Ini Mengapa Gerakan Reformasi Sosial dalam Islam Banyak Bertitik Tolak dari Doktrin Fikih

Jum'at, 27 September 2024 - 16:38 WIB
loading...
Ini Mengapa Gerakan...
Ilmu fikih juga mempunyai kelebihan atas ilmu kalam, apalagi falsafah, dalam hal bahwa orientasi alamiahnya (praxis) sangat ditekankan. Ilustrasi: Ist
A A A
ILMU fikih adalah cabang disiplin keilmuan tradisional Islam yang paling banyak mempengaruhi cara pandang orang-orang Muslim dan pemahaman mereka kepada agama mereka. Karena itu literatur dalam ilmu fiqih adalah yang paling kaya dan paling canggih.

"Disebabkan oleh kuatnya orientasi fikih itu maka masyarakat Islam di mana saja mempunyai ciri orientasi hukum yang amat kuat," tulis cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam bukunya berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban".

Kesadaran akan hak dan kewajiban menjadi tulang punggung pendidikan Islam tradisional, dan itu pada urutannya tercermin dalam kuatnya kepastian hukum dan aturan di kalangan kaum Muslimin.



Disebutkan bahwa salah satu yang menarik pada agama Islam sehingga orang-orang Islam dalam pergaulan sehari-hari (muamalat) sangat mementingkan kepastian hukum, sehingga terdapat keteraturan dan predictability. Ini khususnya penting di kalangan masyarakat perdagangan.

Selanjutnya, beberapa unsur cita-cita pokok Islam berkenaan dengan kemasyarakatan juga lebih tampak pada ilmu fikih.

Prinsip persamaan manusia (egalitarianisme) tampil kuat sekali dalam ilmu fikih, dalam bentuk penegasan atas persamaan setiap orang di hadapan hukum. Maka terkait dengan itu juga prinsip keadilan .

Hal ini berbeda, misalnya, dengan ilmu tasawuf, khususnya yang berbentuk gerakan tarekat atau sufisme populer, yang sering memperkenalkan susunan sosial yang hirarkis, dengan otoritas kerohanian pimpinan yang menegaskan.

Ilmu fikih juga mempunyai kelebihan atas ilmu kalam, apalagi falsafah , dalam hal bahwa orientasi alamiahnya (praxis) sangat ditekankan.



Sementara kalam dan falsafah sangat teoretis, malah spekulatif. Karena itu banyak gerakan reformasi sosial dalam Islam yang bertitik tolak dari doktrin-doktrin fikih.

Akan tetapi, disebabkan oleh wataknya sendiri, ilmu fikih menunjukkan kekurangan, yaitu titik beratnya yang terlalu banyak kepada segi-segi lahiriah.

Di bidang keagamaan, eksoterisisme ini lebih-lebih merisaukan, sehingga muncul kritik-kritik, khususnya dari kaum Sufi. Tapi orientasi kedalaman (esoterisisme) kaum Sufi juga sering merisaukan, karena tidak jarang terjerembab ke dalam intuisisme pribadi yang sangat subyektif.

Maka agaknya benarlah al-Ghazali yang hendak menyatukan itu semua dalam suatu disiplin ilmu keagamaan yang menyeluruh dan padu.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1173 seconds (0.1#10.140)