Batasan yang Harus Dipelihara dalam Musik dan Lagu Menurut Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Musik dan lagu boleh menurut syariat Islam . Hanya saja, kebolehan itu ada batasan yang harus dipelihara. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan kita tidak lupa untuk menambahkan selain hukum tersebut beberapa persyaratan yang harus dijaga di dalam mendengarkan lagu, antara lain sebagai berikut:
Pertama, kita tegaskan bahwa tidak semua lagu itu diperbolehkan. "Maka temanya atau isinya harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Dia lalu mencontohkan tidak boleh menyanyi dengan kata-kata Abu Nawas: "Biarkan aku mencela, sesungguhnya celaanku itu merayu, dan obatilah aku dengan penyakit."
Dan lebih berbahaya lagi adalah kata-katanya Iliya Abi Madhi di dalam qasidahnya, "Ath-Thalaasim":
- Aku datang, tidak tahu dari mana, tetapi aku datang!
- Dan sungguh aku telah melihat di hadapanku ada jalan maka aku berjalan.
- Bagaimana aku bisa datang? Bagaimana bisa melihat jalan, aku tidak tahu.
"Ini merupakan tasykik (peraguan) terhadap dasar-dasar keimanan, baik secara prinsip awal permulaan, tempat kembali dan prinsip kenabian," jelas Al-Qardhawi.
Menurutnya, di antara lagu-lagu yang dilarang adalah lagu yang berjudul "Dunia adalah Rokok dan Segelas Minuman Keras". Hal ini karena bertentangan dengan ajaran Islam yang telah menganggap minuman keras sebagai kotoran dari perbuatan setan.
Bahkan Islam telah melaknati orang yang minum minuman keras, yang memproduksi, yang memperjualbelikan, yang membawanya dan setiap orang yang membantu usaha itu. "Demikian juga rokok merupakan suatu penyakit yang berbahaya bagi kesehatan fisik dan ekonomi," ujarnya.
Lagu-lagu yang menyanjung orang-orang zalim, para thaghut, dan orang-orang fasik dari para pengusaha yang menimpa umat Islam sekarang ini, bertentangan dengan ajaran Islam yang melaknati orang-orang zalim dan setiap orang yang membantu mereka, bahkan yang membiarkan (mendiamkan) mereka. Maka bagaimana mungkin dibolehkan adanya orang yang menyanjung mereka?
Demikian juga lagu-lagu yang mengagungkan orang yang bermata keranjang dan yang berhidung belang, laki-laki atau wanita, itu juga bertentangan dengan Islam yang kitabnya selalu mengajak:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka memelihara pandangannya....""katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pendangannya ..." (QS An-Nur: 30, 31)
Rasulullah SAW berkata kepada Ali: "Wahai Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan dengan pandangan berikutnya. Sesungguhnya untukmu pandangan yang pertama, dan tidak boleh untukmu pandangan yang terakhir (kedua)."
Kedua, kemudian cara melagukan itu sendiri juga menjadi perhitungan. Karena bisa jadi kalau dilihat dari isi lagunya tidak ada masalah, tetapi cara melagukan dari penyanyi itulah masalahnya. Seperti mendesahkan suaranya untuk membangkitkan rangsangan bagi orang-orang yang hatinya sakit.
Hal ini dapat mengalihkan lagu-lagu itu dari boleh menjadi haram, syubhat atau makruh. Seperti yang kebanyakan disiarkan atau ditayangkan sebagai permintaan para pendengar radio dari jenis lagu-lagu yang membangkitkan seks, cinta dan kerinduan dengan berbagai variasinya, terutama di kalangan muda-mudi.
Sesungguhnya Al Qur'an telah memberikan wasiat kepada para isteri Rasulullah SAW:
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka Janganlah kamu tunduk (melunakkan) dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucaphanlah perkataan yang baik!." (QS Al Ahzab: 32)
Maka bagaimana jika di samping suara yang lambat itu, masih disertai dengan sajak, irama dan musik.
Pertama, kita tegaskan bahwa tidak semua lagu itu diperbolehkan. "Maka temanya atau isinya harus sesuai dengan adab dan ajaran Islam," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Dia lalu mencontohkan tidak boleh menyanyi dengan kata-kata Abu Nawas: "Biarkan aku mencela, sesungguhnya celaanku itu merayu, dan obatilah aku dengan penyakit."
Dan lebih berbahaya lagi adalah kata-katanya Iliya Abi Madhi di dalam qasidahnya, "Ath-Thalaasim":
- Aku datang, tidak tahu dari mana, tetapi aku datang!
- Dan sungguh aku telah melihat di hadapanku ada jalan maka aku berjalan.
- Bagaimana aku bisa datang? Bagaimana bisa melihat jalan, aku tidak tahu.
"Ini merupakan tasykik (peraguan) terhadap dasar-dasar keimanan, baik secara prinsip awal permulaan, tempat kembali dan prinsip kenabian," jelas Al-Qardhawi.
Menurutnya, di antara lagu-lagu yang dilarang adalah lagu yang berjudul "Dunia adalah Rokok dan Segelas Minuman Keras". Hal ini karena bertentangan dengan ajaran Islam yang telah menganggap minuman keras sebagai kotoran dari perbuatan setan.
Bahkan Islam telah melaknati orang yang minum minuman keras, yang memproduksi, yang memperjualbelikan, yang membawanya dan setiap orang yang membantu usaha itu. "Demikian juga rokok merupakan suatu penyakit yang berbahaya bagi kesehatan fisik dan ekonomi," ujarnya.
Lagu-lagu yang menyanjung orang-orang zalim, para thaghut, dan orang-orang fasik dari para pengusaha yang menimpa umat Islam sekarang ini, bertentangan dengan ajaran Islam yang melaknati orang-orang zalim dan setiap orang yang membantu mereka, bahkan yang membiarkan (mendiamkan) mereka. Maka bagaimana mungkin dibolehkan adanya orang yang menyanjung mereka?
Demikian juga lagu-lagu yang mengagungkan orang yang bermata keranjang dan yang berhidung belang, laki-laki atau wanita, itu juga bertentangan dengan Islam yang kitabnya selalu mengajak:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka memelihara pandangannya....""katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pendangannya ..." (QS An-Nur: 30, 31)
Rasulullah SAW berkata kepada Ali: "Wahai Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan dengan pandangan berikutnya. Sesungguhnya untukmu pandangan yang pertama, dan tidak boleh untukmu pandangan yang terakhir (kedua)."
Kedua, kemudian cara melagukan itu sendiri juga menjadi perhitungan. Karena bisa jadi kalau dilihat dari isi lagunya tidak ada masalah, tetapi cara melagukan dari penyanyi itulah masalahnya. Seperti mendesahkan suaranya untuk membangkitkan rangsangan bagi orang-orang yang hatinya sakit.
Hal ini dapat mengalihkan lagu-lagu itu dari boleh menjadi haram, syubhat atau makruh. Seperti yang kebanyakan disiarkan atau ditayangkan sebagai permintaan para pendengar radio dari jenis lagu-lagu yang membangkitkan seks, cinta dan kerinduan dengan berbagai variasinya, terutama di kalangan muda-mudi.
Sesungguhnya Al Qur'an telah memberikan wasiat kepada para isteri Rasulullah SAW:
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka Janganlah kamu tunduk (melunakkan) dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucaphanlah perkataan yang baik!." (QS Al Ahzab: 32)
Maka bagaimana jika di samping suara yang lambat itu, masih disertai dengan sajak, irama dan musik.