Hadapi Muslim, Persia Kerahkan 120.000 Pasukan dan 33.000 Gajah
loading...
A
A
A
RUSTUM bin Farrakhzad sudah sampai di Kadisiah dengan pasukannya yang terdiri dari 120.000 orang, didahului oleh 33.000 gajah , di antaranya gajah putih milik Shapur. Gajah-gajah yang lain sudah jinak dan mengikutinya. Tetapi dia masih berharap — dengan kekuatannya yang begitu besar — sekiranya pasukan Arab itu mau pergi meninggalkan negerinya tanpa pertempuran, sebab dia tahu bahwa kalau dia kalah mereka akan menduduki Mada'in dan seluruh Persia. (
)
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebut Rustum seorang kesatria yang dielu-elukan orang di mana-mana, seorang panglima perang, pahlawan yang sangat besar kemampuannya, yang di seluruh Persia tak seorang pahlawan pun yang seperti dia.
Tetapi dari tanda-tanda penujuman itu dia sudah berprasangka buruk. Ditambah lagi dalam tidurnya ia dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang disertai isyarat perbintangan untuk lebih memperkuat kepercayaannya. ( )
Di samping itu, pasukan Arab yang sudah memperlihatkan keberaniannya, tak dapat dibendung oleh pasukan dan perlengkapan Persia yang jumlahnya begitu besar, tak dapat dibendung oleh pasukan-pasukan gajah dalam peperangan yang bertubi-tubi sejak Musanna mulai menyerang Delta sampai ia mencapai kemenangan besar terhadap Persia di Buwaib .
Dalam semua pertempuran itu, baik jumlah orang ataupun perlengkapan pasukan Arab jauh di bawah Persia. Namun begitu, mereka lebih unggul dan dapat menundukkan lawan. Sesudah kemenangan itu mereka berhasil mengangkut rampasan perang yang bukan main besarnya.
Rupanya sudah menjadi suratan takdir mereka akan mendapat kemenangan. Buat Rustum sudah merupakan kemenangan kalau ia dapat memukul mundur mereka sampai ke Semenanjung tanpa bertempur dengan Asadi ( Tulaihah bin Khuwailid ) di negerinya dan di kerajaannya. ( )
Rustum sudah mengatur barisan pasukannya berhadap-hadapan dengan pasukan Muslimin dengan menempatkan pasukan gajah di depan. Dengan begitu, dengan memamerkan kekuatan itu sudah akan menimbulkan rasa takut. la mengutus orang kepada Sa’ad bin Abi Waqqash agar mengirim seorang pemikir dari Muslimin untuk menjelaskan kepadanya apa maksud kedatangan mereka. Yang diseberangkan kepadanya Mugirah bin Syu'bah yang kemudian diterima dan didudukkan di atas peterana. ( )
Syu'bah berbicara kepadanya tentang Rasulullah serta risalah yang dibawanya, seperti yang pernah disampaikan sahabat-sahabatnya kepada Yazdigird di Mada'in sebelumnya. Selanjutnya ia berkata: "Anak-anak kami sudah merasakan makanan negeri kalian, dan kata mereka sudah tak sabar lagi."
Pembicaraan itu berakhir seperti yang juga dikatakan sahabat-sahabatnya dulu: Menerima Islam atau membayar jizyah. Kalau semua itu ditolak, maka perang.
Mendengar Mugirah menyebut-nyebut soal jizyah yang harus dibayarkan Persia kepada Arab, timbul kesombongan teman-temannya.
Ada yang naik pitam di antara mereka. Tetapi Rustum meminta Mugirah menunggu dulu sambil mempertimbangkan keadaan.
Keesokan harinya ia mengirim orang lagi kepada Sa’ad agar mengirimkan delegasi yang akan membicarakan masalah perdamaian. Utusan Sa’ad itu pun berbicara sama seperti yang dikatakan Mugirah. ( )
Rustum menawarkan kepadanya seperti yang ditawarkan Kaisar Persia Yazdigird kepada sahabat-sahabatnya, bahwa ia akan memberikan bahan makanan untuk kesejahteraan orang-orang Arab, menghormati pemuka-pemuka mereka asal mau pulang ke negeri mereka. Setelah utusan Muslimin itu menolak kecuali Islam, jizyah atau perang, sekali lagi Rustum memintanya menunggu dulu.
Setelah itu ia mengutus orang lagi dengan pemintaan agar dikirim seorang utusan yang lain lagi. Kaum Muslimin sejak masa Nabi dulu tak pernah mau menunda-nunda tugas-tugas delegasi lebih dari tiga hari; sesudah itu damai atau perang. Setelah pihak Muslimin tetap bertahan dengan pendirian mereka: Islam, jizyah atau perang, sekarang memang sudah tak ada jalan lain kecuali perang.
