Pembebasan Irak: Doa Khalid bin Walid dan Kisah Sungai Darah

Rabu, 17 Januari 2024 - 16:50 WIB
loading...
Pembebasan Irak: Doa Khalid bin Walid dan Kisah Sungai Darah
Selama 3 hari menggiling makanan untuk 18000 orang anggota pasukan, sementara air sungai berwarma merah padam mengalir deras di bawahnya. Ilustrasi: Ist
A A A
Pasukan muslim di bawah komando Khalid bin Walid akhirnya memenangkan pertempuran Walajah yakni perang melawan tentara Persia yang dibantu sejumlah kabilah Arab.

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan ketika itu rampasan perang yang diperoleh pasukan Muslimin begitu banyak sehingga Khalid ketika berdiri di depan pasukannya berkata sambil menunjuk ke tanah tempat mereka bertempur yang begitu kaya itu:

"Tidakkah kalian lihat makanan ini yang setinggi gunung. Demi Allah, kalau hanya untuk mencari makan, dan bukan karena kewajiban kita berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada ajaran Allah SWT, pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita yang berkuasa di sini, dan orang yang enggan berjuang seperti yang kalian lakukan ini, kita biarkan dalam kelaparan dan kekurangan."

Haekal mengatakan masih adakah seorang Muslim yang akan memperhitungkan nyawanya sesudah mendengar kata-kata ini? Di sini ia berjuang di jalan Allah, membawa rampasan perang, dan tawanan menjadi milik mereka. Bukankah ini suatu kenikmatan dunia dan akhirat? Mana ada orang yang mau menjauhmya? Dan siapa yang tidak ingin segera bertemu dengan Al-Khaliq?



Persiapan Menyerbu Ullais

Demikianlah keadaan orang Arab itu. Lalu bagaimana dengan pihak Persia, sebagai pengawal kebudayaan dunia waktu itu, pusat segala kemewahan dan kemkmatan dunia, ilmu dan seni?

Haekal mengatakan yang mengherankan kita setelah peristiwa Walajah, ialah karena yang darahnya mendidih oleh kehancuran itu bukan orang-orang Persia, melainkan orang-orang Arab Banu Bakr bin Wa'il.

Mereka tak senang jika yang mendapat kemenangan itu saudara sepupu mereka sendiri di Semenanjung. Mereka marah, orang-orang Nasrani sebangsanya juga marah. Mereka berkorespondensi dengan pihak Persia. Dan akhirnya keduanya berkumpul di Ullais ke jalur Sungai Furat di pertengahan jalan antara Hirah dengan Ubullah.

Kisra Ardasyir menulis kepada Bahman Jaduweh supaya maju terus dengan pasukannya sampai ke Ullais. Di sana mereka akan berkumpul dengan pasukan Persia dan orang-orang Arab Kristen. Tetapi Bahman berpendapat akan menemui Ardasyir untuk membicarakan suatu ketentuan serta menerima perintah-perintah atasannya itu.



Gaban, salah seorang panglimanya juga, mendesaknya agar ia meneruskan perjalanan ke Ullais, sambil berkata: ''Hindarilah dulu perang dengan pasukan Muslimin sebelum aku menyusulmu, kecuali jika kau harus cepat-cepat."

Tetapi Bahman menjumpai Ardasyir sedang sakit. Ia tak dapat meninggalkannya dan menyerahkan tugas itu kepada Gaban tanpa mengirim berita apapun tentang keadaannya, juga tidak menyebut-nyebut hal itu.

Menurut Haekal, ketika sampai di Ullais Gaban mendampingi Abdul Aswad al-Ijli komandan pasukan Banu Bakr bin Wa'il dengan beberapa orang Nasrani yang bergabung dengan dia. Mereka berdua itulah yang mengatur siasat perang.

Khalid bin Walid tidak tahu tentang perjalanan Gaban dan pasukan Persia itu. Yang diketahuinya hanya orang-orang Nasrani yang sudah berkumpul di Ullais. Dia pun berangkat dengan pasukannya serta orang-orang Arab Irak yang bergabung dengan dia.

Ia kembali ke Hafir hendak mengatur barisan belakang. Melihat persiapan itu sesuai dengan rencananya, cepat-cepat ia kembali untuk menyongsong musuh di tempat mereka bermarkas.

Begitu sampai di Ullais, tidak menunda lagi langsung ia mengajak mereka bertempur. Pasukan Arab itu segera menghadapinya. Tetapi tanpa memberi kesempatan samasekali Khalid langsung membantai komandannya, Malik bin Qais.



Melihat barisannya mulai kacau Gaban bersama pasukan Persianya maju memberi semangat. Dia dan pasukannya itu termasuk yang yakin sekali bahwa ia akan menang. Bukankah Bahman sudah menjanjikannya akan menyusul.

Hendaklah bertahan dan tabah menghadapi pasukan Muslimin sementara menunggu datangnya bala bantuan. Pertahankanlah sekuat tenaga dalam posisinya itu. Khalid melihat betapa tabah dan gigihnya mereka, walaupun ia tak tahu apa yang mendorong mereka.

