak dalam pengertian pemilikan dan harga, tapi dari segi ganjaran (pahala). Dengan pengertian bahwa seseorang yang berkurban meniatkan hewan kurban itu (sebelum disembelih) sebagai ibadah bagi orang tersebut dan keluarganya, sekalipun jumlah mereka lebih dari tujuh orang dengan syarat:
1. Mereka tinggal dalam satu rumah, syarat ini jika anggota keluarganya itu tidak wajib ia tanggung nafkahnya (sunat saja), jika mereka adalah orang yang wajib dinafkahinya maka syarat ini tidak diperlukan.
2. Ada ikatan kekerabatan.
3. Menafkahi mereka secara wajib ataupun sunah, anjuran untuk berbuat baik.
Hadis Nabi yang menerangkan bahwa hal demikian dipraktikkan oleh para sahabatnya, antara lain: Dari Atha ibn Yasar ia berkata, Aku bertanya pada Abu Ayyub an-Anshari bagaimana pelaksanaan ibadah kurban bada masa Nabi saw?” Ia berkata, “adalah seorang sahabat pada masa itu berkurban dengan seekor kambing untuknya dan keluarganya. Maka mereka memakannya dan memberi makan (pada orang yang membutuhkannya), sehingga manusia menyemarakkannya sebagaimana yang engkau lihat.” (Ibn Majah dan Tirmizi, ia menyatakan hadis ini shahih).
Pendapat senada juga diungkap kan oleh Yusuf al-Qardhawi bahwa seekor kambing boleh diperuntukkan untuk ibadah kurban seseorang. Maksud dengan seseorang di sini adalah seseorang dan keluarganya sebagaimana sabda Rasul ketika menyembelih hewan kurban, ia bersabda,” Ini dari Muhammad dan keluarganya.”
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis ‘Aisyah berikut: “…Ia mengambil domba tersebut, membaringkan, kemudian menyembelihnya sembari membaca bismillah. Ya Allah perkenankanlah (kurban ini) dari Muhammad, keluarga, dan umatnya. Lalu melaksanakan ibadah kurban tersebut.” (HR. Muslim)
Dalam hadis yang lain beliau bersabda: Rasulullah saw berkurban dengan dua ekor domba yang masing-masingnya mempunyai tanduk. Seekor di antaranya untuk kurban Nabi dan keluarganya. Sedangkan seekor lainnya untuk mereka yang tidak melaksanakan ibadah kurban dari umat Islam.” (Dar al-Quthni)
Hadis-hadis di atas menjadi dalil bagi mereka yang menyatakan kebolehan berkurban seekor kambing, domba, atau biri-biri untuk orang yang berkurban dan keluarganya dengan syarat seperti penjelasan Malikiyah bahwa pelaksanaan ibadah kurban kolektif dalam hal ini dalam pengertian pahalanya tidak soal hal harga atau ke pemilikannya.
Arisan
Terakhir, bagaimanakah hukumnya pelaksanaan ibadah kurban secara arisan?
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
”Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”[10]
Hanabilah menyatakan bahwa ibadah kurban itu disyariatkan bagi orang yang mungkin memperoleh harga hewan kurban tersebut sekalipun dengan jalan berhutang apa bila ia tidak sanggup membayarnya secara tunai.
Kaitannya dengan arisan kurban, jadi jika menggunakan pendapat mazhab Hanbali, maka sah ibadah kurban yang dilaksanakan secara arisan kurban; dengan pengertian setiap mereka berhutang untuk memenuhi kewajibannya terhadap yang lain.
Arisan kurban bisa dimaknai sebagai utang. Hal ini dengan catatan, pertama yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
Kedua, harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
Ketiga, ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan. ( )
1. Seekor unta, sapi, atau kerbau sebagai pelaksanaan ibadah kurban untuk tujuh orang.
2. Seekor kambing, domba, atau biri-biri sebagai kurban patungan dari sekian banyak orang tanpa ada batasan jumlah mereka.