Rustum terkesan mengulur-ulur waktu. Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa hati Rustum sudah cenderung kepada Islam kalau tidak karena stafnya yang menolak. ( )
Menurut Haekal, pendapat ini lebih dapat diterima mengingat apa yang akan kita lihat sebentar lagi mengenai kekuatan dan keberanian pihak Persia dalam dua hari pertama Pertempuran Kadisiah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa maksud Rustum mengulur-ngulur pasukan Muslimin
dengan harapan akan terjadi perselisihan pendapat di kalangan mereka.
Kalau mereka berselisih sesudah melihat kekuatan pasukan Persia yang begitu besar menuju ke tempat mereka, mereka akan makin lemah, mereka tidak akan mampu melawan panglima yang terkenal perkasa dan pasukannya itu.
Mana pun dari kedua pendapat itu yang benar, sikap Muslimin tetap tak berubah, satu sama lain tak berbeda pendapat: Islam, jizyah atau perang. ( )
Ketika itulah Rustum mengirim orang kepada Sa’ad dengan mengatakan: Kalian menyeberang ke tempat kami atau kami yang akan menyeberang ke tempat kalian. Sa’ad tidak akan menyeberangi sungai itu. Contoh seperti Perang Jembatan masih terbayang dalam pikirannya. Juga ia tidak akan membiarkan Rustum menyeberang dan menyusun barisan untuk memeranginya. Oleh karena itu ia tetap tenang di tempatnya dengan posisinya yang dilindungi sungai di depannya, Parit Shapur di sebelah kanannya dan sahara yang membentang luas di belakangnya. ( )
Sa’ad memang tidak akan menyeberangi sungai, dan Rustum pun tidak akan tetap kaku di tempatnya itu. Wibawa kerajaan sudah centang perenang, kekuasaannya di Mada'in sudah makin lemah dalam hati penduduk Irak yang terdiri dari orang-orang Persia dan Arab. Kalau Rustum tak dapat menghajar Kadisiah dengan sekali pukul, kekuasaan itu akan hancur dan wibawanya akan lenyap.
Di samping itu, pasukan Kaisar Yazdigird memang sudah berapi-api ingin menghadapi pasukan Muslimin, ingin menghapus kenistaan dan kehinaan yang dulu tercoreng di kening kawan-kawan mereka. Jadi buat Rustum tak ada jalan lain harus menyeberangi sungai dan menghadapi musuh.(Bersambung)
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebut Rustum seorang kesatria yang dielu-elukan orang di mana-mana, seorang panglima perang, pahlawan yang sangat besar kemampuannya, yang di seluruh Persia tak seorang pahlawan pun yang seperti dia.
Tetapi dari tanda-tanda penujuman itu dia sudah berprasangka buruk. Ditambah lagi dalam tidurnya ia dikerumuni oleh mimpi-mimpi yang disertai isyarat perbintangan untuk lebih memperkuat kepercayaannya. ( )
Di samping itu, pasukan Arab yang sudah memperlihatkan keberaniannya, tak dapat dibendung oleh pasukan dan perlengkapan Persia yang jumlahnya begitu besar, tak dapat dibendung oleh pasukan-pasukan gajah dalam peperangan yang bertubi-tubi sejak Musanna mulai menyerang Delta sampai ia mencapai kemenangan besar terhadap Persia di Buwaib .
Dalam semua pertempuran itu, baik jumlah orang ataupun perlengkapan pasukan Arab jauh di bawah Persia. Namun begitu, mereka lebih unggul dan dapat menundukkan lawan. Sesudah kemenangan itu mereka berhasil mengangkut rampasan perang yang bukan main besarnya.
Rupanya sudah menjadi suratan takdir mereka akan mendapat kemenangan. Buat Rustum sudah merupakan kemenangan kalau ia dapat memukul mundur mereka sampai ke Semenanjung tanpa bertempur dengan Asadi ( Tulaihah bin Khuwailid ) di negerinya dan di kerajaannya. ( )
Rustum sudah mengatur barisan pasukannya berhadap-hadapan dengan pasukan Muslimin dengan menempatkan pasukan gajah di depan. Dengan begitu, dengan memamerkan kekuatan itu sudah akan menimbulkan rasa takut. la mengutus orang kepada Sa’ad bin Abi Waqqash agar mengirim seorang pemikir dari Muslimin untuk menjelaskan kepadanya apa maksud kedatangan mereka. Yang diseberangkan kepadanya Mugirah bin Syu'bah yang kemudian diterima dan didudukkan di atas peterana. ( )
Syu'bah berbicara kepadanya tentang Rasulullah serta risalah yang dibawanya, seperti yang pernah disampaikan sahabat-sahabatnya kepada Yazdigird di Mada'in sebelumnya. Selanjutnya ia berkata: "Anak-anak kami sudah merasakan makanan negeri kalian, dan kata mereka sudah tak sabar lagi."
