Tiga Pendapat Soal Ruhsoh Puasa bagi Perempuan Hamil

Minggu, 13 Desember 2020 - 08:01 WIB
loading...
Tiga Pendapat Soal Ruhsoh Puasa bagi Perempuan Hamil
Sejatinya, puasa bisa saja dilakukan bagi ibu hamil, namun harus memperhatikan waktu yang tepat. Foto ilustrasi/ist
A A A
Puasa adalah termasuk ibadah yang utama dan disukai Allah Subhanahu wa ta'ala. Bahkan, khusus di bulan Ramadan, puasa dimasukkan sebagai salah satu rukun Islam dan sifatnya wajib . Meninggalkannya tanpa sebab atau uzur syar'i adalah dosa besar. Namun, dalam kondisi tertentu, seorang muslimah hamil mendapat ruhsoh atau keringanan , boleh tidak berpuasa.

(Baca juga : Jangan Tinggalkan Amalan Shalawat Umum dan Shalawat Khusus )

Terkait dengan perempuan dalam kondisi hamil, misalnya, maka Islam juga mengatur tentang ruhsoh (keringanan). Sejatinya, puasa bisa saja dilakukan bagi ibu hamil, namun harus memperhatikan waktu yang tepat . Sejatinya, Kolumnis kesehatan dr. Yusra Firdaus mengatakan, ibu hamil boleh saja berpuasa saat trimester kedua saat sudah mulai nyaman dengan kondisi kehamilannya. Pada trimester pertama dan ketiga, merupakan masa yang rentan bagi ibu hamil dan disarankan untuk tidak berpuasa.

Dalam Islam, puasa bagi muslimah hamil sebenarnya tidak lagi menjadi kewajiban mutlak . Islam memberikan keringanan agar muslimah hamil tersebut tetap dalam kondisi yang sehat. Karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kandungannya.

(Baca juga : Sehari Tanpa Bershalawat, Muslimin Pasti Merugi )

Artinya, perempuan hamil termasuk orang yang dibebani tugas berpuasa sebagaimana yang lainnya. Akan tetapi, jika dia khawatir akan berbahaya bagi dirinya atau janinnya, dibolehkan baginya berbuka.

Ibnu Abbas radhiallahu anhum berkata dalam firman Allah Ta'ala :

وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)

(Baca juga : Saat Berolahraga pun, Aurat Perempuan Harus Tertutup )

Dalam kitab Irwa'ul Ghalil, disebutkan bahwa dahulu diberikan keringanan terhadap orang tua, walaupun mereka mampu berpuasa. Mereka boleh berbuka dan sebagai gantinya, mereka memberi makan satu orang miskin untuk setiap satu hari yang tidak berpuasa. Begitu pula terhadap wanita menyusui dan wanita hamil, jika keduanya takut membahayakan anak-anak mereka, maka mereka boleh berbuka dan sebagai gantinya memberi makan (orang miskin)." Hal itu juga sesuai dengan sabda Nabi Muhammad dalam riwayat Abu Daud.

Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata mengatakan bahwa perempuan hamil dan menyusui, hukumnya seperti orang sakit. Jika berat bagi mereka berpuasa, maka dibolehkan bagi mereka berbuka. Dan mereka harus mengqadha (menggantinya) ketika dirinya sudah mampu berpuasa, seperti orang sakit. Sebagian ulama berpendapat, cukup bagi keduanya memberi makan (satu orang miskin untuk setiap satu hari tidak berpuasa). Ini merupakan pendapat lemah yang tidak dikuatkan. Yang benar adalah dia harus mengqadha, seperti musafir atau orang sakit.

(Baca juga : Tanpa Izin Orang Tua, Pembelajaran Tatap Muka Tidak akan Digelar )

Berdasarkan firman Allah Ta'ala :

فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر (سورة البقرة: 184)

"Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184)

Hal tersebut juga ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik Al-Ka'by, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

عن أنس بن مالك رضى الله عنه قال، أن رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :

إِنَّ اللهَ وَضَعَ شَطْرَ الصَّلاَةِ -أَوْ نِصْفَ الصّلاَةِ- وَ الصَّومَ عَنِ الْمُسَافِرِ وَعَنِ الْمُرْضِعِ وَ الْحُبْلَى (رواه الخمسة)

Dari shahabat Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
“Sesungguhnya Allah memberikan keringanan setengah dari kewajiban sholat (yakni dengan mengqoshor) dan kewajiban bershaum kepada seorang musafir serta wanita hamil dan menyusui.” [HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i, dan Al-Imam Ahmad].
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1026 seconds (0.1#10.140)