Perang Irak di Era Khalifah Umar bin Khattab, Jalankan Wasiat Abu Bakar
loading...
A
A
A
SUATU hari Khalifah Umar bin Khattab sedang duduk di Masjid setelah selesai memberikan pedoman kepada Muslimin mengenai kebijaksanaannya, dan bahwa sudah tiba saatnya harus mereka laksanakan. Abu Ubaid datang kepadanya untuk mengucapkan selamat tinggal sehubungan dengan keberangkatannya ke Irak memimpin pasukan yang sudah berkumpul. Bagi Umar, penaklukan ke Persia adalah wasiat dari Khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq . (
)
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “ Umar Bin Khattab ” menulis, kala itu semua mereka menyambut Umar dengan sebutan Khalifah Khalifah Rasulullah . Menurut Haekal, dengan kata-kata yang diulang, gelar ini terasa berat diucapkan dan berat pula di telinga. “Apa yang bergejolak dalam hati ini menjadi bahan pembicaraan mereka pula,” tuturnya. ( )
Sementara dalam keadaan demikian tiba-tiba salah seorang dari mereka tampil menyambut Umar dengan kata-kata: "Salamullah 'alaika ya amirul mu'minin — Salam sejahtera bagi Anda, wahai Amirulmukminin!"
Mendengar gelar baru ini orang menyambutnya dengan gembira disertai senyum tanda setuju. Sejak itu gelar ini melekat pada Umar dan seterusnya dipakai oleh para penulis. ( )
Sedangkan dalam kitab Tarikh Damsyiq, Ibn Asakir mengutip dua sumber mengenai siapa yang memulai penyebutan "Amirulmukminin" ini. Sumber pertama mengatakan bahwa al- Mugirah bin Syu'bah yang pertama kali memanggilnya dengan gelar ini.
Sumber kedua mengatakan bahwa Umar menulis surat kepada wakilnya di Irak agar mengirim dua orang yang tangguh dan terpandang untuk dimintai keterangan mengenai keadaan di sana. Maka diutus Adi bin Hatim at-Ta'i dan Labid bin Rabi'ah. ( )
Sesampai di Madinah, setelah menambat unta di serambi Masjid, mereka masuk. Keduanya menemui Amr bin al-As. "Izinkan kami menemui Amirulmukminin," kata mereka.
Amr kemudian masuk menemui Khalifah Umar seraya berkata: "Amirulmukminin, gubernur Irak mengutus Adi bin Hatim dan Labid bin Rabi'ah... lalu kata mereka: Izinkan kami menemui Amirulmukminin. Sejak itu tak ada lagi orang memanggil Umar dengan Khalifah Khalifah Rasulullah, melainkan semua orang sudah menyebutnya "Amirulmukminin." ( )
Gelar ini tetap melekat pada Umar dan pada para khalifah dan raja-raja Muslimin sesudahnya.
Nasehat Umar
Abu Ubaid bin Mas'ud as-Saqafi adalah wakil Muslim pertama di Irak. Itu sebabnya Khalifah Umar mengangkatnya sebagai panglima, dan memerintahkan memimpin pasukan itu berangkat apabila persiapan pasukan sudah selesai.
Sebelum itu, Umar memerintahkan Musanna bin Harisah untuk berangkat lebih dulu. "Cepat-cepatlah supaya kawan-kawan Anda segera menemui Anda!" perintah Umar.
Musanna segera memacu kudanya dan kembali ke Hirah, markas pasukan Muslim di wilayah Irak. ( )
Sebulan setelah itu, Abu Ubaid meminta izin kepada Khalifah Umar untuk berangkat. Selanjutnya Khalifah Umar mengulang pesannya untuk memperhatikan pendapat sahabat-sahabat Nabi dan mengikutsertakan mereka dalam segala hal, bermusyawarah dengan Salit bin Qais, mengingat keberanian dan pengalamannya.
Khalifah Umar memang memberi kepercayaan kepada Salit, sehingga ia berkata kepada Abu Ubaid: "Saya tidak berkeberatan mengangkat Salit kalau tidak karena ketergopohannya dalam perang. Orang yang tergopoh-gopoh dalam perang akan kehilangan arah. Yang sangat diperlukan dalam perang hanya orang yang tenang dan tabah." ( )
Abu Ubaid berangkat dengan pasukannya. Sesampainya di Irak ia melihat Musanna sudah menarik pasukannya dari Hirah ke Khaffan, di perbatasan dengan daerah pedalaman.
