Kisah Delegasi Muslim yang Kurus dan Kumal Itu Bertemu Kaisar Persia

Selasa, 13 Oktober 2020 - 09:40 WIB
loading...
Kisah Delegasi Muslim...
Ilustrasi/Ist
A A A
ADA kesan pihak Persia begitu lamban tidak segera menghadapi pasukan muslim di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash . Pasukan muslim meninggalkan Madinah menuju Persia pada permulaan musim semi tahun itu. Kemudian tinggal selama beberapa bulan di Syaraf dan di Uzaib, dan lebih sebulan tinggal di Kadisiah sebelum ia mengetahui tentang perjalanan pasukan Persia untuk memeranginya. Jadi selama itu di mana pasukan Persia? Dan apa yang dilakukan Kaisar Yazdigird selama bulan-bulan itu? ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang berjudul " Umar bin Khattab " menulis sebenarnya mereka tidak lengah. Kasar Yazdigird sudah mengirim surat kepada Rustum bin Farrakhzad mengatakan: "Anda seorang kesatria masa sekarang. Saya ingin mengirim Anda untuk memerangi orang-orang Arab itu."

Rustum membalas: "Biarlah hamba di Mada'in. Mudah-mudahan kerajaan mendukung hamba kalau tidak di medan perang, dan cukuplah dengan Tuhan. Muslihat kita sudah mengenai sasaran. Pandangan yang tepat dalam perang lebih berguna daripada kemenangan. Perlahan-lahan lebih baik daripada tergesa-gesa, memerangi pasukan demi pasukan akan terasa lebih berat buat musuh kita. Orang-orang Arab itu masih akan mengancam kita Persia sebelum dihancurkan lewat tangan hamba ini." ( )

Melihat balasan Rustum itu Yazdigird berunding dengan para pembesarnya. la kebingungan setelah mendengar segala tindakan orang-orang Arab itu dan apa yang mereka lakukan terhadap putri marzabdn serta serangan mereka ke Irak.

Diulanginya lagi kata-katanya kepada Rustum tadi. Tetapi Rustum juga mengulangi kata-katanya: "Terpaksa hamba mengenyampingkan pendapat itu dengan membanggakan diri hamba. Kalaupun harus begitu hamba tidak akan membicarakannya lagi. Saya berdoa untuk Baginda dan kerajaan Baginda. Biarlah hamba tinggal di markas hamba dan mengirim Jalinus. Kalau dia mampu, itulah yang kita harapkan, kalau tidak kita kirim yang lain. Kalau sudah tak ada jalan lain kita harus sabar menghadapi mereka. Kita sudah membuat mereka dalam posisi yang lemah dan kepayahan sedang kita masih kuat, masih utuh. Harapan hamba masih pada pasukan berkuda selama hamba belum terkalahkan." ( )

Setelah serangan-serangan Arab makin gencar terhadap daerah Sawad di hilir sampai ke hulu, dan kaum marzaban dan pejabat-pejabat Persia melaporkan kepada Yazdigird, bahwa kalau mereka tidak ditolong terpaksa mereka akan tunduk di bawah perintah pasukan Muslimin. Hilanglah segala keraguan Yazdigird. Ia segera memerintahkan Rustum berangkat ke Sabat.

Tetapi perjalanan ini diketahui oleh Sa’ad. la pun menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab dengan balasan dimintanya ia mengirim utusan kepada penguasa Persia untuk mengajak mereka dan membahas masalah itu.

Adakah dengan suratnya itu Khalifah Umar bermaksud supaya Sa’ad mengirim utusan kepada Rustum atau kepada Yazdigird? Dan ke mana sebenarnya utusan-utusan itu pergi? ( )

Menurut Haekal, beberapa sumber masih berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa para utusan itu berbicara dengan Rustum. Setelah misi itu gagal terjadilah peristiwa Kadisiah. Yang sebagian lagi berpendapat bahwa utusan-utusan itu pergi sebagai delegasi kepada Yazdigird di Mada'in lalu mengalami kegagalan, maka terjadi peristiwa Kadisiah.

