Dengki dan Kebencian: Amalan Hati yang Berbahaya, Ini Dalilnya

Senin, 11 Mei 2020 - 17:09 WIB
loading...
Dengki dan Kebencian: Amalan Hati yang Berbahaya, Ini Dalilnya
Allah subhanahu wata´ala secara khusus memerintahkan kita agar berlindung dari orang hasad. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
DOSA-dosa besar itu tidak hanya terbatas kepada amalan -amalan lahiriah, sebagaimana anggapan orang banyak, akan tetapi kemaksiatan yang lebih besar dosanya dan lebih berbahaya ialah yang dilakukan oleh hati manusia.

Amalan yang dilakukan oleh hati manusia adalah lebih besar dan lebih utama daripada amalan yang dilakukan oleh anggota tubuhnya. Begitu pula halnya kemaksiatan yang dilakukan oleh hati manusia juga lebih besar dosanya dan lebih besar bahayanya. ( )

Amalan hati yang berbahaya selain kesombongan adalah kedengkian dan kebencian. ( )

Pimpinan dan Pendiri Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya , menyebut dengki sebagai penyakit. "Kedengkian ada kaitannya dengan kesombongan ," ujarnya. "Pendengki akan tersiksa dalam hidupnya".

Rasulullah saw juga mengatakan bahwa kedengkian dan kebencian merupakan salah satu penyakit umat yang sangat berbahaya, dan sangat mempengaruhi agamanya. Beliau saw bersabda, “Penyakit umat terdahulu telah merambah kepada kamu semua yaitu: kebencian dan kedengkian. Kebencian itu adalah pencukur. Aku tidak berkata pencukur rambut, tetapi pencukur agama.” (HR Bazzar dari Zubair dengan isnad yang baik; sebagaimana dikatakan oleh Mundziri (al-Muntaqa, 1615); dan al-Haitsami (al-Majma', 8: 3); sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi (2512), yang berkata "Ini hadits yang banyak sekali riwayatnya.")

Dalam hadits yang lain disebutkan, “Tidak akan bertemu di dalam diri seorang hamba, keimanan dan kedengkian.” (Diriwayatkan oleh Nasai, 6:13; Ibn Hibban dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah r.a. (al-Mawarid, 1597), yang dinisbatian kepada Shahih al-Jami' as-Shaghir kepada Ahmad dan Hakim (7620).

Rasulullah saw bersabda, “Manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa dengki” (Diriwayatkan oleh Thabrani dengan rawi-rawi yang tsiqah, sebagaimana dikatakan oleh al-Mundziri (al-Muntaqa, 174) dan al-Haitsami (al-Majma', 8:78).

Allah subhanahu wata´ala secara khusus memerintahkan kita agar berlindung dari orang hasad sebagaimana dalam firman-Nya:

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

Dan (aku berlindung) dari kejahatan orang dengki apabila ia dengki.” (QS al-Falaq:5)

Dengki (hasad), kata Imam Al-Ghazali , adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu. Dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, atau kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut.

Menggambarkan dahsyatnya daya rusak dengki, Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Abu Daud).

Hadis itu menegaskan kepada kita bahwa dengki itu merugikan. Yang dirugikan bukanlah orang yang didengki, melainkan si pendengki itu sendiri.

Di antara makna memakan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam hadis di atas, dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, “Ia merugi dunia dan akhirat.” (‘Aunul Ma’bud juz 13:168)

Dalam kisah dua orang anak Nabi Adam yang dikisahkan oleh al-Qur’an, kita dapat menemukan kedengkian yang mendorong kepada salah seorang di antara dua bersaudara itu untuk membunuh saudaranya yang berhati baik. ( )

وَاتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَاَ ابۡنَىۡ اٰدَمَ بِالۡحَـقِّ‌ۘ اِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِؕ قَالَ لَاَقۡتُلَـنَّكَ‌ؕ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الۡمُتَّقِيۡنَ

Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” ( QS al-Ma’idah: 27 )

لَٮِٕنۡۢ بَسَطْتَّ اِلَىَّ يَدَكَ لِتَقۡتُلَنِىۡ مَاۤ اَنَا بِبَاسِطٍ يَّدِىَ اِلَيۡكَ لِاَقۡتُلَكَ‌ ۚ اِنِّىۡۤ اَخَافُ اللّٰهَ رَبَّ الۡعٰلَمِيۡنَ‏

Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” ( QS al-Ma’idah: 28 )

اِنِّىۡۤ اُرِيۡدُ اَنۡ تَبُوۡٓءَ بِاِثۡمِىۡ وَ اِثۡمِكَ فَتَكُوۡنَ مِنۡ اَصۡحٰبِ النَّارِ‌ۚ وَذٰ لِكَ جَزٰٓؤُا الظّٰلِمِيۡنَ‌

Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zhalim.” ( QS al-Ma’idah: 29 )

فَطَوَّعَتۡ لَهٗ نَفۡسُهٗ قَـتۡلَ اَخِيۡهِ فَقَتَلَهٗ فَاَصۡبَحَ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ

Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi. ( QS al-Ma’idah: 30 )

فَبَـعَثَ اللّٰهُ غُرَابًا يَّبۡحَثُ فِىۡ الۡاَرۡضِ لِيُرِيَهٗ كَيۡفَ يُوَارِىۡ سَوۡءَةَ اَخِيۡهِ‌ؕ قَالَ يَاوَيۡلَتٰٓى اَعَجَزۡتُ اَنۡ اَكُوۡنَ مِثۡلَ هٰذَا الۡغُرَابِ فَاُوَارِىَ سَوۡءَةَ اَخِىۡ‌ۚ فَاَصۡبَحَ مِنَ النّٰدِمِيۡنَ

Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal. ( QS al-Ma’idah:31 )

( )

Al-Qur’an mengatakan bahwa hasad adalah salah satu sifat orang Yahudi.

أَمْ يَحْسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۖ

Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran, karunia yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia itu.?…” ( QS an-Nisa’: 54 )

( )

Allah menjadikan hasad sebagai salah satu penghalang keimanan terhadap ajaran Islam, dan merupakan salah satu sebab penipuan terhadapnya:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلْحَقُّ ۖ

Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran…” ( QS al-Baqarah: 109 )

Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Akan tetapi Islam yang dibawa oleh orang yang di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan rahmatnya oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun terkait dengan sukses dalam perjuangan.

Perilaku dan sikap pendengki mirip perilaku orang-orang munafik. Di antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan perilaku itu sebagai perilaku orang munafik. (Baca Juga: Bahaya Sifat Munafik dan Penyebabnya
Abi Mas’ud Al-Anshari mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat mulai memberikan infaq. Ketika ada orang muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Bukhari dan Muslim). Wallahu'alam

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1422 seconds (0.1#10.140)