Rustum
Rustum , panglima perang Persia , terkenal pemberani dan ambisius. Ambisinya ini membuat rakyat Persia kagum dan senang kepadanya. Karena ambisinya ini juga para sejarawan menyebutkan bahwa dia ahli perbintangan. Di bintang-bintang itu ia melihat nasib masa depan Persia. Ditanya bagaimana ia memegang jabatan itu padahal sudah melihat segala yang ada dalam perbintangan, dia menjawab: “Ambisi dan kehormatan”.
Tak lama sesudah ia diangkat oleh Boran, Kaisar Persia, ia menulis surat kepada para pejabat di Sawad dengan perintah agar mereka memberontak kepada kekuasaan Muslimin. Di setiap kampung diselundupkan satu orang untuk menghasut penduduk, di samping mengirim pasukan untuk memancing bentrok senjata dengan Musanna. Semua perintahnya itu sudah meluas di kalangan rakyat. Maka akibatnya orang-orang Irak di bagian hulu sampai ke hilir, semua bergolak.
Berita peristiwa ini diketahui oleh Musanna. Menurut hematnya tak ada gunanya pasukannya menghadapi orang-orang yang sudah disiapkan Rustum untuk mengadakan bentrok senjata dengan dia. Lebih baik dia berhati-hati dan menarik pasukannya dari Hirah ke Khaffan supaya tidak disergap dari belakang.
Abu Ubaid pun menyusulnya ke Khaffan dan ia menghentikan pasukannya untuk sekadar mengistirahatkan anak buahnya sambil mengatur rencana untuk menyerang kekuatan yang datang hendak menyerangnya itu.
Di Mada'in Rustum sudah mengirim dua pasukan untuk menghadapi pasukan Muslimin, salah satunya di bawah pimpinan panglima Javan (Khafan Japan) yang mendapat perintah menyeberangi Furat ke Hirah, dan yang lain di bawah pimpinan panglima Narsi dengan perintah bermarkas di Kaskar yang terletak di antara Furat dengan Tigris (Dajlah).
Abu Ubaid berangkat dari Madinah dengan empat ribu orang, yang dalam perjalanan kemudian anggota pasukannya bertambah jumlahnya menjadi sepuluh ribu. Setelah mereka berkumpul, ia berangkat hendak menghadapi Javan. Mereka bertemu di suatu tempat yang disebut Namariq terletak antara Hirah dengan Kadisiah (Qadisiyah).
Kedua pihak itu bertemu dan terjadilah pertempuran sengit yang luar biasa, dan Allah memberikan kemenangan kepada Abu Ubaid dalam menghadapi Javan dan pasukannya itu. Javan sendiri ditawan bersama seorang komandan bawahannya bernama Mardan Syah, tetapi orang ini dibunuh oleh yang menawannya.
Javan seorang panglima yang sudah berusia lanjut, ia dapat menipu orang yang menawannya dengan mengatakan: "Kalian orang-orang Arab, orang yang suka menepati janji. Maukah Anda mempercayai saya, dan saya akan memberikan kepada Anda dua orang budak muda yang cekatan sekali yang akan dapat membantu pekerjaan Anda dan akan saya berikan lagi sekian dan sekian..." dan janji-janji lain yang melimpah.
Lalu kata orang yang menawannya: "Ya." Maka katanya: "Bawalah saya kepada komandan Anda supaya terlihat."
Dia dibawa masuk ke tempat Abu Ubaid, dan dia menyaksikan apa yang terjadi. Tetapi ada sekelompok Muslimin segera mengenalnya, maka kata mereka kepada Abu Ubaid: "Bunuh saja dia. Dia komandan pasukan mereka."
"Sekalipun dia komandan," kata Abu Ubaid. "Saya tidak akan membunuhnya, dia telah dijamin oleh salah seorang dari kita. Dalam persahabatan dan saling menolong Muslimin seperti satu badan, yang berlaku bagi yang seorang berarti berlaku untuk semua."
Boran sudah mengetahui apa yang terjadi terhadap Javan, dan berita itu sampai juga kepada Rustum. la memerintahkan Jalinus untuk menolong teman-temannya dan menyusul Narsi di Kaskar. Jalinus memisahkan diri berangkat cepat-cepat ke tujuannya. Tetapi Abu Ubaid dalam menempuh perjalanan rupanya lebih cepat.
