Sesama Muslim Dilarang Saling Mengafirkan, Hukumnya Amat Berbahaya

Senin, 05 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
Sesama Muslim Dilarang Saling Mengafirkan, Hukumnya Amat  Berbahaya
Dukun. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SIAPAKAH sebenarnya yang layak disebut kafir ? Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama Islam , menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya yang terkutuk. ( )

"Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan munafik hukumnya," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul " Fatawa Qardhawi ".

Menurut dia, orang semacam itu di dunia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah. ( )

Menurut Al-Qardhawi, golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:

Pertama, golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. ( )

Kedua, orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah. ( )

Ketiga, orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.

Al-Imam Ghazali pernah berkata: "Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata: "Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani . Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."

Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammad SAW . ( )

Amal Tanpa Ilmu
Ada yang beranggapan bahwa orang yang melakukan dosa besar dan tidak mau berhenti dicap kafir. Bahkan ada yang juga beranggapan bahwa orang-orang Islam pada umumnya tidak Muslim, salat mereka dan ibadat lainnya tidak sah, karena murtad .

Al-Qadhari mengakui adanya orang yang punya pikiran-pikiran semacam itu. Menurut dia, sebab-sebab timbulnya pikiran semacam itu akibat tersebarnya kebatilan, kemaksiatan dan kekufuran, yang secara terang-terangan dan terbuka di tengah masyarakat Islam tanpa ada usaha pencegahannya. Bahkan sebaliknya, untuk meningkatkan kemungkaran dan kemaksiatan dia menggunakan agama sebagai alat propaganda untuk menambah kerusakan-kerusakan akhlak dan sebagainya. ( )

Di sisi lain, sikap para ulama yang amat lunak terhadap mereka yang secara terang-terangan menjalankan praktik orang-orang kafir dan memusuhi orang-orang Islam.

Hal lainnya, ditindaknya gerakan-gerakan Islam yang sehat dan segala dakwah yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka, tiap-tiap perlawanan bagi suatu pikiran yang bebas, tentu akan melahirkan suatu tindakan ke arah yang menyimpang, yang nantinya akan melahirkan adanya gerakan bawah tanah (ilegal). ( )

Penyebab lainnya, menurut Al-Qardhawi adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang agama dan tidak adanya pendalaman ilmu-ilmu dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, mereka hanya mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, dengan paham yang keliru dan menyesatkan.

Menurut Al-Qardhawi, keikhlasan dan semangat saja tidak cukup sebagai bekal diri sendiri, jika tidak disertai dasar yang kuat dan pemahaman yang mendalam mengenai hukum-hukum Islam. Terutama mengenai hukum syariat dan ilmu fiqih, maka orang yang gampang mengafirkan sesama muslim ini akan mengalami nasib yang sama dengan para Al-Khawarij di masa lampau, sebagaimana keterangan Al-Imam Ahmad.



"Oleh karena itu, orang-orang saleh yang selalu menganjurkan untuk menuntut ilmu dan memperkuat diri dengan pengetahuan Islam sebelum melakukan ibadat dan perjuangan, agar teguh pendiriannya dan tidak kehilangan arah," tutur Al-Qardhawi.

Al-Hasan Al-Bashri berkata: "Segala amalan tanpa dasar ilmu, seperti orang yang berjalan tetapi tidak pada tempatnya berpijak (tidak pada jalannya)."

Tiap-tiap amal tanpa ilmu akan menimbulkan kerusakan lebih banyak daripada kebaikannya. Tuntutlah ilmu sehingga tidak membawa madharat pada ibadat dan tuntutlah ibadat yang tidak membawa madharat pada ilmu. Maka, ada segolongan kaum yang melakukan ibadat dan meninggalkan ilmu, sehingga mereka mengangkat pedangnya untuk melawan ummat Muhammad saw. yang termasuk saudaranya sesama Muslim (saling berperang tanpa adanya alasan). Jika mereka memiliki ilmu, tentu ilmu itu tidak akan membawa ke arah perbuatan itu."



Berbahaya
Al-Qardhawi mengingatkan setiap orang yang berikrar dan mengucapkan Syahadat telah dianggap Muslim. Hidup (jiwa) dan hartanya terlindung. Dalam hal ini tidak diharuskan (tidak perlu) meneliti batinnya.

Menghukumi (menganggap) seseorang bahwa dia kafir, hukumnya amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi, di antaranya ialah:

1. Bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi istri orang kafir.

2. Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.



3. Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.

4. Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.

5. Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi.

6. Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka.

Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir; itulah akibat yang harus ditanggungnya. "Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya mengafirkan orang yang bukan (belum jelas) kekafirannya," katanya.



Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi Thalib RA tidak menganggap orang-orang yang melawannya telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda Nabi SAW kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah, orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak (tidak taat kepada penguasa)."

Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.

Dalam uraiannya, Nabi SAW telah bersabda: "Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka orang itu kafir atau musyrik."

Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat, tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang luas dan berbeda-beda.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4276 seconds (0.1#10.140)