5 Prinsip Ahlussunnah Waljamaah dalam Mengkritik Pemerintah
loading...
A
A
A
Ustaz Rakhmad Zailani Kiki
Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta
Sekretaris Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN)
Sering kita membaca berita, menyaksikan, seorang tokoh akhirnya bermasalah dengan hukum karena mengkritik pemerintah. Atau seorang tokoh yang kritikannya kepada pemerintah dirasakan oleh kita kurang beradab. Sebenarnya seperti apa kritik kepada pemerintah yang dibolehkan oleh ajaran Islam, terutama oleh paham Ahlussunnah Waljama'ah (aswaja) yang sejati?
Penganut paham Aswaja yang sejati, terutama dari kalangan ulamanya, sangat memahami bahwa mengkritik pemerintah bukanlah perkara yang dilarang, namun harus berpegang pada prinsip-prinsipnya yang bersumber dari ajaran Islam itu sendiri. Jangan sampai ketika mengkritik pemerintah, malah jatuh kepada perkara bughot atau memberontak kepada pemerintah. Padahal, hukuman bagi pelaku bughot sangat keras dalam Islam. Apa saja prinsip-prinsip Aswaja dalam mengkritik pemerintah?
Pertama, mengkritik pemerintah harus dengan data yang benar dan untuk menegakan keadilan, dan ini sebaik-baiknya bentuk jihad. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Jihad paling utama adalah kalimat adil di depan pemimpin yang tidak adil." (HR Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi)
Kedua, mengkritik pemerintah harus yang membangun dan mengoreksi kekurangan guna kemajuan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan sendiri. Apalagi menimbukan hinaan dan cacian ujaran kebencian, Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم sangat melarang hal tersebut. Rasulullah bersabda: "Siapa saja yang menghinakan pemimpin Allah di muka bumi, maka Allah akan hinakan diia." (HR at-Tirmidzi)
Ketiga, dalam mengkritik pemerintah yang terpenting adalah tersampaikannya materi kritik. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan di antara, tatacara, menyampaikannya adalah tidak di hadapan publik namun disampaikan langsung menemuinya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabbda: "Barang siapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Jika penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya." (HR Imam Ahmad)
Keempat, Jika memang terpaksa menyampaikan kritik terhadap pemerintah harus di depan publik, apalagi di era media sosial saat ini, maka kritikan tidak boleh menimbulan kebencian cacian, menyulut untuk terjadinya perusakan-perusakan fasilitas umum, apalagi melakukan permberontakan, walapun pemerintah telah berbuat kedzoliman. Hal tersebut sangatlah tidak dibenarkan.
Habib Abdillah Bin Husein Baalawy dalam Kitabnya Is'adurrafiq menyatakan bahwa termasuk hal-hal yang diharamkan adalah setiap ucapan yang memicu seseorang untuk berbuat tidak baik, mencaci, menghina, jahat ataupun merusak. Terkait pemerintah yang melakukan kezaliman, Imam Abu Ja'far al-Thahawi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Aqidah At-Thahawiyyah, menyatakan bahwa Ahlussunnah Waljamaah tidak memiliki konsep menggulingkan pemerintahan yang sah, meskipun mereka telah berbuat kezaliman.
Kelima, tidak memaksakan kritik terhadap pemerintah, dan bersikap sabar, seraya terus berdzikir dan bertaqarrub kepada Allah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Siapa pun yang tidak menyukai sesuatu (kebijakan) dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena siapa pun yang keluar sejengkal pun dari Sulthannya (kekuasaannya), maka -dikhawatirkan- dia mati dalam kondisi Jahiliyah." (HR Al-Bukhari)
Di hadits lain, Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat pemimpin-pemimpin yang mementingkan kepentingan pribadi, maka bersabarlah hingga kelak kalian bertemu denganku (di akhirat)". (HR Al-Bukhari).
Allah berfiman dalam sebuah Hadis Qudsi, melalui sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: "Akulah Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Aku penguasa segala kerajaan dan Raja dari segala raja. Qalbu semua raja berada dalam genggaman-Ku. Dan sesungguhnya seluruh hamba, jika mereka mentaati-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka berbelas kasihan kepada mereka. Dan sesungguhnya jika hamba-hamba itu mendurhakai-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka, keras dan zalim, lalu menimpakan berbagai siksa ke atas mereka. Jangan bersusah payah untuk berdoa ke atas raja-raja itu disebabkan oleh kejahatan mereka, tetapi kerahkanlah diri kalian untuk berzikir dan taqarrub kepada-Ku, niscaya Aku akan lindungi kalian dari -kedzaliman raja-raja kalian." (Hadits riwayat Imam Ath-Thabrani)
Akhir kalam, kesimpulannya, bagi siapa saja yang mengabaikan kelima prinsip di atas maka dia bukanlah bagian dari aswaja yang sejati dan wajib hukumnya tidak bersama dan bergabung dengan mereka yang mengabaikan kelima prinsip ini dalam mengkritik pemerintah, sebagus apapun konsep dan narasi yang mereka usung.