Tak lama sesudah mengalahkan Javan ia memerintahkan pasukannya berangkat untuk menghadapi Narsi, yang kemudian dijumpainya bersama-sama dengan pasukan yang sudah kalah melarikan diri dari Namariq di suatu tempat yang disebut Saqatiah, tak jauh dari Kaskar.
Hal ini terjadi sebelum ada kontak senjata dengan Jalinus. Narsi tidak lebih tabah dari Javan dalam menghadapi Muslimin. Ia lari bersama pasukannya dengan meninggalkan rampasan perang yang tidak sedikit. Sekarang Abu Ubaid tahu bahwa Jalinus dan pasukannya berada di Barusma, sebuah desa. Ia mengejarnya terus, dan seperti Narsi ia pun melarikan dalam kekalahan bersama pasukannya hingga mencapai Mada'in.
Abu Ubaid mengerahkan para komandannya dengan dipelopori oleh Musanna, dan berhasil menduduki daerah pinggiran Irak di bagian hulu sampai ke hilir, dengan menyebarkan ketakutan di kalangan penduduk. Mereka teringat kini zaman Khalid bin Walid dan tindakannya.
Para pejabat itu kembali mengajak damai Abu Ubaid sambil meminta maaf karena dulu mereka telah berpihak dan bekerja sama dengan pihak Persia. Mereka mengatakan bahwa mereka memang sudah tak berdaya menghadapi segala kejadian itu. Selesai mengadakan perdamaian, mereka datang kepada Abu Ubaid membawakan hidangan terdiri dari berbagai macam masakan Persia yang lezat-lezat dengan mengatakan: “Ini hidangan penghormatan kami untuk menghormati Anda”.
Abu Ubaid membalas: Kalian menghormati tentara dengan hidangan seperti ini?
Mereka menjawab: Tidak!
Abu Ubaid membalas lagi: Kami tidak memerlukan semua itu. Celaka benar Abu Ubaid yang bersama-sama dengan anggota-anggota rombongannya, baik yang dalam pertumpahan darah pernah ikut atau tidak, lalu ia dikecualikan dari mereka dengan menyantap makanan tersendiri. Tidak! Saya tidak akan makan apa pun dari mereka selain seperti yang dimakan rata-rata kawan-kawan saya!"
Ia tidak menyantap makanan yang dibawa oleh para pejabat pagi itu sebelum diketahuinya bahwa mereka juga menyediakan makanan serupa untuk anak buahnya. (Bersambung)
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “ Umar Bin Khattab ” menulis, kala itu semua mereka menyambut Umar dengan sebutan Khalifah Khalifah Rasulullah . Menurut Haekal, dengan kata-kata yang diulang, gelar ini terasa berat diucapkan dan berat pula di telinga. “Apa yang bergejolak dalam hati ini menjadi bahan pembicaraan mereka pula,” tuturnya. ( )
Sementara dalam keadaan demikian tiba-tiba salah seorang dari mereka tampil menyambut Umar dengan kata-kata: "Salamullah 'alaika ya amirul mu'minin — Salam sejahtera bagi Anda, wahai Amirulmukminin!"
Mendengar gelar baru ini orang menyambutnya dengan gembira disertai senyum tanda setuju. Sejak itu gelar ini melekat pada Umar dan seterusnya dipakai oleh para penulis. ( )
Sedangkan dalam kitab Tarikh Damsyiq, Ibn Asakir mengutip dua sumber mengenai siapa yang memulai penyebutan "Amirulmukminin" ini. Sumber pertama mengatakan bahwa al- Mugirah bin Syu'bah yang pertama kali memanggilnya dengan gelar ini.
Sumber kedua mengatakan bahwa Umar menulis surat kepada wakilnya di Irak agar mengirim dua orang yang tangguh dan terpandang untuk dimintai keterangan mengenai keadaan di sana. Maka diutus Adi bin Hatim at-Ta'i dan Labid bin Rabi'ah. ( )
Sesampai di Madinah, setelah menambat unta di serambi Masjid, mereka masuk. Keduanya menemui Amr bin al-As. "Izinkan kami menemui Amirulmukminin," kata mereka.
