Tipe Manusia dalam Mengekspresikan Rasa Syukur Menurut Imam Al Ghazali

Senin, 29 Maret 2021 - 08:42 WIB
loading...
A A A
2. Bahagia karena yang memberi dia kuda adalah Raja.

Orang tersebut bahagia dengan pemberian itu. Namun bukan karena kudanya, tapi karena itu adalah pemberian seorang raja. Sehingga, dengan kuda itu dirinya bisa membantu sang raja, menemaninya, dan perhatian terhadapnya.

Karenanya, seandainya dia mendapatkan kuda itu di padang sahara, atau orang yang memberi bukan seorang raja, maka sikapnya akan biasa saja. Sebab, pada dasarnya dirinya memang tidak membutuhkan kuda itu.



Imam al-Ghazali mengkategorikan ekspresi kebahagiaan seperti ini termasuk bentuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala.

Ini ditinjau dari kebahagiaan tersebut muncul karena sang pemberi, bukan sebatas karena apa yang diberi.

Lanjut beliau, ini adalah ekspresi syukur orang-orang shalih, mereka menyembah Allah subhanahu wata’ala dan bersyukur pada-Nya. Takut akan siksa-Nya dan mengharap pahala dari-Nya.

3. Bahagia karena memahami maksud Raja memberi dia kuda.

Orang tersebut bahagia dengan pemberian kuda itu. Kemudian kuda itu ia gunakan dengan penuh tanggung jawab untuk berkhidmat kepada sang raja dan memikul beratnya perjalan menemani raja.



Pengabdiaan tersebut ia tunjukkan untuk memperoleh kedekatan dengan sang raja, bahkan dengang penuh harap ia berusaha memperoleh kedudukan sebagai wazirnya (perdana menteri).

Namun maksud dari ini tidak semata hanya ingin menjadi wazir raja, tapi tujuan sebenarnya adalah untuk bisa dekat dengan raja.
Sehingga, seandainya sang raja memberi pilihan kepadanya antara menjadi wazir tapi tidak dekat dengan raja, atau dekat dengan raja tapi tidak menjadi wazir, maka pilihan kedua pasti diambilnya. Sebab, kedekatan dengan raja itulah tujuan utamanya.

Imam Al Ghazali menegaskan, inilah kategori ekspresi syukur yang paling sempurna. Ekspresi kebahagiaan orang tersebut tumbuh atas nikmat Allah subhanahu wata’ala, bahwa nikmat itu adalah pemberian-Nya, wasilah yang mengantarkannya semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, berada disamping-Nya, dan bisa melihat wajah-Nya.



Ekspresi bahagiannya bukan karena dunia. Dunia hanyalah tempat menanam agar kelak bisa memanen di akhirat. Sehingga rasa sedih akan muncul ketika nikmat yang diberi justru melalaikannya dari mengingat Allah subhanahu wata’ala dan menghalanginya dari jalan-Nya.

Wallahu A'lam
(wid)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2289 seconds (0.1#10.140)