Kisah di Balik Perang Uhud (2-Habis): Ketika Rasulullah Terjebak Perangkap Kafir Quraisy
loading...
A
A
A
MELIHAT barang-barang yang ditinggalkan kafir Quraisy sedemikian banyaknya, pasukan muslimin tak dapat lagi menahan air liur. Bahkan khawatir kalau-kalau tak akan mendapat bagian! (
)
Sebagian besar pasukan pemanah itu turun meninggalkan lereng gunung untuk ikut ambil bagian dalam kesibukan mengumpulkan barang-barang peninggalan musuh. Pesan Rasulullah SAW mereka lupakan.
Pada saat itulah Khalid bin Walid , komandan pasukan berkuda Quraisy, mengambil kesempatan untuk menyerbu dari belakang kaum muslimin yang sedang memperebutkan barang rampasan.
Khalid melancarkan serangan sengit. Bencana berbalik menimpa kaum muslimin.
Setelah melihat situasi berubah, orang-orang kafir Quraisy yang lari kembali lagi dan melakukan serangan dahsyat, hingga pasukan muslimin terpaksa melemparkan barang-barang dan senjata rampasan yang baru dikumpulkan. Mau tidak mau kaum muslimin harus menghunus pedang guna menangkis. ( )
Sayang seribu sayang. Mereka hanya berjuang untuk menyelamatkan diri dari ancaman maut. Iman mereka menjadi kendor, barisan tercerai-berai, terpisah dari pimpinan Rasulullah.
Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA" menceritakan, di saat-saat yang genting seperti itu, Ali bin Abi Thalib dan para sahabat lainnya segera melindungi Nabi Muhammad SAW . Dengan segenap kekuatan yang ada mereka menangkis tiap serangan yang datang, guna menyelamatkan Rasulullah.
Semua sudah bertekad hendak mati syahid, lebih-lebih setelah melihat Rasulullah terkena lemparan batu besar yang dicampakkan oleh 'Utbah bin Abi Waqqash.
Akibat lemparan batu itu geraham Rasulullah patah, wajahnya pecah-pecah, bibirnya luka parah, dan dua buah kepingan rantai topi besi yang melindungi wajah beliau menembus pipinya.
Setelah dapat menguasai diri kembali, Rasulullah SAW berjalan perlahan-lahan dikelilingi oleh sejumlah sahabat. Tiba-tiba beliau terperosok ke dalam sebuah liang yang sengaja digali oleh Abu 'Amir untuk menjebak pasukan muslimin. ( )
Ali bersama beberapa orang sahabat lainnya cepat-cepat mengangkat beliau. Kemudian dibawa naik ke gunung Uhud untuk diselamatkan dari pengejaran musuh.
Di celah-celah bukit, Ali mengambil air untuk membasuh wajah Rasulullah SAW dan menyirami kepala beliau. Dua buah kepingan rantai besi yang menancap dan menembus pipi beliau dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah dengan giginya, sampai dua buah gigi-serinya tanggal.
Kejam dan Sadis
Kaum musyrikin Quraisy dengan kemenangan itu merasa sudah sungguh-sungguh berhasil menebus kekalahan dalam perang Badar . Seperti yang dikatakan oleh Abu Sufyan: "Yang sekarang ini untuk menebus peristiwa perang Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan!"
Akan tetapi isterinya yang bernama Hindun binti 'Utbah belum merasa cukup dengan kemenangan itu. Dan belum puas kalau hanya mendengar berita tentang tewasnya Hamzah bin Abdul Mutthalib, yang telah membunuh seorang saudaranya dalam perang Badar.
Bersama beberapa orang wanita lain ia mencari-cari mayat kaum muslimin. Mereka memotongi telinga dan hidung mayat-mayat itu dan dijadikan barang mainan. Tidak itu saja, mayat Hamzah dibedah perutnya, dikeluarkan jantungnya (hatinya), lalu dikunyah-kunyah, tetapi ia tak sampai dapat menelannya.
Demikian kejam dan sadisnya Hindun itu, yang kemudian ditiru oleh teman-temannya, bahkan tidak sedikit pula orang lelaki musyrikin Quraisy meniru sadisme Hindun.
Dari sangat kejinya perbuatan mereka itu, sampai pemimpin mereka, yakni suaminya Hindun, yaitu Abu Sufyan tidak mau bertanggung-jawab dan berusaha mencuci-tangan. Meskipun Abu Sufyan telah mencuci-tangan, namun kekotoran dirinya tak dapat disembunyikan.
Inilah kata-kata Abu Sufyan: "Mayat-mayat kalian mengalami penganiayaan. Aku sungguh tidak senang, tetapi juga tidak benci. Aku tidak memerintahkan, tetapi juga tidak melarang."
