Jejak Kekejaman Israel: Kisah Pilu Rakyat Palestina yang Diusir dari Tanah Mereka

Rabu, 11 Oktober 2023 - 08:14 WIB
loading...
Jejak Kekejaman Israel: Kisah Pilu Rakyat Palestina yang Diusir dari Tanah Mereka
Gelombang pertama pengungsi Palestina terjadi akibat perang Israel-Arab tahun 1948 berjumlah 726.000 orang. Foto: anera
A A A
Jejak kekejaman Israel saat merampas tanah Palestina membekas dan terus berlangsung sampai hari ini. Mantan anggota Kongres AS, Paul Findley (1921 – 2019) mengatakan tragedi ini menimbulkan gelombang besar pengungsi Palestina. Gelombang pertama terjadi akibat perang Israel-Arab tahun 1948 berjumlah 726.000 orang, dua pertiga dari seluruh penduduk Palestina yang 1,2 juta orang.

Anehnya, kala itu, Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion menolak klaim itu. "Tidak ada pengungsi... yang ada hanyalah para pejuang yang berusaha untuk menghancurkan kita, sampai ke akar-akarnya," ujarnya.

"Itu omong kosong," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the US - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).

Faktanya, laporan-laporan dari berbagai sumber yang mandiri dan dapat dipercaya menunjukkan bahwa sebagian besar pengungsi Palestina adalah anak-anak, kaum wanita, dan kaum pria yang sudah tua.



Paul Findley mengatakan setelah pasukan Israel --di bawah komando calon perdana menteri Yitzhak Rabin-- merebut kota Arab, Lydda, pada pertengahan 1948 dan mengusir penduduk, komandan militer Inggris dari pasukan Yordania, Pasha Glubb, melaporkan:

"Barangkali 30.000 orang atau lebih, hampir seluruhnya kaum wanita dan anak-anak, memungut apa saja yang dapat mereka bawa dan lari dari rumah-rumah mereka melintasi padang terbuka."

Pada 16 September, penengah PBB Count Folke Bernadotte mencatat bahwa "hampir seluruh penduduk Arab lari atau diusir dari daerah pendudukan Yahudi. Banyak di antara mereka adalah bayi-bayi, anak-anak, kaum wanita yang sedang hamil dan ibu-ibu yang sedang menyusui. Kondisi mereka sungguh papa."

Pada 17 Oktober 1948, wakil AS di Israel, James G. McDonald, melaporkan dengan mendesak dan langsung kepada Presiden Truman bahwa tragedi para pengungsi Palestina dengan cepat berubah menjadi bencana dan harus dianggap sebagai malapetaka.

Sumber-sumber pertolongan dan pemukiman kembali di masa sekarang dan mendatang sama sekali tidak memadai... Dari kira-kira 400.000 pengungsi yang akan menghadapi musim dingin dengan hujan deras, diperkirakan, akan terbunuh lebih dari 100.000 pria yang telah tua, kaum wanita dan anak-anak yang tidak mempunyai tempat berlindung dan hanya menyimpan sedikit atau bahkan tidak menyimpan makanan sama sekali.



Pada Februari 1949 angka kematian di kalangan para pengungsi Palestina di Jalur Gaza saja dilaporkan 230 orang tiap hari. William L. Gower, delegasi untuk Palang Merah Amerika, melaporkan: "80% hingga 85% dari orang-orang yang terusir terdiri atas anak-anak, wanita-wanita tua, wanita-wanita yang sedang hamil, dan ibu-ibu menyusui."

Pada pertengahan Maret 1949, sebuah laporan dari Kementerian Luar Negeri berbunyi: "Dana Darurat Anak-anak Internasional menganggap 425.000 atau 58 persen dari pengungsi patut diberi bantuan dalam programnya: kelompok ini terdiri atas bayi-bayi, anak-anak kecil, kaum wanita yang sedang hamil, dan ibu-ibu menyusui.

Kira-kira 15 persen pengungsi sudah berusia lanjut, sakit, dan lemah. Akan terlihat bahwa kaum pria dan wanita yang berbadan sehat jumlahnya paling banyak 25 persen dari keseluruhan, atau 180.000 orang."

Reaksi di Amerika Serikat terutama adalah tidak peduli. Media berita Amerika pada umumnya mengabaikan keadaan para pengungsi Palestina. Laporan rahasia Kementerian Luar Negeri Maret 1949 menyatakan bahwa publik Amerika Serikat "secara umum tidak menyadari masalah pengungsi Palestina, sebab hal itu tidak diberi tekanan oleh pers atau radio."

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2415 seconds (0.1#10.140)