Makna Kemerdekaan dari Perspektif Maqashid as-Syariah

Jum'at, 18 Agustus 2023 - 10:44 WIB
loading...
Makna Kemerdekaan dari Perspektif Maqashid as-Syariah
Syariah hadir untuk mewujudkan Maqashid yang sejalan dengan tujuan Kemerdekaan. Foto/SINDOnews
A A A
Imam Shamsi Ali
Diaspora Indonesia di Kota New York
Presiden Nusantara Foundation USA

Bangsa Indonesia kembali merayakan hari ulang tahun (HUT) RI yang ke-78 dengan riang dan penuh semangat. Beragam aktivitas dipersiapkan. Dari upacara bendera di hari H hingga berbagai perlombaan menjelang hari peringatan peristiwa terpenting bangsa ini.

Di tengah kegembiraan ini tentu ada baiknya kita semua kembali merenungi makna dan hakikat dari Kemerdekaan yang dirayakan. Hal ini menjadi penting agar perayaan itu tidak sekadar menjadi acara seremonial tahunan yang kurang bermakna.

Kemerdekaan dan Maqashid as-Syari'ah
Kali ini saya mencoba menghubungkan Kemerdekaan dengan Maqashid As-Syari'ah atau hal-hal yang menjadi tujuan dari pelaksanaan Syariah atau hukum Islam. Dengan memahami Maqashid (the goals) Syariah dengan sendirinya akan mengurangi stigma atau persepsi yang salah tentang Syariah itu sendiri.

Diakui atau tidak, Syari'ah memang masih sering dipahami secara literal dan sempit, baik oleh sebagian Umat Islam sendiri maupun non Muslim. Akibatnya Syariah seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang mengaku Muslim.

Padahal jika saja kita paham secara benar dan baik, jauh dari tendensi prejudice dan kebencian, pastinya Syariah akan diapresiasi bahkan dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Syariah akan menjadi pintu bagi terwujudnya nilai-nilai universal kemanusiaan, seperti HAM, kebebasan, keadilan dan kebahagiaan.

Saya dapat mengatakan bahwa Maqashid as-Syariah dan Kemerdekaan (Al-Istiqlal) merupakan dua entitas yang senyawa. Semua elemen atau 'anasir Maqashid as-Syariah secara mendasar juga menjadi tujuan utama dari deklarasi kemerdekaan. Yang berbeda hanya pada kisaran teknis dan metode untuk mencapai tujuan-tujuan yang mulia.

Sebagaimana disepakati oleh para ulama, khususnya para ahli di bidang hukum Islam atau Syariah, ada lima tujuan utama (Maqashid) dari hukum Islam. Kelima tujuan ini yang lebih dikenal dengan istilah Maqashid as-Syariah.

Kelima tujuan itu adalah:
1. Hifzul hayaah (menjaga kehidupan).
2. Hifzu ad-diin (menjaga agama).
3. Hifzul 'Irdh wa an-nasl (menjaga kehormatan dan keturunan).
4. Hifzul 'aqal (menjaga akal).
5. Hifzul maal (menjaga harta atau kepemilikan).

Dalam perkembangan selanjutnya, ada kecenderungan untuk menambah satu lagi dari tujan Syariah. Yaitu Hifzu al-bii'ah atau menjaga lingkungan hidup. Secara umum, Syariah juga bertujuan untuk menjaga bumi dan alam semesta. Karena hal ini adalah tugas utama manusia sebagai khalifa di atas bumi ini.

Jika saja kita renungi lebih jauh tentang makna dan tujuannya akan didapati bahwa Maqashid as-Syariah di atas dan kemerdekaan keduanya pada hakikatnya semakna dan senyawa.

Apalagi jika agama secara umum dan Syariah secara khusus dikaitkan dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sangat wajar jika tujuan Kemerdekaan sesungguhnya memiliki ikatan yang kuat dengan Maqashid as-Syariah itu.

Merdeka itu Hidup
Maqashid as-Syariah adalah hufzul hayaah atau menjaga kehidupan. Sejatinya pada konteks ini esensi kemerdekaan merupakan kehidupan itu sendiri. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah memperjuangkan lehidupan.

Dengan sendirinya dapat dipahami bahwa penjajahan sesungguhnya perampasan hak hidup. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat dengan "Laa ilaaha illa Allah". Bahkan di saat-saat nyawanya sedang terancam.

Kemerdekaan yang dirayakan hendaknya memperbaharui semangat dan tekad kita untuk membangun kehidupan yang bermartabat dan mulia. Tentu kehidupan yang bermartabat di segala lininya, baik secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan bahkan pada aspek moral dan kemanusiaan.

Merdeka itu Beragama
Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bahagian integral dari kehidupan manusia. Dalam agama dipahami bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (dzalika ad-diin Al-qayyim).

Karenanya, kemerdekaan yang dirayakan harus memberikan jaminan dan kebebasan dalam kehidupan beragama. Pengakuan kemerdekaan seraya memarjinalkan agama dan pemeluknya akan menjadikan kemerdekaan seolah pengakuan palsu. Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka wujud Kemerdekaan hadir untuk memberikan jaminan dalam kehidupan beragama bagi semua warga negara.

Merdeka itu Menjaga Keturunan
Poin ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzun 'irdh qan nasal (menjaga kehormatan dan keturunan). Pada aspek ini disyariatkan pernikahan dan diharamkannya perzinahan. Dengan demikian kemerdekaan bangsa harus memastikan penegakan hukum demi menjaga karakter dan moralitas bangsa.

Selain memastikan terjaganya karakter dan moralitas anak-anak bangsa, kemerdekaan juga hendaknya dimaknai sebagai terwujudnya jaminan masa depan generasi. Jaminan yang dimaksud tentu mencakup semua hal, termasuk jaminan pendidikan dan kemakmuran yang berkeadilan.

Merdeka itu Memuliakan Akal
Tujuannya keempat dari Maqashid as-Syariah adalah menjaga akal. Tentu kata akal (aql) di sini bermakna luas. Termasuk di dalamnya pemikiran, ilmu, bahkan opini atau pendapat. Maka pada kaitan ini Kemerdekaan itu harus menghadirkan jaminan untuk berkembangnya kecendekiawan dan intelektualitas manusia.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3737 seconds (0.1#10.140)