3. Arisan kurban; pengumpulan sejumlah uang oleh sekelompok orang setiap jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan penarikan undian untuk menentukan giliran siapa yang berhak melaksanakan ibadah kurban pada tahun itu.
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah orang yang berkurban dalam seekor hewan kurban.
Pertama, mazhab Syafi’iyah dan Abu Hanifah membolehkan menyembelih sapi dan unta untuk kurban tujuh orang. Abu Hanifah membolehkan tujuh orang secara bersama berkurban (sapi atau unta) dengan syarat mereka semuanya haruslah dengan niat yang sama, untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan Syafiiyah, Hanabilah, dan Nawawi membolehkannya sekalipun mereka berbeda dalam niat pelaksanaan penyembelihan hewan tersebut; seperti ibadah kurban “biasa” sedang yang lainnya kurban nazar dan sebagainya.
Hal ini karena masing-masing sama dengan hitungan berkurban dengan seekor kambing yang menjadi bagian dari kurbannya.
Kedua, Malikiyah tidak membolehkan berserikatnya dua orang atau lebih dalam hal nilai atau harga seekor hewan kurban. Sebab perbedaan mereka adalah perbedaan masalah: ashl dan qiyas yang dilakukan atas dalil tentang al-hadyu.
Ashl dalam hal ini adalah seekor hewan kurban itu hanya mencukupi bagi seorang saja, oleh sebab itu disepakati di kalangan ulama akan larangan berkurban biri-biri dan sejenisnya untuk kurban lebih dari satu orang. Karena perintah berkurban tidaklah terbagi-bagi karena orang yang berkurban secara bersama-sama tidak sah kurban yang dilaksanakannya kecuali ada dalil syara yang menjelaskannya.
Adapun dalil masalah al-hadyu yang diqiyaskan kepada masalah ini antara lain: Hadis nabi dari Jabir ia berkata,”kami melaksanakan haji Tamattu’ bersama Nabi saw maka kami menyembelih sapi untuk tujuh orang berkongsi dalam hal ini.” (Nasa’i).
Hadis Jabir yang menceritakan peristiwa Hudaibiyah, di mana Nabi menyatakan unta dan sapi itu memadai untuk tujuh orang. Dari Jabir ia berkata, ”Kami berkurban di Hudaibiyah bersama Nabi SAW, seekor unta itu sebagai kurban untuk tujuh orang dan sapi juga untuk tujuh orang.” (Ibn Majah).
Dan hadis Ibn Abbas yang menerangkan seseorang yang tidak menemukan seekor unta, boleh menggantinya dengan tujuh ekor kambing. Dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi SAW didatangi seorang laki-laki, maka ia berkata, ”Aku hendak berkurban dengan seekor unta, aku adalah seorang yang berada, tapi aku tidak memperolehnya (unta) untuk dibeli, maka ia diperintahkan Nabi SAW membeli tujuh ekor kambing, lalu ia menyembelihnya.” (Ibn Majah)
Jadi pelaksanaan ibadah kurban secara kolektif bentuk yang pertama; yakni seekor unta, sapi, atau kerbau untuk tujuh orang adalah dibolehkan berdasarkan analogi yang dilakukan para ulama terhadap hadis-hadis nabi di atas.
Ada juga yang berpendapat seekor unta untuk 10 orang .Asy Syaukani mengatakan bahwa unta udh-hiyah boleh untuk sepuluh orang dan unta al hadyu untuk tujuh orang. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/370)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk kurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (HR. Tirmidzi no. 905, Ibnu Majah no. 3131. Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih, sebagaimana dalam Misykatul Mashobih 1469 [17].
Begitu pula dari orang yang ikut urunan kurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya.
Kurban Kambing
Seekor kambing hanya untuk kurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142).
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, kurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, Asy Syaukani, 8/125, Mawqi’ Al Islam).
