Sejarah Bani Umayyah: Kisah Hasan Cucu Rasullah SAW Menyerah Kalah

Kamis, 05 September 2024 - 15:59 WIB
loading...
Sejarah Bani Umayyah:...
Hasan sempat mengirim 12.000 orang pasukan untuk menaklukkan Muawiyah. Akan tetapi, pasukannya kalah. Ilustrasi: Ist
A A A
Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat pada Ramadan 40 H, dunia Islam terbelah dengan adanya dua khalifah . Satu kekhalifahan ada di Kufah dengan Khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib, satu lagi di Damaskus atau Syam dengan Khalifah Muawiyah .

Hasan diangkat oleh penduduk Kufah sepeninggal Ali bin Abi Thalib. Sementara itu, penduduk Syam telah mengangkat Muawiyah menjadi khalifah mereka semenjak peristiwa tahkim.

Berbeda dengan Hasan, Muawiyah didukung oleh tentara-tentara militan. Kekuasaan Muawiyah ditopang finansial yang melimpah dengan tanah Syam yang kaya raya.

Nama lengkapnya Muawiyah bin Abi Sofyan bin Harb bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Ibunya Hindun binti Utbah bin Rabiah bin Abd al-Syams. Muawiyah dilahirkan di Makkah lima tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW dan masuk Islam bersama ayahnya Abu Sofyan) saudaranya (Yazid) dan ibunya (Hindun) pada waktu penaklukan kota Makkah.



Dr H Syamruddin Nasution M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut Muawiyah adalah salah seorang yang ahli dan paling menguasai dunia politik, cerdik, ahli siasat, penguasa yang kuat dan bagus planingnya dalam urusan pemerintahan.

Tidak mengherankan jika dia dapat menjadi gubernur selama 22 tahun yakni pada masa khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin Affan (13-35 H) dan menjadi khalifah selama 20 tahun (40-60 H).

Sementara Hasan, nama lengkapnya adalah Hasan bin Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Mutthalib. Dia dilahirkan di Madinah tahun ketiga hijrah, cucu Nabi dari putrinya Fatimah. Namanya diberikan oleh kakeknya Rasulullah dan Nabi sangat mencintai cucunya itu. “Hasan dan Husein memberi rasa harum bagiku di dunia,” kata Nabi Muhammad SAW.

Hasan ikut dalam ekspedisi penaklukan ke Afrika Utara dan Tabaristan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Ikut melindungi Khalifah dari serangan pemberontak dan ikut dalam perang Jamal dan Shiffin bersama ayahnya.

Hasan meninggal dunia di Madinah pada tahun 49 H karena diracun oleh salah seorang isterinya. Munurut orang Syi’ah, sudah berulang kali suruhan Muawiyah hendak meracun Hasan agar Muawiyah terbebas dari membayar kompensasi yang dipikulnya terus menerus setiap tahun.



Perdamaian

Hasan sempat mengirim 12.000 orang pasukan untuk menaklukkan Muawiyah. Akan tetapi, pasukannya kalah. Dia pun mengajak Muawiyah berdamai.

Permintaan Hasan ini langsung diterima Muawiyah walaupun Hasan mengajukan beberapa syarat. Bagi Muawiyah hal itu tidak ada persoalan, asalkan jabatan khalifah diserahkan Hasan bin Ali kepadanya.

Adapun syarat-syaratnya, yaitu:

a. Hasan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah dengan syarat, Muawiyah berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta sirah (prilaku) khalifah-khalifah yang saleh.

b. Agar Muawiyah tidak mengangkat seseorang menjadi putera mahkota sepeninggalnya dan urusan kekhalifahan diserahkan kepada orang banyak untuk memilihnya.



c. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Irak, menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan mereka.

d. Agar pajak tanah negeri Ahwaz di Persia diperuntukkan kepada Hasan dan diberikan setiap tahun.

e. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 5 juta dirham dari Baitul Mal.

f. Agar Muawiyah datang secara langsung ke Kufah untuk menerima penyerahan jabatan khalifah dari Hasan dan mendapat baiat dari penduduk Kufah.

Pada waktu pendukung Hasan mengecam penyerahan kekuasaan kepada Muawiyah, hal itu dijawab Hasan bahwa dia tidak rela menyaksikan umat Islam saling membunuh untuk memperebutkan kekuasaan dan dia berkata: “inti kekuasaan bangsa Arab saat ini ada di tanganku, jika aku ingin damai mereka siap berdamai, jika aku ingin perang mereka siap berperang”.



Selain itu, Hasan sadar bahwa ayahnya Ali dahulu pun banyak mengalami kesulitan menghadapi Muawiyah dan tidak dapat diatasi ayahnya, apalagi dia. Oleh sebab itu dia ingin mencari jalan selamat bagi dirinya dan keluarganya karena kekuatan yang dimilikinya tidak mampu menghadapi tekanan-tekanan Muawiyah.

Muawiyah menyetujui syarat-syarat yang diajukan Hasan. Untuk itu dia datang ke Kufah menerima bai’at jabatan khalifah dari Hasan dan penduduk Kufah.

Tahun itu (661 M/41 H) disebut “Tahun Persatuan”, karena umat Islam telah bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah. Setelah itu Hasan pindah ke Madinah dan hidup tenang di sana sampai meninggal tahun 675 M/ 49 H, lima belas tahun setelah penyerahan jabatan kekhalifahan itu.

Di sisi lain, untuk mempertahankan jabatan khalifah di tangan Bani Umayyah, Muawiyah menciptakan sistem Monarchi dalam pemerintahannya. Walaupun untuk itu dia telah melanggar janjinya dengan Hasan bin Ali.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2350 seconds (0.1#10.140)