Sumber ketiga mengatakan, bahwa para utusan itu terlebih dulu menemui Rustum, sesudah tak berhasil, baru mereka pergi sebagai delegasi menemui Yazdigird, tetapi untuk meyakinkannya ini juga tidak lebih berhasil. Maka kembalilah mereka dari Mada'in untuk bergabung dengan saudara-saudaranya pasukan Muslimin dalam menyerang Kadisiah.

Kemungkinan delegasi pasukan Muslimin itu pergi kepada Yazdigird di Mada'in sebelum Rustum bertemu dengan siapa pun di Kadisiah. ( )

Waktu itu Rustum masih di Sabat, tak jauh dari Mada'in. la belum pergi ke Kadisiah untuk menghadapi Sa’ad dan pasukannya di tepi seberang Sungai Furat.

Rustum memang memperlambat kepergiannya sesuai dengan politik yang sudah disebutkannya kepada Yazdigird. Oleh karena itu, tatkala ia sampai di Sabat dengan perjalanan pasukannya itu ia merasa sudah cukup untuk menanamkan rasa aman dalam hati penduduk Sawad, begitu juga mengirimkan pasukannya untuk penduduk Flirah dan kota-kota lain yang tersebar di hilir sampai ke hulu Sawad dengan mengecam mereka karena kepercayaan mereka yang masih goyah akan kekuatan kerajaannya dan karena ketakutan mereka kepada Arab.

Ia menjanjikan mereka akan menceraiberaikan orang-orang Arab itu dan mencampakkan mereka ke Sahara Semenanjung, dan jangan sekali-kali mereka bermimpi hendak kembali ke Irak lagi. ( )

Delegasi
Kebalikannya Sa’ad bin Abi Waqqas, ia harus melaksanakan perintah Khalifah Umar. Oleh karena itu ia mengirim delegasi yang terdiri dari orang- orang cerdik pandai, bijaksana dan berani kepada Yazdigird. Di antara mereka an-Nu'man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan, al-Asy'as bin Qais, Amr bin Ma'di Karib, al-Mugirah bin Syu'bah, al-Mu'anna bin Harisah dan yang lain semacamnya.

Mereka mendapat perintah agar mengajaknya kepada Islam. Kalau ia menolak maka akan terjadi perang.

Bilamana delegasi itu sudah sampai di Mada'in, penduduk kota itu tak habis heran melihat mereka kurus-kurus, diperhatikannya sosok mereka, dari pakaian yang terjuntai di bahu, cambuk di tangan dan sandal di kaki, sampai kepada kuda yang begitu lemah menapak tanah dengan kakinya. Mereka bertanya-tanya antara sesama mereka: Bagaimana mereka berani memerangi kita, berambisi mengalahkan kita dan menyerbu ibu kota kita?!

Delegasi itu meminta izin hendak menghadap Yazdigird. Setelah ia memanggil para menteri dan bermusyawarah dengan mereka, delegasi itu diizinkan masuk. Dengan sikap sombong dan angkuh ia berkata kepada mereka: "Apa yang mendorong kalian datang ke negeri ini? Adakah kalian nekat mendatangi kami karena kami sedang sibuk dengan urusan kami sendiri?" ( )

Nu'man bin Muqarrin menjawab dengan menyebutkan bahwa Allah telah mengutus seorang rasul dari kalangan Arab dengan membawa wahyu dari Allah, dan diajaknya ia masuk Islam. "Kalau Tuan-tuan menolak harus membayar jizyah, dan kalau masih juga menolak maka akan terjadi perang."

Dan ditutup dengan mengatakan: "Kalau Tuan-tuan menerima agama kami, kami tinggalkan bagi Tuan-tuan Kitabullah yang akan dapat Tuan-tuan jadikan pegangan dan menjalankan hukum atas dasar itu. Kami tidak akan mencampuri urusan Tuan-tuan. Tuan-tuan sendiri yang mengurus negeri Tuan-tuan ini. Kalau Tuan-tuan membayar jizyah kewajiban kami melindungi segala kepentingan Tuan-tuan."

Berat sekali dirasakan oleh Yazdigird mendengar kata-kata semacam itu. Tetapi dia memilih cara yang lebih arif dan bijaksana disertai ketabahan hati: "Kami tidak melihat ada suatu bangsa di dunia ini yang lebih malang, lebih kecil jumlahnya dan paling sering bertengkar seperti kalian ini," katanya kemudian. ( )
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2748 seconds (0.1#10.140)