Amr kemudian masuk menemui Khalifah Umar seraya berkata: "Amirulmukminin, gubernur Irak mengutus Adi bin Hatim dan Labid bin Rabi'ah... lalu kata mereka: Izinkan kami menemui Amirulmukminin. Sejak itu tak ada lagi orang memanggil Umar dengan Khalifah Khalifah Rasulullah, melainkan semua orang sudah menyebutnya "Amirulmukminin." ( )
Gelar ini tetap melekat pada Umar dan pada para khalifah dan raja-raja Muslimin sesudahnya.
Nasehat Umar
Abu Ubaid bin Mas'ud as-Saqafi adalah wakil Muslim pertama di Irak. Itu sebabnya Khalifah Umar mengangkatnya sebagai panglima, dan memerintahkan memimpin pasukan itu berangkat apabila persiapan pasukan sudah selesai.
Sebelum itu, Umar memerintahkan Musanna bin Harisah untuk berangkat lebih dulu. "Cepat-cepatlah supaya kawan-kawan Anda segera menemui Anda!" perintah Umar.
Musanna segera memacu kudanya dan kembali ke Hirah, markas pasukan Muslim di wilayah Irak. ( )
Sebulan setelah itu, Abu Ubaid meminta izin kepada Khalifah Umar untuk berangkat. Selanjutnya Khalifah Umar mengulang pesannya untuk memperhatikan pendapat sahabat-sahabat Nabi dan mengikutsertakan mereka dalam segala hal, bermusyawarah dengan Salit bin Qais, mengingat keberanian dan pengalamannya.
Khalifah Umar memang memberi kepercayaan kepada Salit, sehingga ia berkata kepada Abu Ubaid: "Saya tidak berkeberatan mengangkat Salit kalau tidak karena ketergopohannya dalam perang. Orang yang tergopoh-gopoh dalam perang akan kehilangan arah. Yang sangat diperlukan dalam perang hanya orang yang tenang dan tabah." ( )
Abu Ubaid berangkat dengan pasukannya. Sesampainya di Irak ia melihat Musanna sudah menarik pasukannya dari Hirah ke Khaffan, di perbatasan dengan daerah pedalaman.
Rustum
Rustum , panglima perang Persia , terkenal pemberani dan ambisius. Ambisinya ini membuat rakyat Persia kagum dan senang kepadanya. Karena ambisinya ini juga para sejarawan menyebutkan bahwa dia ahli perbintangan. Di bintang-bintang itu ia melihat nasib masa depan Persia. Ditanya bagaimana ia memegang jabatan itu padahal sudah melihat segala yang ada dalam perbintangan, dia menjawab: “Ambisi dan kehormatan”.
Tak lama sesudah ia diangkat oleh Boran, Kaisar Persia, ia menulis surat kepada para pejabat di Sawad dengan perintah agar mereka memberontak kepada kekuasaan Muslimin. Di setiap kampung diselundupkan satu orang untuk menghasut penduduk, di samping mengirim pasukan untuk memancing bentrok senjata dengan Musanna. Semua perintahnya itu sudah meluas di kalangan rakyat. Maka akibatnya orang-orang Irak di bagian hulu sampai ke hilir, semua bergolak.
Berita peristiwa ini diketahui oleh Musanna. Menurut hematnya tak ada gunanya pasukannya menghadapi orang-orang yang sudah disiapkan Rustum untuk mengadakan bentrok senjata dengan dia. Lebih baik dia berhati-hati dan menarik pasukannya dari Hirah ke Khaffan supaya tidak disergap dari belakang.
Abu Ubaid pun menyusulnya ke Khaffan dan ia menghentikan pasukannya untuk sekadar mengistirahatkan anak buahnya sambil mengatur rencana untuk menyerang kekuatan yang datang hendak menyerangnya itu.
Di Mada'in Rustum sudah mengirim dua pasukan untuk menghadapi pasukan Muslimin, salah satunya di bawah pimpinan panglima Javan (Khafan Japan) yang mendapat perintah menyeberangi Furat ke Hirah, dan yang lain di bawah pimpinan panglima Narsi dengan perintah bermarkas di Kaskar yang terletak di antara Furat dengan Tigris (Dajlah).
Abu Ubaid berangkat dari Madinah dengan empat ribu orang, yang dalam perjalanan kemudian anggota pasukannya bertambah jumlahnya menjadi sepuluh ribu. Setelah mereka berkumpul, ia berangkat hendak menghadapi Javan. Mereka bertemu di suatu tempat yang disebut Namariq terletak antara Hirah dengan Kadisiah (Qadisiyah).
