3 Tingkatan Salat Malam Nisfu Syaban
loading...
A
A
A
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dalam kitabnya Majmu’ Fatawa mengatakan salat pada malam Nisfu Syaban ada tiga tingkatan.
Pertama, salat yang dikerjakan oleh orang yang terbiasa melakukannya di luar malam nisfu Syaban. Seperti orang yang terbiasa melakukan salat malam.
Jika orang ini melakukan salat malam yang biasa dilakukannya di luar malam nisfu Syaban pada malam nisfu Syaban tanpa memberikan tambahan khusus dan dengan tanpa ada keyakinan bahwa malam ini memiliki keistimewaan, maka salat yang dikerjakan orang ini tidak apa-apa. Karena ia tidak membuat-buat suatu yang baru dalam agama Allâh Azza wa Jalla.
Kedua, salat yang khusus dikerjakan pada malam nisfu Sya’bân. Ini termasuk bid’ah. Karena tidak ada riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang menyatakan Nabi SAW memerintahkan, atau mengerjakannya begitu juga dengan para sahabatnya.
Adapun hadis Ali ra yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah rahimahullah, “Jika malam nisfu Sya’bân, maka salatlah di malam harinya dan berpuasalah pada siangnya.”
Hadis tersebut oleh Ibnu Rajab dinilainya lemah, sementara Rasyid Ridha menilainya palsu. Hadis seperti ini tidak bisa dijadikan sandaran untuk menetapkan hukum syari.
Para Ulama memberikan toleran dalam masalah beramal dengan hadis lemah dalam masalah fadhâilul a’mâl, tapi itupun dengan beberapa syarat yang harus terpenuhi, di antaranya :
- Syarat pertama kelemahan hadis itu tidak parah. Sementara kelemahan hadis (tentang salat nisfu Sya’bân) ini sangat parah. Karena di antara perawinya ada orang yang pernah memalsukan hadis.
- Syarat kedua, hadis yang lemah itu menjelaskan suatu yang ada dasarnya. Misalnya, ada ibadah yang ada dasarnya lalu ada hadis-hadis lemah yang menjelaskannya sementara kelemahannya tidak parah, maka hadis-hadis lemah ini bisa memberikan tambahan motivasi untuk melakukannya, dengan mengharapkan pahala yang disebutkan tanpa meyakininya sepenuh hati.
Artinya, jika benar, maka itu kebaikan bagi yang melakukannya, sedangkan jika tidak benar, maka itu tidak membahayakannya karena ada dalil lain yang dijadikan landasan utama. Dan sebagaimana sudah diketahui bahwa dalam dalil yang memerintahkan untuk menunaikan salat nisfu Sya’bân, syarat-syarat ini tidak terpenuhi. Karena perintah ini tidak memiliki dalil yang shahih dari Nabi SAW sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dan yang lainnya.
Dalam al-Lathâif Ibnu Rajab mengatakan, “Begitu juga tentang salat malam pada malam nisfu Sya’bân, tidak ada satu dalil sahih pun dari Nabi SAW maupun dari sahabat.
Muhammad Rasyid Ridha mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla tidak mensyari’atkan bagi kaum Mukminin satu amalan khusus pun pada malam nisfu Sya’bân ini, tidak melalui kitabullah, ataupun melalui lisan Rasûlullâh SAW juga tidak melalui sunnah beliau.”
Syaikh Bin Baz mengatakan, “Semua riwayat yang menerangkan keutamaan salat malam nisfu Sya’bân adalah riwayat palsu.”
Keterangan terbaik tentang salat malam nisfu Sya’bân yaitu perbuatan sebagian tabi’in, sebagaimana penjelasan Ibnu Rajab dalam al-Lathâif, “Malam nisfu Sya’bân diagungkan oleh tabi’in dari Syam. Mereka bersungguh-sungguh melakukan ibadah pada malam itu. Dari mereka inilah, keutamaan dan pengagungan malam ini diambil. Ada yang mengatakan, ‘Riwayat yang sampai kepada mereka tentang malam nisfu Sya’bân itu adalah riwayat-riwayat isra’iliyyat.’ Ketika kabar ini tersebar diseluruh negeri, manusia mulai berselisih pendapat, ada yang menerimanya dan sependapat untuk mengagungkan malam nisfu Sya’bân, sedangkan Ulama Hijâz mengingkarinya. Mereka mengatakan, ‘Semua itu perbuatan bid’ah.‘
Syaikh al Utsaimin mengatakan tidak diragukan lagi, pendapat yang ulama Hijaz ini adalah pendapat yang benar. Karena Allâh berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah/5:3).
Seandainya salat malam nisfu Sya’bân itu bagian dari agama Allâh, tentu Allâh Azza wa Jalla jelaskan dalam kitab-Nya, atau dijelaskan oleh Rasûlullâh SAW melalui ucapan maupun perbuatannya.
Ketiga, dikerjakan malam itu satu salat khusus dengan jumlah tertentu dan ini dilakukan tiap tahun. Maka ini lebih parah daripada tingkatan kedua dan lebih jauh dari sunnah.
Riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits palsu. As-Syaukâni rahimahullah mengatakan, “Semua riwayat tentang salat malam nisfu Sya’bân ini adalah riwayat bathil dan palsu.”
Pertama, salat yang dikerjakan oleh orang yang terbiasa melakukannya di luar malam nisfu Syaban. Seperti orang yang terbiasa melakukan salat malam.
Jika orang ini melakukan salat malam yang biasa dilakukannya di luar malam nisfu Syaban pada malam nisfu Syaban tanpa memberikan tambahan khusus dan dengan tanpa ada keyakinan bahwa malam ini memiliki keistimewaan, maka salat yang dikerjakan orang ini tidak apa-apa. Karena ia tidak membuat-buat suatu yang baru dalam agama Allâh Azza wa Jalla.
Kedua, salat yang khusus dikerjakan pada malam nisfu Sya’bân. Ini termasuk bid’ah. Karena tidak ada riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang menyatakan Nabi SAW memerintahkan, atau mengerjakannya begitu juga dengan para sahabatnya.
Adapun hadis Ali ra yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah rahimahullah, “Jika malam nisfu Sya’bân, maka salatlah di malam harinya dan berpuasalah pada siangnya.”
Hadis tersebut oleh Ibnu Rajab dinilainya lemah, sementara Rasyid Ridha menilainya palsu. Hadis seperti ini tidak bisa dijadikan sandaran untuk menetapkan hukum syari.
Para Ulama memberikan toleran dalam masalah beramal dengan hadis lemah dalam masalah fadhâilul a’mâl, tapi itupun dengan beberapa syarat yang harus terpenuhi, di antaranya :
- Syarat pertama kelemahan hadis itu tidak parah. Sementara kelemahan hadis (tentang salat nisfu Sya’bân) ini sangat parah. Karena di antara perawinya ada orang yang pernah memalsukan hadis.
- Syarat kedua, hadis yang lemah itu menjelaskan suatu yang ada dasarnya. Misalnya, ada ibadah yang ada dasarnya lalu ada hadis-hadis lemah yang menjelaskannya sementara kelemahannya tidak parah, maka hadis-hadis lemah ini bisa memberikan tambahan motivasi untuk melakukannya, dengan mengharapkan pahala yang disebutkan tanpa meyakininya sepenuh hati.
Artinya, jika benar, maka itu kebaikan bagi yang melakukannya, sedangkan jika tidak benar, maka itu tidak membahayakannya karena ada dalil lain yang dijadikan landasan utama. Dan sebagaimana sudah diketahui bahwa dalam dalil yang memerintahkan untuk menunaikan salat nisfu Sya’bân, syarat-syarat ini tidak terpenuhi. Karena perintah ini tidak memiliki dalil yang shahih dari Nabi SAW sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dan yang lainnya.
Dalam al-Lathâif Ibnu Rajab mengatakan, “Begitu juga tentang salat malam pada malam nisfu Sya’bân, tidak ada satu dalil sahih pun dari Nabi SAW maupun dari sahabat.
Muhammad Rasyid Ridha mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla tidak mensyari’atkan bagi kaum Mukminin satu amalan khusus pun pada malam nisfu Sya’bân ini, tidak melalui kitabullah, ataupun melalui lisan Rasûlullâh SAW juga tidak melalui sunnah beliau.”
Syaikh Bin Baz mengatakan, “Semua riwayat yang menerangkan keutamaan salat malam nisfu Sya’bân adalah riwayat palsu.”
Keterangan terbaik tentang salat malam nisfu Sya’bân yaitu perbuatan sebagian tabi’in, sebagaimana penjelasan Ibnu Rajab dalam al-Lathâif, “Malam nisfu Sya’bân diagungkan oleh tabi’in dari Syam. Mereka bersungguh-sungguh melakukan ibadah pada malam itu. Dari mereka inilah, keutamaan dan pengagungan malam ini diambil. Ada yang mengatakan, ‘Riwayat yang sampai kepada mereka tentang malam nisfu Sya’bân itu adalah riwayat-riwayat isra’iliyyat.’ Ketika kabar ini tersebar diseluruh negeri, manusia mulai berselisih pendapat, ada yang menerimanya dan sependapat untuk mengagungkan malam nisfu Sya’bân, sedangkan Ulama Hijâz mengingkarinya. Mereka mengatakan, ‘Semua itu perbuatan bid’ah.‘
Syaikh al Utsaimin mengatakan tidak diragukan lagi, pendapat yang ulama Hijaz ini adalah pendapat yang benar. Karena Allâh berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah/5:3).
Seandainya salat malam nisfu Sya’bân itu bagian dari agama Allâh, tentu Allâh Azza wa Jalla jelaskan dalam kitab-Nya, atau dijelaskan oleh Rasûlullâh SAW melalui ucapan maupun perbuatannya.
Ketiga, dikerjakan malam itu satu salat khusus dengan jumlah tertentu dan ini dilakukan tiap tahun. Maka ini lebih parah daripada tingkatan kedua dan lebih jauh dari sunnah.
Riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits palsu. As-Syaukâni rahimahullah mengatakan, “Semua riwayat tentang salat malam nisfu Sya’bân ini adalah riwayat bathil dan palsu.”
(mhy)