Ijma’ ulama bahwa seekor kambing, domba, atau memadai untuk kurban satu orang. Sehingga tidak memadai berkurban secara kolektif dengannya. Kecuali pendapat Malikiyah. Bahwa menurut Malikiyah memadai seseorang itu berkurban dengan seekor hewan kurban untuknya dan keluarganya.
Pengertian seseorang berkurban untuk diri dan keluarganya menurut Malikiyah adalah tidak dalam pengertian pemilikan dan harga, tapi dari segi ganjaran (pahala). Dengan pengertian bahwa seseorang yang berkurban meniatkan hewan kurban itu (sebelum disembelih) sebagai ibadah bagi orang tersebut dan keluarganya, sekalipun jumlah mereka lebih dari tujuh orang dengan syarat:
1. Mereka tinggal dalam satu rumah, syarat ini jika anggota keluarganya itu tidak wajib ia tanggung nafkahnya (sunat saja), jika mereka adalah orang yang wajib dinafkahinya maka syarat ini tidak diperlukan.
2. Ada ikatan kekerabatan.
3. Menafkahi mereka secara wajib ataupun sunah, anjuran untuk berbuat baik.
Hadis Nabi yang menerangkan bahwa hal demikian dipraktikkan oleh para sahabatnya, antara lain: Dari Atha ibn Yasar ia berkata, Aku bertanya pada Abu Ayyub an-Anshari bagaimana pelaksanaan ibadah kurban bada masa Nabi saw?” Ia berkata, “adalah seorang sahabat pada masa itu berkurban dengan seekor kambing untuknya dan keluarganya. Maka mereka memakannya dan memberi makan (pada orang yang membutuhkannya), sehingga manusia menyemarakkannya sebagaimana yang engkau lihat.” (Ibn Majah dan Tirmizi, ia menyatakan hadis ini shahih).
Pendapat senada juga diungkap kan oleh Yusuf al-Qardhawi bahwa seekor kambing boleh diperuntukkan untuk ibadah kurban seseorang. Maksud dengan seseorang di sini adalah seseorang dan keluarganya sebagaimana sabda Rasul ketika menyembelih hewan kurban, ia bersabda,” Ini dari Muhammad dan keluarganya.”
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis ‘Aisyah berikut: “…Ia mengambil domba tersebut, membaringkan, kemudian menyembelihnya sembari membaca bismillah. Ya Allah perkenankanlah (kurban ini) dari Muhammad, keluarga, dan umatnya. Lalu melaksanakan ibadah kurban tersebut.” (HR. Muslim)
Dalam hadis yang lain beliau bersabda: Rasulullah saw berkurban dengan dua ekor domba yang masing-masingnya mempunyai tanduk. Seekor di antaranya untuk kurban Nabi dan keluarganya. Sedangkan seekor lainnya untuk mereka yang tidak melaksanakan ibadah kurban dari umat Islam.” (Dar al-Quthni)
Hadis-hadis di atas menjadi dalil bagi mereka yang menyatakan kebolehan berkurban seekor kambing, domba, atau biri-biri untuk orang yang berkurban dan keluarganya dengan syarat seperti penjelasan Malikiyah bahwa pelaksanaan ibadah kurban kolektif dalam hal ini dalam pengertian pahalanya tidak soal hal harga atau ke pemilikannya.
Arisan
Terakhir, bagaimanakah hukumnya pelaksanaan ibadah kurban secara arisan?
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
”Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”[10]
Hanabilah menyatakan bahwa ibadah kurban itu disyariatkan bagi orang yang mungkin memperoleh harga hewan kurban tersebut sekalipun dengan jalan berhutang apa bila ia tidak sanggup membayarnya secara tunai.
Kaitannya dengan arisan kurban, jadi jika menggunakan pendapat mazhab Hanbali, maka sah ibadah kurban yang dilaksanakan secara arisan kurban; dengan pengertian setiap mereka berhutang untuk memenuhi kewajibannya terhadap yang lain.
Arisan kurban bisa dimaknai sebagai utang. Hal ini dengan catatan, pertama yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
Kedua, harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
Ketiga, ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan. ( )
(mhy)