Cerai dalam Pandangan Yahudi dan Kristen: Beda dengan Islam

Jum'at, 23 Agustus 2024 - 13:29 WIB
loading...
Cerai dalam Pandangan...
Agama Yahudi menganggap baik persoalan talaq dengan menitik-beratkan peninjauannya kepada keadaan istri. Ilustrasi: Ist
A A A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan seorang suami diperkenankan memasuki jalan terakhir yang dibenarkan oleh Islam, sebagai satu usaha memenuhi panggilan kenyataan dan menyambut panggilan darurat serta jalan untuk memecahkan problema yang tidak dapat diatasi kecuali dengan berpisah. Cara ini disebut thalaq atau cerai .

"Islam, sekalipun memperkenankan memasuki cara ini, tetapi membencinya, tidak menyunatkan dan tidak menganggap satu hal yang baik," tulisSyaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993). Bahkan Nabi sendiri mengatakan: "Perbuatan halal yang teramat dibenci Allah, ialah talaq." (Riwayat Abu Daud)

"Tidak ada sesuatu yang Allah halalkan, tetapi Ia sangat membencinya, melainkan talaq." (Riwayat Abu Daud)



Selanjutnya, bagaimana ajaran Yahudi dan Kristen tentang talaq?

Agama Yahudi menganggap baik persoalan talaq dengan menitik-beratkan peninjauannya kepada keadaan istri. Tetapi perkenan itu diperluas. Seorang suami oleh syara' diharuskan mencerai istrinya kalau ternyata si istri berbuat fasik, sekalipun suami telah memaafkannya.

"Undang-undang pun memaksa kepada suami untuk mencerai istrinya kalau perkawinan itu berjalan 20 tahun, tetapi ternyata tidak menghasilkan anak," ujar al-Qardhawi.

Sementara itu, ajaran Kristen lain lagi. Injil melalui lidah al-Masih mengharamkan talaq dan mengharamkan mengawini laki-laki atau perempuan yang ditalaq.

Injil karangan Matius fasal 5 ayat 31 dan 32 mengatakan: "Barang siapa mencerai bininya, hendaklah ia memberi surat talaq kepadanya. Tetapi aku ini berkata kepadamu: barang siapa mencerai bininya lain daripada sebab berzina, ialah menjadi pohon yang sebab perempuan itu berzina; dan barang siapa berbinikan perempuan yang diceraikan demikian itu, ia pun berzina."



Dan dalam Injil karangan Markus, fasal 10 ayat 11 dan 12 dikatakan: "Barang siapa menceraikan bininya, lalu berbinikan orang lain, ialah berbuat zina terhadap bininya yang dahulu itu. Dan jikalau seorang perempuan menceraikan lakinya, lalu berlakikan orang lain, ia pun berbuat zina."

Injil memberikan alasan haramnya talaq yang demikian keras itu karena: "sesuatu yang telah dijodohkan oleh Allah jangan diceraikan oleh manusia." (Matius 19: 6).

Al-Qardhawi mengatakan alasan ini maksudnya baik. Tetapi menjadikan alasan tersebut untuk melarang perceraian adalah suatu hal yang sangat ganjil. Sebab maksud Allah menjodohkan antara suami-istri itu pengertiannya, bahwa Ia memberi izin dan mengatur jalannya perkawinan.

Oleh karena itu benar kalau menisbatkan penjodohan kepada Allah, sekalipun pada hakikatnya manusialah yang langsung mengadakan aqad.



Menurut al-Qardhawi, jika Allah membenarkan dan mengatur perceraian karena sebab dan alasan yang mengharuskan, maka perceraian waktu itu artinya dari Allah juga, sekalipun pada hakikatnya manusia itu sendiri yang secara langsung melakukan perceraian.

Dengan demikian, jelas bukan manusia itu sendiri yang menceraikan apa yang telah dijodohkan Allah. Bahkan baik yang menjodohkan maupun yang menceraikan adalah Allah. Bukankah Allah jua yang menceraikan antara suami-istri lantaran sebab berzina?! Mengapa Allah tidak boleh menceraikan suami-istri lantaran sebab lain yang mengharuskan cerai?!
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1975 seconds (0.1#10.140)