Umar bin Khattab: Akan Kuhantam Raja-Raja Persia itu dengan Raja-Raja Arab

Jum'at, 09 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
Umar bin Khattab: Akan...
Ilustrasi/Ist
A A A
SESUDAH perang Buwaib , Panglima Perang Muslim di Irak . Musanna bin Harisah melaporkan kepada Khalifah Umar bin Khattab perubahan kepemimpinan di Persia . Anak Kisra, Yazdigird (Yazdijird) bin Syahriar naik takhta. Begitu berkuasa Yazdigird mengirim pasukan demi pasukan untuk memerangi pasukan Arab. Akibatnya Irak bergejolak. Musanna terpaksa menarik pasukannya ke Zu Qar di perbatasan Semenanjung Arab. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang berjudul " Umar bin Khattab " menceritakan ketika itu Khalifah Umar menulis surat kepada wakil-wakilnya di kota-kota kecil dan kabilah-kabilah di seluruh kawasan Arab.

"Semua orang yang memiliki senjata dan kuda, yang mempunyai keberanian atau kearifan pilihlah dan kirimkanlah kepada saya. Cepat! Cepat!!" ujarnya. "Akan kuhantam raja-raja Persia itu dengan raja-raja Arab," tegasnya. ( )

Ribuan pasukan pun akhirnya terkumpul. Kala itu, tidak jelas, siapa yang akan memimpin pasukan itu. Dia sendiri ataukah ia tetap di Madinah dan menunjuk orang lain untuk memimpin pasukan tersebut.

Hal ini ditanyakan oleh Usman bin Affan ketika Umar bin Khattab tatkala ia mengumpulkan kaum muslimin usai salat. Orang-orang awam mengusulkan: "Berangkatlah dan pimpinlah kami bersamamu." ( )

Selanjutnya Ia mengundang sahabat-sahabatnya untuk berunding. Setelah berkumpul Umar berkata, "Berikanlah pendapat kalian. Saya bingung."

Sesudah saling bertukar pendapat mereka sepakat agar Amirulmukminin mengirim salah seorang dari sahabat Rasulullah untuk memimpin pasukan dan dia sendiri tetap di Madinah untuk mengirimkan bala bantuan. "Kalau tujuannya kemenangan, itulah yang diinginkan oleh semua. Atau biarlah pasukan lain yang berangkat untuk memancing musuh sampai datang pertolongan Allah kepada kita." ( )

Yang mengatakan ini kepada Umar di antaranya Abdurrahman bin Auf , untuk mendukung pendapat itu, "Tinggallah di sini dan kirimkan sajalah pasukan," katanya. "Sudah Anda lihat kehendak Allah kepada Anda dalam pasukanmu sebelum dan sesudahnya. Kalau pasukan Anda yang kalah, tidak sama dengan kekalahan Anda. Kalau dalam langkah permulaan Anda terbunuh atau kalah, saya khawatir kaum Muslimin tidak akan bertakbir dan tidak akan membaca lagi syahadat la ilaha illallah."

Umar telah mengumpulkan kaum Muslimin dan ia berpidato. "Memang seharusnya kaum Muslimin bermusyawarah mengenai segala persoalan mereka. Sebenarnya saya seperti kalian, lalu orang-orang bijak di antara kalian itu melarang saya keluar. Saya memang berpendapat akan tetap di sini dan akan mengirim orang," urai Umar. ( )

Sa’ad bin Abi Waqqas
Umar menanyakan kepada pembantu-pembantu dekatnya siapa yang akan dipilih memimpin pasukan itu. Sementara mereka sedang mengemukakan nama-nama di antara mereka, tiba-tiba datang surat buat Umar dari Sa’ad bin Abi Waqqas — yang ketika itu termasuk orang terpandang di Najd — bahwa dia sedang memilih seribu orang kesatria yang berani.

Setelah yang hadir mendengar isi surat itu dan Umar menanyakan siapa yang akan dicalonkan memimpin mereka, mereka menjawab: "Orang itu sudah ada!"

"Siapa?" tanya Umar.

Mereka menjawab, "Singa yang masih dengan cakarnya! Sa’ad bin Malik!"

Usul mereka disetujui oleh Umar. la mengutus orang memanggil Sa’ad yang ketika itu tinggal di Najd, dan dia yang diserahi pimpinan dalam perang dengan Irak.

Pesan yang pertama diberikan kepadanya: "Sa’ad, Sa’ad Banu Wuhaib! Janganlah Anda tertipu dalam menaati perintah Allah karena Anda dikatakan masih paman Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabatnya. Allah Yang Mahakuasa tidak akan menghapus kejahatan dengan kejahatan, tetapi la menghapus kejahatan dengan kebaikan! Antara Allah dengan siapa pun tak ada hubungan nasab kecuali dengan ketaatan. Apa yang biasa dilakukan Nabi lakukanlah, dan hendaklah Anda sabar dan tabah!" ( )

Umar berpesan demikian karena kedudukan Sa’ad di tengah-tengah kaum Muslimin dan masih kerabat Rasulullah. Dia dari Banu Zuhrah, keluarga paman Nabi dari pihak ibu, dan termasuk Quraisy yang mula- mula masuk Islam, dalam usia tujuh belas tahun.

Untuk itu ia pernah berkata: "Ketika saya masuk Islam Allah belum mewajibkan salat." Dan katanya lagi: "Belum ada laki-laki yang sudah masuk Islam sebelum saya selain orang yang bersamaan dengan saya masuk Islam pada hari yang sama ketika saya masuk Islam. Suatu hari pernah saya merasakan bahwa saya adalah sepertiga Islam."



Dan Aisyah putrinya melukiskannya dengan mengatakan: "Ayahku berperawakan gemuk pendek, jari-jarinya tebal, kasar dan berbulu, menggunakan cat hitam."

Sa’ad orang kaya dan hidup senang, mengenakan pakaian sutera dan cincin emas. Karenanya hadis tentang wasiat dihubungkan kepadanya. Di masa mudanya ketika di Makkah ia pernah jatuh sakit hingga hampir mati. Suatu hari Rasulullah menengoknya dan ia berkata kepadanya:

"Rasulullah, harta saya banyak dan tak ada orang yang akan mewarisinya selain anak saya perempuan. Bolehkah saya mewasiatkan dengan sepertiganya?"

Kata Rasulullah, "Tidak."
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2388 seconds (0.1#10.140)