Perang Uhud benar-benar memberi pelajaran berharga kepada kaum muslimin. Daya tarik keduniaan hampir saja menghancurkan kaum muslimin yang masih pada awal pertumbuhannya. ( )
Sebagian besar pasukan pemanah itu turun meninggalkan lereng gunung untuk ikut ambil bagian dalam kesibukan mengumpulkan barang-barang peninggalan musuh. Pesan Rasulullah SAW mereka lupakan.
Pada saat itulah Khalid bin Walid , komandan pasukan berkuda Quraisy, mengambil kesempatan untuk menyerbu dari belakang kaum muslimin yang sedang memperebutkan barang rampasan.
Khalid melancarkan serangan sengit. Bencana berbalik menimpa kaum muslimin.
Setelah melihat situasi berubah, orang-orang kafir Quraisy yang lari kembali lagi dan melakukan serangan dahsyat, hingga pasukan muslimin terpaksa melemparkan barang-barang dan senjata rampasan yang baru dikumpulkan. Mau tidak mau kaum muslimin harus menghunus pedang guna menangkis. ( )
Sayang seribu sayang. Mereka hanya berjuang untuk menyelamatkan diri dari ancaman maut. Iman mereka menjadi kendor, barisan tercerai-berai, terpisah dari pimpinan Rasulullah.
Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA" menceritakan, di saat-saat yang genting seperti itu, Ali bin Abi Thalib dan para sahabat lainnya segera melindungi Nabi Muhammad SAW . Dengan segenap kekuatan yang ada mereka menangkis tiap serangan yang datang, guna menyelamatkan Rasulullah.
Semua sudah bertekad hendak mati syahid, lebih-lebih setelah melihat Rasulullah terkena lemparan batu besar yang dicampakkan oleh 'Utbah bin Abi Waqqash.
Akibat lemparan batu itu geraham Rasulullah patah, wajahnya pecah-pecah, bibirnya luka parah, dan dua buah kepingan rantai topi besi yang melindungi wajah beliau menembus pipinya.
Setelah dapat menguasai diri kembali, Rasulullah SAW berjalan perlahan-lahan dikelilingi oleh sejumlah sahabat. Tiba-tiba beliau terperosok ke dalam sebuah liang yang sengaja digali oleh Abu 'Amir untuk menjebak pasukan muslimin. ( )
Ali bersama beberapa orang sahabat lainnya cepat-cepat mengangkat beliau. Kemudian dibawa naik ke gunung Uhud untuk diselamatkan dari pengejaran musuh.
Di celah-celah bukit, Ali mengambil air untuk membasuh wajah Rasulullah SAW dan menyirami kepala beliau. Dua buah kepingan rantai besi yang menancap dan menembus pipi beliau dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah dengan giginya, sampai dua buah gigi-serinya tanggal.
Kejam dan Sadis
Kaum musyrikin Quraisy dengan kemenangan itu merasa sudah sungguh-sungguh berhasil menebus kekalahan dalam perang Badar . Seperti yang dikatakan oleh Abu Sufyan: "Yang sekarang ini untuk menebus peristiwa perang Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan!"
Akan tetapi isterinya yang bernama Hindun binti 'Utbah belum merasa cukup dengan kemenangan itu. Dan belum puas kalau hanya mendengar berita tentang tewasnya Hamzah bin Abdul Mutthalib, yang telah membunuh seorang saudaranya dalam perang Badar.
Bersama beberapa orang wanita lain ia mencari-cari mayat kaum muslimin. Mereka memotongi telinga dan hidung mayat-mayat itu dan dijadikan barang mainan. Tidak itu saja, mayat Hamzah dibedah perutnya, dikeluarkan jantungnya (hatinya), lalu dikunyah-kunyah, tetapi ia tak sampai dapat menelannya.
Demikian kejam dan sadisnya Hindun itu, yang kemudian ditiru oleh teman-temannya, bahkan tidak sedikit pula orang lelaki musyrikin Quraisy meniru sadisme Hindun.
Dari sangat kejinya perbuatan mereka itu, sampai pemimpin mereka, yakni suaminya Hindun, yaitu Abu Sufyan tidak mau bertanggung-jawab dan berusaha mencuci-tangan. Meskipun Abu Sufyan telah mencuci-tangan, namun kekotoran dirinya tak dapat disembunyikan.
Inilah kata-kata Abu Sufyan: "Mayat-mayat kalian mengalami penganiayaan. Aku sungguh tidak senang, tetapi juga tidak benci. Aku tidak memerintahkan, tetapi juga tidak melarang."
Perang Uhud benar-benar memberi pelajaran berharga kepada kaum muslimin. Daya tarik keduniaan hampir saja menghancurkan kaum muslimin yang masih pada awal pertumbuhannya. ( )
(mhy)