Baca Juga: Pesan Rasulullah untuk Pejabat dan Ganjaran Bagi Pemimpin Adil
Wallahu A'lam
Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta
Sekretaris Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN)
Sering kita membaca berita, menyaksikan, seorang tokoh akhirnya bermasalah dengan hukum karena mengkritik pemerintah. Atau seorang tokoh yang kritikannya kepada pemerintah dirasakan oleh kita kurang beradab. Sebenarnya seperti apa kritik kepada pemerintah yang dibolehkan oleh ajaran Islam, terutama oleh paham Ahlussunnah Waljama'ah (aswaja) yang sejati?
Penganut paham Aswaja yang sejati, terutama dari kalangan ulamanya, sangat memahami bahwa mengkritik pemerintah bukanlah perkara yang dilarang, namun harus berpegang pada prinsip-prinsipnya yang bersumber dari ajaran Islam itu sendiri. Jangan sampai ketika mengkritik pemerintah, malah jatuh kepada perkara bughot atau memberontak kepada pemerintah. Padahal, hukuman bagi pelaku bughot sangat keras dalam Islam. Apa saja prinsip-prinsip Aswaja dalam mengkritik pemerintah?
Pertama, mengkritik pemerintah harus dengan data yang benar dan untuk menegakan keadilan, dan ini sebaik-baiknya bentuk jihad. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Jihad paling utama adalah kalimat adil di depan pemimpin yang tidak adil." (HR Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi)
Kedua, mengkritik pemerintah harus yang membangun dan mengoreksi kekurangan guna kemajuan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan sendiri. Apalagi menimbukan hinaan dan cacian ujaran kebencian, Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم sangat melarang hal tersebut. Rasulullah bersabda: "Siapa saja yang menghinakan pemimpin Allah di muka bumi, maka Allah akan hinakan diia." (HR at-Tirmidzi)
Ketiga, dalam mengkritik pemerintah yang terpenting adalah tersampaikannya materi kritik. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan di antara, tatacara, menyampaikannya adalah tidak di hadapan publik namun disampaikan langsung menemuinya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabbda: "Barang siapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Jika penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya." (HR Imam Ahmad)
Keempat, Jika memang terpaksa menyampaikan kritik terhadap pemerintah harus di depan publik, apalagi di era media sosial saat ini, maka kritikan tidak boleh menimbulan kebencian cacian, menyulut untuk terjadinya perusakan-perusakan fasilitas umum, apalagi melakukan permberontakan, walapun pemerintah telah berbuat kedzoliman. Hal tersebut sangatlah tidak dibenarkan.
Habib Abdillah Bin Husein Baalawy dalam Kitabnya Is'adurrafiq menyatakan bahwa termasuk hal-hal yang diharamkan adalah setiap ucapan yang memicu seseorang untuk berbuat tidak baik, mencaci, menghina, jahat ataupun merusak. Terkait pemerintah yang melakukan kezaliman, Imam Abu Ja'far al-Thahawi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Aqidah At-Thahawiyyah, menyatakan bahwa Ahlussunnah Waljamaah tidak memiliki konsep menggulingkan pemerintahan yang sah, meskipun mereka telah berbuat kezaliman.
Kelima, tidak memaksakan kritik terhadap pemerintah, dan bersikap sabar, seraya terus berdzikir dan bertaqarrub kepada Allah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Siapa pun yang tidak menyukai sesuatu (kebijakan) dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena siapa pun yang keluar sejengkal pun dari Sulthannya (kekuasaannya), maka -dikhawatirkan- dia mati dalam kondisi Jahiliyah." (HR Al-Bukhari)
Di hadits lain, Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat pemimpin-pemimpin yang mementingkan kepentingan pribadi, maka bersabarlah hingga kelak kalian bertemu denganku (di akhirat)". (HR Al-Bukhari).
Allah berfiman dalam sebuah Hadis Qudsi, melalui sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: "Akulah Allah. Tiada Tuhan selain Aku. Aku penguasa segala kerajaan dan Raja dari segala raja. Qalbu semua raja berada dalam genggaman-Ku. Dan sesungguhnya seluruh hamba, jika mereka mentaati-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka berbelas kasihan kepada mereka. Dan sesungguhnya jika hamba-hamba itu mendurhakai-Ku, niscaya Aku akan menjadikan qalbu raja-raja mereka, keras dan zalim, lalu menimpakan berbagai siksa ke atas mereka. Jangan bersusah payah untuk berdoa ke atas raja-raja itu disebabkan oleh kejahatan mereka, tetapi kerahkanlah diri kalian untuk berzikir dan taqarrub kepada-Ku, niscaya Aku akan lindungi kalian dari -kedzaliman raja-raja kalian." (Hadits riwayat Imam Ath-Thabrani)
Akhir kalam, kesimpulannya, bagi siapa saja yang mengabaikan kelima prinsip di atas maka dia bukanlah bagian dari aswaja yang sejati dan wajib hukumnya tidak bersama dan bergabung dengan mereka yang mengabaikan kelima prinsip ini dalam mengkritik pemerintah, sebagus apapun konsep dan narasi yang mereka usung.
Baca Juga: Pesan Rasulullah untuk Pejabat dan Ganjaran Bagi Pemimpin Adil
Wallahu A'lam
(rhs)