Mengenal Istilah Mahar dalam Kosakata Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Dalam Islam, setiap perkawinan diikat dengan pemberian harta dari laki-laki kepada pihak perempuan. Pemberian itu sering disebut dengan istilah mahar atau maskawin. Adakah istilah mahar ini dalam Al-Qur'an?
Dalam AL-Quran istilah maskawin tidak dengan kata Mahar, tetapi dengan beberapa istilah. Menurut Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia, sebutan pemberian sesuatu yang berhubungan dengan akad nikah dari calon suami kepada calon istri disebut dalam berbagai kosakata oleh Al-Qur’an. Ada enam istilah yang digunakan Al-Qur'an. Istilah-istilah tersebut adalah shadaq, nihlah, ujur, tawl, faridhah, qintar.
(Baca juga : Untuk Muslimah, Pakaian adalah Nikmat Besar dari Allah Ta'ala )
Berikut penjelasannya :
1. Shadaq
Kata mahar yang paling populer dalam Al-Qur'an adalah shadaq atau shaduqat. Seperti dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 4:
وآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah maskawin pada wanita yg kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan pada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan yg sedap lagi baik akibatnya”.(QS An-Nisa : 4)
(Baca juga :
Al-Qur'an tidak pernah membahasakan maskawin dengan kata mahar, melainkan menggunakan kata shaduqat, bentuk jamak dari kata shaduqah, shadaq atau shidaq.
Sedangkan istilah mahar ada dalam al-Hadis dan tradisi Arab setempat. Shadaq, serumpun dengan kata shidq (kebenaran, ketulusan, kejujuran) dan shadaqah (derma, pemberian). Artinya, bahwa maskawin yang diberikan kepada istri adalah bukti kejujuran, kesucian dan ketulusan cintanya terhadap gadis yang dinikahinya.
Al-Qur'an mengaitkan langsung antara kata shaduqat dengan kata al-nisa’ (istri) sebagai obyek yang mesti menerima maskawin, tidak kepada bapak atau walinya. Dari sini tampak bahwa maskawin yang dibahasakan dengan shaduqat oleh al-Qur’an punya makna sangat agung dan universal, sekaligus merevisi anggapan jahiliah Arab yang sampai hari itu berefek materialistik dan semena-mena memberlakukan kaum wanita dalam rumah tangga.
(Baca juga : Inilah Tabiat Buruk Suami yang Harus Dijauhi )
2. Nihlah
Kata lain yang bermakna mahar adalah nihlah. Meski nihlah disebutkan bersama dengan shadaq.
{وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا} [النساء: 4]
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang khitab ayat di atas ditujukan kepada siapa? Apakah kepada wali dari wanita atau kepada suami?
(Baca juga : Tasbih Fatimah )
Imam Fakhr ar-Razi menyebutkan memang ada 2 pendapat. Al-Farra’ dan Ibnu Quthaibah berpendapat bahwa khitab dari ayat di atas ditujukan kepada wali dari wanita. Maksudnya bagi wali hendaknya memberikan mahar yang telah diterima dari mempelai laki-laki untuk diberikan kepada anak perempuannya. Karena mahar memang menjadi hak wanita. Sedangkan menurut Alqamah, an-Nakhai dan Qatadah, kitab ayat ini ditujukan kepada mempelai laki-laki, agar mahar diberikan kepada istrinya.
Dalam AL-Quran istilah maskawin tidak dengan kata Mahar, tetapi dengan beberapa istilah. Menurut Ustadzah Maharati Marfuah Lc, dari rumah fiqih Indonesia, sebutan pemberian sesuatu yang berhubungan dengan akad nikah dari calon suami kepada calon istri disebut dalam berbagai kosakata oleh Al-Qur’an. Ada enam istilah yang digunakan Al-Qur'an. Istilah-istilah tersebut adalah shadaq, nihlah, ujur, tawl, faridhah, qintar.
(Baca juga : Untuk Muslimah, Pakaian adalah Nikmat Besar dari Allah Ta'ala )
Berikut penjelasannya :
1. Shadaq
Kata mahar yang paling populer dalam Al-Qur'an adalah shadaq atau shaduqat. Seperti dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 4:
وآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah maskawin pada wanita yg kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan pada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan yg sedap lagi baik akibatnya”.(QS An-Nisa : 4)
(Baca juga :
Al-Qur'an tidak pernah membahasakan maskawin dengan kata mahar, melainkan menggunakan kata shaduqat, bentuk jamak dari kata shaduqah, shadaq atau shidaq.
Sedangkan istilah mahar ada dalam al-Hadis dan tradisi Arab setempat. Shadaq, serumpun dengan kata shidq (kebenaran, ketulusan, kejujuran) dan shadaqah (derma, pemberian). Artinya, bahwa maskawin yang diberikan kepada istri adalah bukti kejujuran, kesucian dan ketulusan cintanya terhadap gadis yang dinikahinya.
Al-Qur'an mengaitkan langsung antara kata shaduqat dengan kata al-nisa’ (istri) sebagai obyek yang mesti menerima maskawin, tidak kepada bapak atau walinya. Dari sini tampak bahwa maskawin yang dibahasakan dengan shaduqat oleh al-Qur’an punya makna sangat agung dan universal, sekaligus merevisi anggapan jahiliah Arab yang sampai hari itu berefek materialistik dan semena-mena memberlakukan kaum wanita dalam rumah tangga.
(Baca juga : Inilah Tabiat Buruk Suami yang Harus Dijauhi )
2. Nihlah
Kata lain yang bermakna mahar adalah nihlah. Meski nihlah disebutkan bersama dengan shadaq.
{وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا} [النساء: 4]
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang khitab ayat di atas ditujukan kepada siapa? Apakah kepada wali dari wanita atau kepada suami?
(Baca juga : Tasbih Fatimah )
Imam Fakhr ar-Razi menyebutkan memang ada 2 pendapat. Al-Farra’ dan Ibnu Quthaibah berpendapat bahwa khitab dari ayat di atas ditujukan kepada wali dari wanita. Maksudnya bagi wali hendaknya memberikan mahar yang telah diterima dari mempelai laki-laki untuk diberikan kepada anak perempuannya. Karena mahar memang menjadi hak wanita. Sedangkan menurut Alqamah, an-Nakhai dan Qatadah, kitab ayat ini ditujukan kepada mempelai laki-laki, agar mahar diberikan kepada istrinya.