Mullah Nashruddin, Kamar Mandi Turki, dan Ancaman Bahaya

Rabu, 19 Agustus 2020 - 09:06 WIB
loading...
Mullah Nashruddin, Kamar Mandi Turki, dan Ancaman Bahaya
Ilustrasi/Ist
A A A
MULLAH Nashruddin memungkinkan seorang Salik (the Sufi Seeker, sang Pencari) untuk memahami bahwa gagasan-gagasan formal yang beredar pada ruang dan waktu tidak mesti gagasan-gagasan yang bisa mencapai ranah kesejahteraan yang lebih luas. ( )

Sebagai contoh, orang yang meyakini bahwa mereka dianugerahi sesuatu karena tindakan-tindakannya di masa lalu dan mungkin akan dianugerahi sesuatu di masa datang untuk perbuatan-perbuatannya di masa depan, tidak akan bisa menjadi sufi. Konsepsi sufi tentang waktu merupakan suatu keterkaitan -- suatu keberlangsungan (continuum).

Dalam cerita klasik tentang "kamar mandi Turki" menggambarkan suatu cara yang memungkinkan suatu gagasan bisa dipahami:

Nashruddin mengunjungi tempat mandi Turki. Karena berpakaian jelek, ia dilayani secara kasar oleh petugas yang memberikannya sebuah handuk tua dan secuil sabun. Ketika pergi, ia memberikan sekeping uang emas kepada petugasnya. Pada hari berikutnya ia kembali muncul. Kali ini ia berbusana mewah, dan tentu saja mendapatkan pelayanan yang terbaik dan berbeda.

Ketika selesai mandi, ia memberikan sekeping uang logam terkecil yang ada kepada petugasnya.

"Ini," ucap Nashruddin, "untuk pelayanan yang kemarin. Sementara uang emas itu adalah untuk pelayananmu pada saat ini."

Idries Shah dalam The Sufi menyatakan sisa-sisa pola pemikiran (formal), ditambah ketidakmatangan pikiran, menyebabkan manusia berupaya untuk melibatkan diri mereka ke dalam mistisisme dengan berdasar pada pengertian-pengertiannya sendiri. ( )

Salah satu dasar yang pertama diajarkan kepada murid sufi adalah bahwa ia mungkin memiliki sedikit pemahaman terhadap yang dibutuhkannya, dan mungkin ia menyadari bahwa dirinya bisa mendapatkannya dari belajar dan bekerja di bawah bimbingan seorang guru. Tetapi di luar itu ia tidak bisa mengajukan syarat. ( )

Berikut adalah cerita Nashruddin yang dipergunakan untuk menanamkan kebenaran ini:

Seorang perempuan membawa putranya yang masih kecil ke sekolah Nashruddin. "Tolong anak ini ditakut-takuti sedikit!" ucapnya, "sebab ia membuatku sedikit kewalahan."



Nashruddin memelototkan bola matanya, mulai bernapas terengah-engah, berjungkir balik dan melepaskan tinjunya ke meja sampai perempuan yang ketakutan tersebut pingsan. Kemudian Nashruddin menerobos ke luar ruangan.

Ketika Nashruddin kembali dan perempuan tersebut telah siuman, perempuan itu berkata kepadanya, "Aku meminta Anda menakut-nakuti anakku, bukan aku!"



"Nyonya," ucap Nashruddin, "bahaya tidak mengenal sasaran seperti yang Anda lihat, bahkan aku telah menakut-nakuti diriku sendiri. Ketika bahaya mengancam, ia mengancam semua orang secara sama."

Demikian juga, guru sufi tidak bisa memasok muridnya hanya dengan sejumlah kecil ajaran sufisme. Sufisme merupakan keseluruhan, dan di dalamnya mengandung keutuhan, bukan fragmentasi kesadaran yang mungkin digunakan oleh orang yang belum tercerahkan dalam prosesnya sendiri dan mungkin ia menyebutnya sebagai "konsentrasi".

Nashruddin mengolok-olok orang-orang yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar, yang berharap mempelajari, atau mencuri rahasia kehidupan tanpa mau berupaya keras:

Sebuah kapal akan tenggelam dan para penumpang berlutut berdoa dan bertobat, seraya berjanji untuk melakukan segala jenis kebajikan jika mereka bisa diselamatkan. Hanya Nashruddin yang tidak bergerak. ( )

Tiba-tiba, di tengah kepanikan tersebut ia melompat dan berteriak, "Sobat, sekarang bangkitlah! Jangan mengubah caramu -- jangan terlalu mengobral janji. Aku kira aku melihat daratan!"

Nashruddin menegaskan kesalahan gagasan mendasar tersebut -- yaitu bahwa pengalaman mistis dan pencerahan tidak bisa dicapai melalui pengaturan kembali dari gagasan-gagasan yang sudah dikenal baik, tetapi melalui suatu pengakuan terhadap keterbatasan dari pemikiran biasa, yang hanya melayani untuk tujuan-tujuan duniawi. Dengan melakukan hal ini, ia mengungguli setiap bentuk pengajaran lain yang ada. (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1489 seconds (0.1#10.140)