Ilmu Kalam, Peranan Kaum Khawarij dan Mu'tazilah: Kisah Para Pembunuh Utsman
loading...
A
A
A
Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam . Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqih , Tasawuf , dan Falsafah .
Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam buku berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Paramadina, 1992) menjelaskan kaum Khawarij dan Mu'tazilah berperan besar dalam menumbuhkan ilmu ini.
Sebagaimana catatan sejarah, para pembunuh Khalifah Utsman bin Affan adalah menjadi pendukung kekhalifahan ' Ali Ibn Abi Thalib , Khalifah IV.
Ini disebutkan, misalnya, oleh Ibnu Taimiyyah , sebagai berikut:
"Sebagian besar pasukan Ali, begitu pula mereka yang memerangi Ali dan mereka yang bersikap netral dari peperangan itu bukanlah orang-orang yang membunuh 'Utsman. Sebaliknya, para pembunuh 'Utsman itu adalah sekelompok kecil dari pasukan 'Ali, sedangkan umat saat kekhalifahan 'Utsman itu berjumlah dua ratus ribu orang, dan yang menyetujui pembunuhannya seribu orang sekitar itu."
Akan tetapi, Cak Nur menambahkan, mereka kemudian sangat kecewa kepada Ali, karena Khalifah ini menerima usul perdamaian dengan musuh mereka, Mu'awiyah ibn Abu Sufyan , dalam "Peristiwa Shiffin". Di situ Ali mengalami kekalahan diplomatis dan kehilangan kekuasaan "de jure"-nya.
Oleh karena itu mereka memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal dengan sebutan kaum Khawarij (al-Kahwarij, kaum Pembelot atau Pemberontak).
Seperti sikap mereka terhadap 'Utsman, kaum Khawarij juga memandang 'Ali dan Mu'awiyah sebagai kafir karena mengompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu mereka merencanakan untuk membunuh 'Ali dan Mu'awiyah, juga Amr ibn al-'Ash , gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Mu'awiyah mengalahkan Ali dalam "Peristiwa Shiffin" tersebut.
Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang bernama Ibn Muljam, berhasil membunuh hanya 'Ali, sedangkan Mu'awiyah hanya mengalami luka-luka, dan 'Amr ibn al-'Ash selamat sepenuhnya (tapi mereka membunuh seseorang bernama Kharijah yang disangka 'Amr, karena wajahnya mirip).
Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusifistik, kaum Khawarij akhirnya boleh dikatakan binasa.
Mu'tazilah
Dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam, pengaruh Khawarij tetap saja menjadi pokok problematika pemikiran Islam. "Yang paling banyak mewarisi tradisi pemikiran Khawarij ialah kaum Mu'tazilah," jelas Nurcholish Madjid dalam buku berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Paramadina, 1992).
Menurutnya, mereka inilah sebenarnya kelompok Islam yang paling banyak mengembangkan Ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang. Berkenaan dengan Ibn Taimiyyah mempunyai kutipan yang menarik dari keterangan salah seorang 'ulama' yang disebutnya Imam 'Abdull'ah ibn al-Mubarak. Menurut Ibn Taimiyyah, sarjana itu menyatakan demikian:
"Agama adalah kepunyaan ahli (pengikut) Hadis, kebohongan kepunyaan kaum Rafidlah, (ilmu) Kalam kepunyaan kaum Mu'tazilah, tipu daya kepunyaan (pengikut) Ra'y (temuan rasional)..."
Karena itu ditegaskan oleh Ibn Taimiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah keahlian khusus kaum Mu'tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu'tazili ialah rasionalitas dan paham Qadariyyah.
Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam buku berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Paramadina, 1992) menjelaskan kaum Khawarij dan Mu'tazilah berperan besar dalam menumbuhkan ilmu ini.
Sebagaimana catatan sejarah, para pembunuh Khalifah Utsman bin Affan adalah menjadi pendukung kekhalifahan ' Ali Ibn Abi Thalib , Khalifah IV.
Ini disebutkan, misalnya, oleh Ibnu Taimiyyah , sebagai berikut:
"Sebagian besar pasukan Ali, begitu pula mereka yang memerangi Ali dan mereka yang bersikap netral dari peperangan itu bukanlah orang-orang yang membunuh 'Utsman. Sebaliknya, para pembunuh 'Utsman itu adalah sekelompok kecil dari pasukan 'Ali, sedangkan umat saat kekhalifahan 'Utsman itu berjumlah dua ratus ribu orang, dan yang menyetujui pembunuhannya seribu orang sekitar itu."
Akan tetapi, Cak Nur menambahkan, mereka kemudian sangat kecewa kepada Ali, karena Khalifah ini menerima usul perdamaian dengan musuh mereka, Mu'awiyah ibn Abu Sufyan , dalam "Peristiwa Shiffin". Di situ Ali mengalami kekalahan diplomatis dan kehilangan kekuasaan "de jure"-nya.
Oleh karena itu mereka memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal dengan sebutan kaum Khawarij (al-Kahwarij, kaum Pembelot atau Pemberontak).
Seperti sikap mereka terhadap 'Utsman, kaum Khawarij juga memandang 'Ali dan Mu'awiyah sebagai kafir karena mengompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu mereka merencanakan untuk membunuh 'Ali dan Mu'awiyah, juga Amr ibn al-'Ash , gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Mu'awiyah mengalahkan Ali dalam "Peristiwa Shiffin" tersebut.
Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang bernama Ibn Muljam, berhasil membunuh hanya 'Ali, sedangkan Mu'awiyah hanya mengalami luka-luka, dan 'Amr ibn al-'Ash selamat sepenuhnya (tapi mereka membunuh seseorang bernama Kharijah yang disangka 'Amr, karena wajahnya mirip).
Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusifistik, kaum Khawarij akhirnya boleh dikatakan binasa.
Mu'tazilah
Dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam, pengaruh Khawarij tetap saja menjadi pokok problematika pemikiran Islam. "Yang paling banyak mewarisi tradisi pemikiran Khawarij ialah kaum Mu'tazilah," jelas Nurcholish Madjid dalam buku berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Paramadina, 1992).
Menurutnya, mereka inilah sebenarnya kelompok Islam yang paling banyak mengembangkan Ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang. Berkenaan dengan Ibn Taimiyyah mempunyai kutipan yang menarik dari keterangan salah seorang 'ulama' yang disebutnya Imam 'Abdull'ah ibn al-Mubarak. Menurut Ibn Taimiyyah, sarjana itu menyatakan demikian:
"Agama adalah kepunyaan ahli (pengikut) Hadis, kebohongan kepunyaan kaum Rafidlah, (ilmu) Kalam kepunyaan kaum Mu'tazilah, tipu daya kepunyaan (pengikut) Ra'y (temuan rasional)..."
Karena itu ditegaskan oleh Ibn Taimiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah keahlian khusus kaum Mu'tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu'tazili ialah rasionalitas dan paham Qadariyyah.
(mhy)