Sejenak pertempuran itu begitu sengit yang membuat Khalid jadi bingung. Ia menghadapkan diri kepada Tuhan dan memohonkan pertolongan: "Allahumma ya Allah, berilah hamba pertolongan. Kalau Engkau memberikan kemenangan kepada kami menghadapi mereka, jangan biarkan seorang pun yang hidup dari mereka. Berilah kekuatan kepada kami agar kubanjiri sungai mereka dengan darah mereka sendiri."

Haekal mengatakan kita tentu tahu arti kata-kata yang keluar dari lubuk hati Saifullah ini, lubuk hati yang paling dalam, yang tak pernah kenal takut, tak pernah mengelak dari maut dan tidak gamang melihat darah.

Pasukan Persia dan pembela-pembelanya itu cukup tabah, sedang Bahman belum juga muncul. Selama itu Khalid tidak meninggalkan segala macam muslihat perangnya, yang memang menjadi ciri khasnya sebagai seorang jenius dalam memimpin pertempuran, membuat musuhnya itu terjepit.

Sesudah ketabahan dan kekuatannya berangsur surut, sehingga tak dapat tidak mereka harus mengalami kehancuran, barisan mereka jadi centang perenang, mereka berbalik ke belakang dan cepat-cepat lari. Tak ada tujuan lain buat mereka selain mencari selamat.



Khalid melihat mereka lari, maka disuruhnya orang yang biasa ditugaskan memanggil-manggil untuk berseru kepada mereka: "Tawanan! Tawanan! Jangan dibunuh kecuali yang melawan!"

Pasukan berkuda Muslimin dapat menyusul pasukan Persia dan orang-orang Arab sekutunya itu. Mereka dibawa berbondong-bondong sebagai tawanan perang, diseret seperti binatang ternak.

Sebelum terjadi pertempuran pasukan Persia sudah menyiapkan makanan, tetapi Khalid sudah mendahului mereka. Setelah mereka rontok, Khalid berdiri di depan makanan itu seraya berseru kepada pasukannya: "Apa yang sudah diperoleh sebagai rampasan perang ini untuk kalian."

Pasukan Muslimin itu pun duduk menghadapi makan malam dengan begitu berselera, yang kebanyakan menganggap sebagai suatu keanehan. Melihat sejenis roti tipis-tipis yang belum mereka kenal, mereka bertanya: Yang bertambal-tambal putih ini apa! Orang yang sudah tahu menjawab bergurau: Pernah kalian mendengar tentang roti yang dikerat tipis-tipis? Inilah dia! Karena itu dinamai roti tipis-tipis. Orang Arab menamakannya hiburan untuk tamu.

Sungai Darah

Khalid meminta agar tawanan-tawanan itu diperiksa untuk memenuhi janjinya hendak membanjiri sungai dengan darah mereka. Ia wakilkan kepada beberapa orang pasukannya memenggal leher mereka di sungai setelah airnya dibendung.



Selama sehari semalam mereka yang ditunjuk oleh Khalid membantai mereka tetapi sungai itu tidak mengalirkan darah. Beberapa orang yang dekat kepada Khalid berkata: "Kalaupun penghuni dunia ini kau bantai darah mereka tak akan mengalir. Darah itu akan lancar mengalir bersama air. Begitulah kalau kau ingin memenuhi janjimu."

Atas perintah Khalid air di sungai dibuka kembali; maka darah segar pun mengalir. Sejak itu sungai tersebut dinamai "Sungai Darah."

Tabari menceritakan bahwa di tepi sungai itu terdapat beberapa penggilingan, yang selama tiga hari menggiling makanan untuk delapan belas ribu orang anggota pasukan, sementara air sungai berwarma merah padam mengalir deras di bawahnya.

Khalid belum puas dengan sungai yang sudah banjir darah itu. Bahkan ia pergi ke sebuah tempat yang disebut Amgisyia atau Manisyia - sebuah kota seperti Hirah - di dekat Ullais, terletak di hilir Furat di anak sungai Badaqli. Penduduknya pernah terlibat dalam perang di luar kota Ullais.



Khalid memerintahkan pasukannya agar menghancurkan kota itu. Mereka mengambil semua yang ada di situ dan dianggapnya sebagai harta rampasan perang. Dari sana anggota pasukan berkuda mendapat bagian seribu lima ratus (dirham) di samping hadiah yang diperoleh dari Khalid bagi mereka yang sudah mati-matian bertempur di Ullais.

Khalid mengirimkan laporan berikut seperlima rampasan perangnya dan orang-orang tawanan kepada Khalifah Abu Bakar di tangan seseorang benama Jandal dari suku Banu Ijl.

Setelah disampaikan apa yang terjadi dan melaporkan tentang dikuasainya Ullais dengan hasil rampasan dan tawanan perang serta beberapa orang yang telah berjasa dan bagaimana pula strategi Khalid, Abu Bakar tak dapat menahan diri berteriak: "Tak akan ada perempuan dapat melahirkan anak seperti Khalid!"

Ia menyuruh Jandal mengawini seorang perempuan dari Ullais supaya kemudian dapat melahirkan anak. Kemenangan itu supaya diumumkan ke seluruh Medinah dan tempat-tempat lain di negeri Arab. Abu Bakar merasa lega dengan pertolongan Allah kepada pasukannya di Irak itu, dan memang, Pedang Allah itu tak dapat dikalahkan.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4891 seconds (0.1#10.140)