Pembicaraan itu berakhir seperti yang juga dikatakan sahabat-sahabatnya dulu: Menerima Islam atau membayar jizyah. Kalau semua itu ditolak, maka perang.
Mendengar Mugirah menyebut-nyebut soal jizyah yang harus dibayarkan Persia kepada Arab, timbul kesombongan teman-temannya.
Ada yang naik pitam di antara mereka. Tetapi Rustum meminta Mugirah menunggu dulu sambil mempertimbangkan keadaan.
Keesokan harinya ia mengirim orang lagi kepada Sa’ad agar mengirimkan delegasi yang akan membicarakan masalah perdamaian. Utusan Sa’ad itu pun berbicara sama seperti yang dikatakan Mugirah. ( )
Rustum menawarkan kepadanya seperti yang ditawarkan Kaisar Persia Yazdigird kepada sahabat-sahabatnya, bahwa ia akan memberikan bahan makanan untuk kesejahteraan orang-orang Arab, menghormati pemuka-pemuka mereka asal mau pulang ke negeri mereka. Setelah utusan Muslimin itu menolak kecuali Islam, jizyah atau perang, sekali lagi Rustum memintanya menunggu dulu.
Setelah itu ia mengutus orang lagi dengan pemintaan agar dikirim seorang utusan yang lain lagi. Kaum Muslimin sejak masa Nabi dulu tak pernah mau menunda-nunda tugas-tugas delegasi lebih dari tiga hari; sesudah itu damai atau perang. Setelah pihak Muslimin tetap bertahan dengan pendirian mereka: Islam, jizyah atau perang, sekarang memang sudah tak ada jalan lain kecuali perang.
Rustum terkesan mengulur-ulur waktu. Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa hati Rustum sudah cenderung kepada Islam kalau tidak karena stafnya yang menolak. ( )
Menurut Haekal, pendapat ini lebih dapat diterima mengingat apa yang akan kita lihat sebentar lagi mengenai kekuatan dan keberanian pihak Persia dalam dua hari pertama Pertempuran Kadisiah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa maksud Rustum mengulur-ngulur pasukan Muslimin
dengan harapan akan terjadi perselisihan pendapat di kalangan mereka.
Kalau mereka berselisih sesudah melihat kekuatan pasukan Persia yang begitu besar menuju ke tempat mereka, mereka akan makin lemah, mereka tidak akan mampu melawan panglima yang terkenal perkasa dan pasukannya itu.
Mana pun dari kedua pendapat itu yang benar, sikap Muslimin tetap tak berubah, satu sama lain tak berbeda pendapat: Islam, jizyah atau perang. ( )
Ketika itulah Rustum mengirim orang kepada Sa’ad dengan mengatakan: Kalian menyeberang ke tempat kami atau kami yang akan menyeberang ke tempat kalian. Sa’ad tidak akan menyeberangi sungai itu. Contoh seperti Perang Jembatan masih terbayang dalam pikirannya. Juga ia tidak akan membiarkan Rustum menyeberang dan menyusun barisan untuk memeranginya. Oleh karena itu ia tetap tenang di tempatnya dengan posisinya yang dilindungi sungai di depannya, Parit Shapur di sebelah kanannya dan sahara yang membentang luas di belakangnya. ( )
Sa’ad memang tidak akan menyeberangi sungai, dan Rustum pun tidak akan tetap kaku di tempatnya itu. Wibawa kerajaan sudah centang perenang, kekuasaannya di Mada'in sudah makin lemah dalam hati penduduk Irak yang terdiri dari orang-orang Persia dan Arab. Kalau Rustum tak dapat menghajar Kadisiah dengan sekali pukul, kekuasaan itu akan hancur dan wibawanya akan lenyap.
Di samping itu, pasukan Kaisar Yazdigird memang sudah berapi-api ingin menghadapi pasukan Muslimin, ingin menghapus kenistaan dan kehinaan yang dulu tercoreng di kening kawan-kawan mereka. Jadi buat Rustum tak ada jalan lain harus menyeberangi sungai dan menghadapi musuh.(Bersambung)
(mhy)