Kedua pihak itu bertemu dan terjadilah pertempuran sengit yang luar biasa, dan Allah memberikan kemenangan kepada Abu Ubaid dalam menghadapi Javan dan pasukannya itu. Javan sendiri ditawan bersama seorang komandan bawahannya bernama Mardan Syah, tetapi orang ini dibunuh oleh yang menawannya.
Javan seorang panglima yang sudah berusia lanjut, ia dapat menipu orang yang menawannya dengan mengatakan: "Kalian orang-orang Arab, orang yang suka menepati janji. Maukah Anda mempercayai saya, dan saya akan memberikan kepada Anda dua orang budak muda yang cekatan sekali yang akan dapat membantu pekerjaan Anda dan akan saya berikan lagi sekian dan sekian..." dan janji-janji lain yang melimpah.
Lalu kata orang yang menawannya: "Ya." Maka katanya: "Bawalah saya kepada komandan Anda supaya terlihat."
Dia dibawa masuk ke tempat Abu Ubaid, dan dia menyaksikan apa yang terjadi. Tetapi ada sekelompok Muslimin segera mengenalnya, maka kata mereka kepada Abu Ubaid: "Bunuh saja dia. Dia komandan pasukan mereka."
"Sekalipun dia komandan," kata Abu Ubaid. "Saya tidak akan membunuhnya, dia telah dijamin oleh salah seorang dari kita. Dalam persahabatan dan saling menolong Muslimin seperti satu badan, yang berlaku bagi yang seorang berarti berlaku untuk semua."
Boran sudah mengetahui apa yang terjadi terhadap Javan, dan berita itu sampai juga kepada Rustum. la memerintahkan Jalinus untuk menolong teman-temannya dan menyusul Narsi di Kaskar. Jalinus memisahkan diri berangkat cepat-cepat ke tujuannya. Tetapi Abu Ubaid dalam menempuh perjalanan rupanya lebih cepat.
Tak lama sesudah mengalahkan Javan ia memerintahkan pasukannya berangkat untuk menghadapi Narsi, yang kemudian dijumpainya bersama-sama dengan pasukan yang sudah kalah melarikan diri dari Namariq di suatu tempat yang disebut Saqatiah, tak jauh dari Kaskar.
Hal ini terjadi sebelum ada kontak senjata dengan Jalinus. Narsi tidak lebih tabah dari Javan dalam menghadapi Muslimin. Ia lari bersama pasukannya dengan meninggalkan rampasan perang yang tidak sedikit. Sekarang Abu Ubaid tahu bahwa Jalinus dan pasukannya berada di Barusma, sebuah desa. Ia mengejarnya terus, dan seperti Narsi ia pun melarikan dalam kekalahan bersama pasukannya hingga mencapai Mada'in.
Abu Ubaid mengerahkan para komandannya dengan dipelopori oleh Musanna, dan berhasil menduduki daerah pinggiran Irak di bagian hulu sampai ke hilir, dengan menyebarkan ketakutan di kalangan penduduk. Mereka teringat kini zaman Khalid bin Walid dan tindakannya.
Para pejabat itu kembali mengajak damai Abu Ubaid sambil meminta maaf karena dulu mereka telah berpihak dan bekerja sama dengan pihak Persia. Mereka mengatakan bahwa mereka memang sudah tak berdaya menghadapi segala kejadian itu. Selesai mengadakan perdamaian, mereka datang kepada Abu Ubaid membawakan hidangan terdiri dari berbagai macam masakan Persia yang lezat-lezat dengan mengatakan: “Ini hidangan penghormatan kami untuk menghormati Anda”.
Abu Ubaid membalas: Kalian menghormati tentara dengan hidangan seperti ini?
Mereka menjawab: Tidak!
Abu Ubaid membalas lagi: Kami tidak memerlukan semua itu. Celaka benar Abu Ubaid yang bersama-sama dengan anggota-anggota rombongannya, baik yang dalam pertumpahan darah pernah ikut atau tidak, lalu ia dikecualikan dari mereka dengan menyantap makanan tersendiri. Tidak! Saya tidak akan makan apa pun dari mereka selain seperti yang dimakan rata-rata kawan-kawan saya!"
Ia tidak menyantap makanan yang dibawa oleh para pejabat pagi itu sebelum diketahuinya bahwa mereka juga menyediakan makanan serupa untuk anak buahnya. (Bersambung)
(mhy)